Part 2

2K 235 7
                                    

Gadis itu berjalan di jalan setapak di pemakaman itu. Memegang sebuket bunga lili putih di tangan kanannya. Hingga akhirnya, ia sampai di tujuannya. Tersenyum tipis menatap batu nisan dihadapannya.

"Noona datang, Hyun-a..."

Ia meletakkan bunga itu di atas nisan sana. Berlutut untuk menyentuh nisan itu. Senyum tipis nampak di wajah cantiknya. Mengingat kembali memorinya bersama sang adik laki-laki yang pergi lebih dulu darinya.

"Maaf, karena tidak datang menemuimu selama hampir seminggu ini. Noona benar-benar sangat sibuk. Ah, tidak bisa dibilang sibuk juga. Tapi, kau mau memaafkan noona, kan?"

Senyumannya masih belum menghilang. Entahlah, ia senang sekali berlama-lama disini. Terus saja bercerita apa yang ia lakukan hari itu. Seolah sang adik kini ada dihadapannya dan mendengarkan seluruh ceritanya.

Hingga perhatiannya teralihkan oleh sebuah suara yang begitu terlihat memilukan di telinganya. Ia mencari sumber suara itu. Dan menemukan seorang pria yang tak jauh dari tempatnya sekarang.

Pria itu tampak menatap pada langit disana. Terduduk di kursi rodanya dan kini menunduk. Bahkan dari kejauhan seperti ini pun, ia bisa melihat jika pria itu seperti menahan tangisnya.

"Hyun-a, hyung itu terlihat sangat menyedihkan, bukan?"

Dan sekarang, perhatiannya benar-benar tertuju pada pria itu. Tampak terlihat sangat menyedihkan dimatanya saat ini. Ingin sekali ia melangkah mendekati pria itu. Setidaknya mengatakan untuk jangan lagi bersedih. Karena orang yang ia tangisi saat ini mungkin saja bersedih melihatnya.

"Aku tak tahu siapa kau. Tapi yang jelas, kau harus kuat. Karena jika tidak, orang yang kau tangisi saat ini mungkin juga ikut bersedih melihatmu."

.

.

Hari-hari mulai berlalu dengan cepatnya. Tapi pria itu tampak masih sama seperti sebelumnya. Tak ada lagi keceriaan maupun senyumnya. Masih terduduk di atas tempat tidurnya dengan sebuah bingkai foto yang berada di pangkuannya.

Ceklek

Pintu kamarnya terbuka. Menampilkan sosok sang Ibu yang tersenyum padanya dengan membawa nampan berisi makanan dan segelas air.

"Selamat pagi, sayang."

Langkah Ibunya kini mulai mendekat padanya. Duduk di sisi tempat tidur tepat disampingnya.

"Bagaimana tidurmu semalam?"

Hanya senyuman tipis yang ia berikan pada Ibunya. Sedangkan sang Ibu pun hanya bisa memahaminya. Sang putra masih dalam keadaan bersedih saat ini. Bahkan pria itu tak melepaskan ataupun menjauhkan bingkai foto dimana sang putra dan kekasihnya nampak bahagia disana.

"Jin-a, kau sarapan dulu, hmm? Biar eomma membantumu makan."

Seokjin menggeleng. Mengambil alih nampan yang berada di pangkuan Ibunya.

"Jinhee pasti akan marah jika aku masih bersikap manja pada eomma. Aku bisa memakannya sendiri."

Ibu hanya tersenyum setelah menghela napasnya. Seokjin masih memikirkan Jinhee, sang kekasih yang beberapa hari lalu meninggalkan dirinya maupun dunia ini. Dan tidak ada yang bisa wanita itu lakukan selain terus berada di samping putranya.

"Baiklah. Eomma akan tinggalkan kau dulu. Jika kau butuh apapun, kau bisa panggil eomma."

Seokjin hanya mengangguk sekali. Memulai makannya sementara sang Ibu pun beranjak keluar dari kamarnya.

flower ring ❌ jinnieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang