MDD - 20

4.4K 230 33
                                    

Kenapa kalian baca cerita ini?

Jawab ya!

Selamat membaca....

♥♥♥

Duduk  sendiri memandang langit malam yang bertaburan bintang dan juga bulan yang berdiri kokoh, adalah hal kesukaan Sila. Sila pikir, menikmati ciptaan Allah itu tak akan ada habisnya. Kita akan selalu dibuat berdecak kagum akan apa yang Allah ciptakan.

Nikmat Allah ada dimana-mana, kadangkala kita yang terlalu sibuk dengan urusan duniawi jadi lupa untuk bersyukur akan nikmat-Nya yang tiada tara. Jangan sampai urusan di dunia membuatmu lupa urusan akhirat kelak.

Semilir angin malam tak membuat Sila jera untuk duduk memandangi langit malam. Walaupun bintang-bintak tak banyak terlihat, tapi indahnya masih sangat terasa.

"Ngelamun aja. Enggak dingin kamu, dek?" suara lelaki itu membuat Sila menoleh ke sumber suara. Dilihatnya abangnya duduk di sebelahnya dengan sarung yang masih ia pakai.

Sila mengangkat bahunya, lalu kembali menengadahkan kepalanya keatas melihat langit lagi, "Enggak, biasa aja bang." jawabnya sembari menoleh sekilas ke arah lelaki tersebut.

Ibra mengikuti Sila, menengadahkan kepalanya melihat langit malam itu. "Nikmat Tuhan yang mana kah yang telah kau dustakan." celetuknya, membuat Sila tersenyum.

"Abang kapan nikah?" Sila sudah tak lagi menengadah melihat langit, sekarang ia sudah sepenuhnya melihat abangnya. Kedua tangannya ia tumpukan di sisi kiri dan kanannya. Kakinya berayun-ayun di bawah sana karena memang kakinya tak sampai menyentuk dasar. Gazebo itu cukup tinggi untuk ukuran gadis seperti Sila.

Ibra tersenyum, "Gini, kalau kamu ditanya kapan meninggal, kamu jawabnya apa?" bukannya menjawab Ibra malah bertanya balik kepada Sila.

Sila mengerutkan dahinya, "Ya enggak tau aku lah bang."

"Nah itu, sama. Abang juga enggak tau. Kita hanya bisa berkehendak tapi Allah yang menentukan." Ibra tersenyum tipis. Sebenarnya ia juga ingin segera menikah, karena menikah adalah menyempurnakan separuh agama. Tapi Allah belum mempertemukannya dengan tulang rusuknya. Mau bagaimana lagi, menunggu waktu yang tepat adalah solusinya.

"Kalau abang belum dipertemukan dengan jodoh abang, terus abang mau nikah sama siapa. Syarat nikah itu harus ada pasangannya."

"Kenapa abang enggak cari saja?"

"Ya gimana ya, jika dua orang itu berjodoh, Allah tak akan menggerakkan satu hati saja tapi dua hati itu sekaligus. Jadi ngerti kan?"

"Hmm, ngerti. Jadi abang nunggu waktu yang tepat gitu. Tapi kan kita harus berusaha bang."

"Iya ini abang juga lagi berusaha. Soal jodoh, tugas kita hanya memperbaiki diri kita. Semakin kita baik, semakin Allah memberikan yang terbaik untuk kita. Jadi, kita usaha dulu untuk diri kita sendiri, kalau sudah menjadi lebih baik, pasti dipertemukan dengan yang baik pula."

Sila menganguk-anggukkan kepalnya pelan. "Oke, jawaban yang masuk akal."

"Kenapa nanya abang kapan nikah? Kamu pengen nikah?" Ibra menyipitkan matanya memandang adiknya itu.

Sila berdecak kesal, abangnya ini selalu menyimpulkan sesuatu seenaknya. "Apaan sih bang kan Sila cuma nanya, emang enggak boleh. Kasian abang, keliatan jomblo mulu."

"Kayak kamu enggak jomblo aja dek."

Sila hanya terekekeh, ia baru sadar, dia juga jomblo, sama seperti abangnya itu. Toh pacaran juga dilarang dalam agama kan. Kalau siap langsung lamar terus akad, bukannya diumbar lalu maksiat.

Memintamu Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang