MDD 23

520 35 11
                                    

Bulan demi bulan pun berlalu, tak terasa waktu terus saja berputar. Sila sadar, semua ini hanya fana. Ujian kelulusan sebentar lagi akan dilaksanakan, banyak sekali persiapan yang harus dilakukan Sila untuk bisa meneruskan pendidikan di bangku kuliah.

Rencananya Sila ingin mengambil jurusan pendidikan guru sekolah dasar, atau biasa disebut PGSD. Sila mengambil jurusan tersebut karena Sila sangat suka anak kecil, entah sejak kapan mengajar anak kecil menjadi kesukaannya. Untung saja kedua orang tuanya mendukung pilihan yang Sila ambil. Tentu saja hal itu menjadi semangat Sila untuk lebih giat lagi agar bisa membanggakan kedua orang tuanya.

"Sila, ini caranya gimana sih?" Iha menyodorkan sebuah buku tulis yang sudah penuh angka kepada Sila yang duduk lesehan di sebelahnya.

Sila menggeser badannya agar lebih dekat dengan Iha agar lebih mudah menjelaskannya. Jadi, Sila, Iha, dan Ema sedang belajar kelompok di rumah Sila. Mereka mengerjakannya di ruang tamu rumah Sila. Sebenarnya ini adalah tugas kelompok kelas Ema dan Sila, tapi kata Iha dia ingin ikut supaya bisa belajar bersama kan lebih asik. Apalagi, kalau ada Sila yang notabene anak pintar, lebih asik lagi kan.

"Dulu kalau aku gak bisa biasanya nanya ke Rere, sekarang Rere gak ada gak tau nanya siapa di kelas, pelit semua soalnya." Adu Iha kepada Sila.

Bicara soal Rere, semenjak dia pindah sekolah, Sila tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Rega. Toh untuk apa?  Memang Sila siapa? Temen juga bukan. Sesekali, Iha akan bercerita soal Rere. Dari situlah Sila tau kalau Rega sedang baik-baik saja. Hal itu sudah cukup bagi Sila.

Sila tersenyum, Rega itu seperti ditakdirkan hanya singgah di hidup Sila. Datang sebentar lalu pergi meninggalkan. Sila tau, Tuhan melarang berharap ke pada hamba-Nya terlalu berlebihan, agar tidak sakit hati nantinya. Namun, Sila hanya manusia biasa yang kadang juga bisa khilaf.

Biarlah yang lalu berlalu. Sekarang, nikmati hidup dan mencoba bahagia. Semua akan indah pada waktunya, jangan terburu-buru.

"Sil, ngomong-ngomong apa perasaanku doang apa gimana. Saka kok jadi sering ke sini gak sih?" Tanya Ema membuat Sila dan Iha menoleh padannya.

Sila mengerutkan kening, kenapa tiba-tiba Ema bertanya demikian membuat Sila bingung.

"Itu dia ada di depan tuh." Ema menunjuk arah depan menggunakan dagunya. Belum sempat Sila merespon tiba-tiba ada suara dari depan pagar rumah yang terbuka sedikit

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Iha, Sila dan Em bersamaan.

Sila bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri pagar rumahnya, disana ada Saka yang berdiri membawa paperbag. Saka hanya memakai kaos berwarna hijau army dan celana bermotif army selutut.

"Ada apa Ka?" Tanya Sila kepada Saka.

Saka mengulurkan paperbag yang dia bawa, "Ini ngebalikin tempat makan yang kemarin. Kata Mama, rendangnya enak mantep." Saka mengacungkan kedua jempolnya ke depan.

Sila tertawa, "Iya." Katanya.

Saka tersenyum melihat Sila tertawa. "Terima kasih."

Sila mengangguk, "Iya sama-sama. Ada lagi?"

Saka menggeleng cepat, "Enggak, itu aja. Yaudah aku pamit dulu."

"Enggak mau mampir? Di rumah ada Adam juga."

"Enggak deh kapan-kapan aja, lagi ada tamu juga kan."

Sila menoleh ke belakang dan melihat kedua temannya sudah berdiri di ambang pintu dan nyengir lebar, entah sejak kapan mereka ada disana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memintamu Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang