Part 17

1.2K 151 3
                                    

Dua hidangan itu telah tersaji dihadapan masing-masing keduanya. Pun dengan sang pelayan yang berlalu dengan sopan sembari mengucapkan selamat makan bagi keduanya.

"Cobalah. Restoran ini adalah milik salah satu temanku. Aku jamin padamu jika makanan disini benar-benar enak."

Jennie hanya mengangguk sekali. Mulai mengambil garpu dan pisaunya untuk memulai makan siang mereka. Gadis itu mengangguk sekali ketika rasa dari makanan itu melewati tenggorokannya. Membenarkan ucapan Seokjin sebelumnya jika makanan di restoran itu cukup enak.

Keduanya makan dalam hening. Tak ada yang berbicara ataupun memulai pembicaraan. Seolah keduanya memang tak memiliki topik pembicaraan. Suara dentingan garpu dan pisau lebih mendominasi.

"Terima kasih untuk hari ini."

Seokjin menegakkan dirinya. Menatap pada Jennie yang baru saja memulai pembicaraan. Tersenyum setelahnya pada gadis itu.

"Tidak apa. Aku senang jika kau senang."

Jennie tak bisa membohongi dirinya. Jika ia merasa hatinya menghangat karena ucapan dan senyum pria itu padanya. Dan sudah dipastikan, rona merah di kedua pipinya akan terbentuk.

"Kau mau pergi kemana lagi setelah ini?"

Jennie menggeleng. "Tidak perlu. Mungkin hari ini sudah cukup. Aku ingin berbicara padamu sesuatu."

Seokjin tak tahu mengapa dia terlihat gusar saat ini. Mengetahui jika mungkin saja topik pembicaraan mereka pastilah adalah hal kemarin. Saat gadis itu membuatnya tak karuan hanya karena ia mengatakan bahwa ia tertarik padanya.

"Hmm. Katakanlah." Ucapnya berusaha untuk tetap tenang.

"Aku hanya ingin mengatakan apa yang ingin kukatakan. Jadi kumohon, dengarkan aku dan jangan memotongnya."

Tak ada jawaban dari Seokjin. Membuat Jennie hanya menganggap jika pria itu mengerti apa yang ia katakan.

"Namaku Kim Jennie. Aku baru berusia 28 tahun. Ulang tahunku adalah 16 Januari. Walaupun aku terlihat kuat dan berusaha untuk terlihat dingin, tapi Lisa mengatakan padaku jika aku adalah orang yang paling lemah di dunia ini. Dimana dia ingin sekali selalu melindungiku. Lalu alasanku untuk menyukaimu,"

Jennie menghentikan perkataannya. Menatap langsung pada kedua mata milik pria itu.

"kurasa, aku bahkan tak tahu kapan rasa itu datang padaku. Aku tahu, sulit bagimu untuk melupakan Jinhee. Apalagi, dia meninggal dihadapanmu sehari sebelum pernikahan kalian. Tapi, tak bisakah kau memberikanku kesempatan? Aku akan menunggumu. Bahkan jika aku lelah, aku tak akan pernah berhenti untuk tetap menunggumu. Tidak apa. Kau tak perlu terburu-buru. Aku akan selalu setia."

Seokjin masih diam. Membuat Jennie yang melihat itu benar-benar merasa gugup hanya karena menunggu reaksi apa yang pria itu berikan.

Helaan napas terdengar. Pun dengan Seokjin yang kini mulai beranjak sedikit mendekat. Menumpukan satu tangannya di atas meja dan menatap pada gadis dihadapannya.

"Aku tidak tahu jika kau memiliki sisi yang menggemaskan seperti tadi."

"Huh?"

Dan kebingungan gadis itu membuat Seokjin tak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Aku akan memikirkan lagi ucapanmu tadi. Tapi sekarang, kau yakin tak ada lagi tempat yang ingin kau datangi?"

Jennie masih terdiam. Pun dengan perasaanya yang kini sedikit menjadi lega karena setidaknya, ia akan mendapatkan sebuah kepastian dari pria dihadapannya.

"Ada suatu tempat yang ingin aku kunjungi. Tapi sepertinya, tempatnya cukup dari kota."

Seokjin mengangkat satu alisnya. "Dimana itu?"

flower ring ❌ jinnieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang