Sabtu pagi yang seharusnya ku gunakan untuk bermalas-malasan di kasur, sekarang berganti menjadi Sabtu Pencitraan. Pukul 7 pagi Julian sudah datang ke rumahku, niatnya Julian ingin mengajakku lari pagi, tapi karna aku kehilangan Mood untuk olahraga pagi itu, aku memutuskan untuk menonton film bersama di ruang keluarga. Beruntung Netflix ku baru diisi oleh Papa jadi mulus deh modusku.
"AHH! Aku pengen Jogging." Ucap Julian sambil melempar bantal leher ke arahku.
"Dih! Yaudah sana lari, kan kamu yang gendut." Jawabku yang melemparkan bantal kembali ke wajah Julian.
"Ah tapi udah panas, kamu si nahan-nahan aku."
"Mana ada, kamu ajah murahan mau ajah aku ajak nonton."
"Yaelah." Jawab Julian dengan wajah tanpa ekspresi, Julian kembali menatap layar TV dengan bete.
"Jul, keluar yuk!" Aku berdiri lalu menarik tangannya ke depan.
"Ah gamau, ngapain si El nonton ajah dulu." Jawabnya sambil menahan tarikan tanganku.
"Aku laper, Jul."
"Makan lah itu, kue banyak juga."
"Mau bubur, ayo keluar."
"Gamauuuuuu." Julian kemudian menutup wajahnya dengan jaket biru polos miliknya.
"Parah banget, nanti kalo aku mati kelaperan gimana? Siapa yang mau ngelarin anggaran Elit CUP, sama KAB. Aku aset sekolah lho, bayangin kalo ampe aku mati karna nahan laper OSIS bakal rugi besar, mungkin juga bisa kelilit hutang."
Julian membuka jaketnya, dan menatap ke arahku sambil menunjukkan senyum manisnya. "Kamu gila ya, orang kamu juga belum megang uang apa-apa dari OSIS. Jadi mereka gak akan rugilah." Aku tidak menduga ternyata jawaban itu yang keluar dari mulutnya, aku berusaha menahan senyum, dan mencoba membalas perkataannya tapi Julian buru-buru menutup mulutku dengan tangannya. "Udah jangan ngomong mulu, sakit kuping ku. kamu kalo di rumah serusuh ini ternyata."
Lalu kami berjalan kelur rumah, tapi tepat ketika aku menginjakan kaki kananku keluar pintu rumah, Julian kembali memerintah seperti saat kemarin. "El, mau coba pake kerudung gak?"
"Siapa?" Tanyaku yang seperti tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Julian.
"Kamu lah, yakali aku."
"Buat kemana pake kerudungnya?"
"Buat ketukang bubur." Jawabnya sambil senyum-senyum ke arahku.
Aku belum menjawab perkatannya, sampai Bunda datang dari pasar bersama Papa. Seperti biasa Bunda seolah-olah selalu tersihir dengan sikap Julian, menurutnya Julian adalah tipikal pria yang sangat bertanggung jawab, dan punya pendirian. Bunda juga pernah bilang kalau saat ini Bunda seumuran dengan ku, Bunda akan mati-matin mendapatkan hatinya. Hehehe, aku juga begitu sih bun.
"Hi Juli." Sapa Bunda, yang langsung di sambut dengan salam dari Julian.
"Oh iya Julian, kenalin ini Dady nya Ella." Lalu Julian beralih ke Dad dengan senyuman yang terus mengembang dengan manis di wajahnya.
"Pagi om, saya Julian temannya Ella." Sapa Julian hangat.
"Ya Om sering dengar tentang kamu di telepon, tapi baru hari ini sepertinya melihat wajahnya secara langsung ya?" Jawab Dady yang pertama kalinya ramah kepada teman laki-laki ku, sejak terakhir aku punya sahabat sd ku bernama Natan. Oh ya, bagi kalian yang belum tau Dad bekerja sebagai pilot, sekalinya bekerja bisa sampai berbulan-bulan tidak bertemu.
"Iya bunda yang ngomongin Julian, kalo aku si gak pernah." Timpalku.
"Lho kok Bunda, kamu boongin Julian mulu nanti dia diambil anak tetangga lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR JULIAN [TAMAT] ✔️
Fiksi Remaja"Ella kamu cantik pas kamu pakai Hijab" Juli menatapku lalu tersenyum. Aku merasa seperti Wanita yang paling istimewa karena mendapatkan Juli di sampingku.