Chapter 9

29 5 1
                                    

   Hari ini Anggota persiapaan Malam Pelepasan, dan OSIS Inti di berikan dispensasi untuk tidak mengikuti pelajaran, Karena beberapa guru sedang mengajar kelas tambahan untuk kakak kelas. Dan beberapa guru lain pergi untuk menghadiri rapat yayasan, jadi kami mengambil waktu tersebut untuk memantapkan acarany. Kami kumpul di ruang serbaguna, tapi Otha belum terlihat ruang rapat, jadi kami mengundur sedikit waktu rapat untuk Otha.

"Otha kemana, el?" tanya Deske kepadaku. Deske adalah team inti kami, yang posisinya sebagai bendahara, Sekaligus teman curhatku

"Tadi di belakang kita ko, cuman pas kita masuk gue gak ngeliat lagi."

  Lalu tak lama pintu ruangan terbuka, Otha datang yang langsung menempati meja khusus yang memang disediakan untuk tim inti. Tak lama setelah itu Nina masuk ke dalam ruangan, yang langsung menarik tangan Brenda yang sedang mengatur meja untuk rapat lima menit lagi.

"Lu gimana Brenda!" Bentak Nina. "Lu bilang semuanya lancar, udah di tanganin semua. Mana kerja lu?!" mendengar suara Nina kian mengeras, aku bangun dari tempat dudukku. Otha masih duduk di kursinya sambil melihat Nina.

"Nin, ada apa?"

"Gimana Brenda, bilang kalau memang gak sanggup buat megang acara ini." Nina terus berbicara tanpa memperdulikan keberadaanku.

"Maaf ka, tapi semuanya memang sudah di lakukan sesuai rencana." jawab Brenda.

"Apannya yang sesuai rencana?!"

"Nina!" suaraku ku buat agak keras, supaya dapat meredam suara Nina. "Brenda ini ada di bawah tanggung jawab gue, Otha nyerahin kepanitian ini ke gue. Dan semestinya, kalau ada masalah lu harusnya bicara sama gue, dan gak bisa seenaknya langsung nembak Brenda gini!" 

"Kasih tau sama anggota lu, kalau memang gak bisa ngehandle acara ini mending lepas ajah!" 

"Heh Nina." Suara Otha tiba-tiba membuat suasana kian mencekam. "Attitude lu ancur abis, gak nyangka gua orang dengan sikap begitu bisa jebol tim inti." Ucap Otha dengan santai, tapi sorot matanya seolah hendak membunuh seseorang.

"Otha, kok lo malah nyalahin gue?" 

Otha berdiri dari bangkunya, dan merapihkan celananya lalu melangkah kearah kami bertiga. "Gua mesti bicara sama Nina dulu, Ella sama Deske disini ajah bantu Brenda nyiapin rapat." 

"Ayo?!" Ucap Otha kepada Nina. Nina membalikkan badan dan berjalan dengan sangat cepat mendahului Otha keluar ruangan.

"Ella." Panggil Sang ketua OSIS sebelum benar-benar melangkahkan kakinya. "Tolong pastiin semua aman, jangan sampai mengecewakan."

"You can count on me."

***

 Setelah rapat pagi selesai, Julian menghampiriku saat jam istirahat siang. Aku melihat dia sangat lelah, fikiran awalku ingin mengejarkan tugas sekretarisnya bersama ternyata tidak ada yang terlaksana sama sekali. Dia menyelesaikannya sendiri, hanya sesekali konsultasi denganku via Line.

"Ka, sebenernya surat undangan itu masih milih model atau gimana ya?" 

"Lho enggak lah, kemarin kata Brenda udah masuk percetakan?" Mendengarnya berbicara seperti itu membuatku kaget.

"iya tapi masih di pilih lagi?" tanya Julian dengan muka bingung, yang membuatku makin sayang, namun berusah profesional.

"Maksudnya gimana si, gak ngerti omongan lu."

"YaAllah. Jadi tadi aku dapet beberapa model undangan dari Atta, katanya suruh tanya tim inti mau ambil yang mana?" 

"YaAllah!" setelah mendengar jawaban Julian, entah kenapa kaki ku berlari menuju ruang OSIS. Meninggalkan Julian di depan loker kelasku.

Aku membuka pintu ruang OSIS, Otha sedang memainkan gitar di sana, Nina dan Deske sedang berbagi menonton film bersama. "Tha, lo ngasih perintah surat undangan buat di vote lagi?" 

"Kagalah."

"Wha, parah. Bentar deh" lalu aku keluar dari ruangan, dan membuka handphone ku untuk menghubungi Brenda. Aku menunggu cukup lama, setelah Brenda mengangkat teleponnya aku langsung menyuruhnya menemuiku di ruang serba guna.

 Brenda datang ke arahku dengan berlari, tangannya penuh dengan proposal. Ku tebak dia habis dari ruang guru, konsultasi dengan penanggung jawab OSIS. 

"Brenda, lo bilang undangan buat senior udah rapi?" ucapku tanpa basa-basi lagi, tanpa menunggu Brenda mengambil nafas.

"maaf ka sebelumnya, kita masukin ke percetakan di tempat lain."

"Hah, kenapa yang kemarin?" tanyaku dengan sorot mata tajam. "Kemarin lo yakinin kita kalo gak ada masalah sama undangan?" 

"Maaf ka, tapi kemarin memang ada kendala punya kita gak ditangani cepat sama orang percetakannya." 

"Gamungkin." 

"Brenda, pokoknya undangan harus rapih sesuai tanggal yang kita sepakatin di awal, gak ada waktu tambah." Tambahku yang mengakhiri pembicaraan kami sampai disitu.

 Aku kembali ke ruang OSIS, dan langsung disapa oleh pertanyaan dari Deske, dan Nina. Dan akhirnya kami membahasanya bersama, obrolan kami bisa membuat hatiku sedikit tenang. Anggota Brenda beberapa kali datang keruangan kami, untuk konsultasi.

DEAR JULIAN [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang