Chapter 15

34 3 0
                                    

    dua bulan setelah acara prom night angkatan Gamma. Aku juga sudah memulai menjalani kegiatan di kelas 12, baru memulai saja aku sudah tertekan. OSIS kembali di sibukan lagi, setelah beberapa saat di berikan waktu untuk beristirahat. Lima bulan  yang akan datang kami akan melaksanakan Kreasi Anak Bangsa atau biasa disebut Pentas Seni (PENSI). Untuk struktur panitia KAB kami tidak perlu bingung memilih nama-namanya lagi, karena kami sudah membentuknya dari jauh-jauh hari ketika pertama rapat awal tahun.

   Hari ini Otha mengumpulkan anggota OSIS di ruang serbaguna untuk mulai menjalankan tugasnya, aku mendapatkan tugas juga dari KAB sebagai bendahara. Sebenarnya aku sempat menolak ketika ditunjuk menjadi bendahara, tapi ketika rapat tim inti Otha menyampaikan terlebih dahulu kalau hal-hal yang bersangkutan dengan dana harus dipegang oleh tim inti, dan ternyata aku yang mendapatkan kepercayaannya. Deske memegang tugas sebagai koordinator Acara, kalau dibilang tim inti tetap memegang peran penting dalam KAB. 

"Sore semua, hari ini saya akan memberitahu kalau KAB sudah resmi dibuka dan akan mulai produktif mulai besok. Jadi saya minta untuk teman-teman mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk kegiatan KAB dan dilaporkan ke saya pada pertemuan selanjutnya. Khusus untuk Divisi Sponsorship, HUMAS, harap menemui saya setelah ini untuk membicarakan hal-hal mengenai KAB." 

   Setelah Otha menyampaikan beberapa hal lain lagi, banyak anak-anak yang terus memberikan pertanyaan seputar KAB yang mungkin beberapa masih belum sepenuhnya mengerti tugas mereka. Dan akupun baru sadar kalau ternyata Julian menduduki posisi di HUMAS, yang artinya aku akan melihat wajahnya terus, yes!

***

   Hari ini aku bangun terlalu siang, karena tadi malam Bunda mengeluarkan omelannya yang sepertinya telah merusak telingaku. Bunda bilang aku harus keluar dari OSIS ku itu, karna menurutnya itu memakan waktu belajarku, dan waktu istirahat. Tapi aku yang keras kepala terus menolak ucapan Bunda.

"Ka, pagi ini Bunda gak mau tau ya kamu gak boleh pulang sore lagi."

"Iya hari ini pulang cepet." Jawabku singkat, sambil memasukkan roti ke dalam kotak makan.

"Setiap hari, gak boleh pulang magrib lagi." 

"Bun, kakak masih punya tugas dan itu yang terakhir di OSIS toh setelah itu lepas jabatan fokus UN." 

"Haduh kak, gimana ya Bunda si dukung kamu aktif kaya gitu, cuman kan tetap prioritas kamu itu belajar akademiknya di sekolah. Kamu udah taun terakhir lho kak, kalo kamu gagal mau jadi apa nanti." 

"Iya bun, nanti aku coba ngomong sama anak-anak supaya aku bisa kurangin tanggung jawab di OSIS." Aku menatap Bunda dengan senyuman. "Maaf ya bun, tapi aku janji kok gak bakalan ngecewain." Sambungku, lalu wajah Bunda yang tadinya cemas berganti menjadi senyum bahagia yang sangat kusuka.

   Pagi itu pukul 7 aku berangkat dari rumah menuju sekolah, ya hari ini aku benar-benar terlambat. Dan hari ini Ayah berangkat kerja sangat pagi, aku terpaksa harus mengeluarkan sepedaku dari garasi mobil, aku berjalan ke sekolah dengan sangat santai. Menurutku, sampai keringat membasahi seluruh tubuh pun tidak akan membuat aku lolos dari teguran guru piket hari ini, jadi aku memutuskan untuk melakukannya dengan totalitas. 

"Ella, kenapa baru sampai?" Tanya Bu Retno yang hari itu mendapat tugas sebagai guru piket.

"Maaf bu, tadi di rumah gak ada orang saya jadi terlambat sekolah udah gitu saya harus naik sepeda yang bannya bocor." Jawabku dengan beberapa kebohongan untuk membantuku masuk ke dalam kelas.

"Astaga! udah segede gini ke sekolah ajah harus di bangunin?" Tanyanya dengan suara tinggi.

"Mana hape kamu?" Lanjutnya.

"Punya saya?" 

"Ya iyalah punya kamu, masa punya saya." Lalu aku memberikan handphoneku kepada Bu Retno. "Passwordnya apa ini?" Tanyanya yang memberikan handphoneku kembali.

"Nah tuh udah, kalau begini kamu gak bakalan kesiangan lagi. Udah sana masuk ke dalam."

   Setelah berjalan beberapa langkah menjauhi bu retno, aku melihat ke layar handphoneku apa yang guru killer itu lakukan, dan ternyata dia memasangkan alarm di handphoneku. Bukan hanya satu, melainkan 5 alarm dengan selang waktu 5 menit pukul 06.00-07.00. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tertawa geli sendiri.

   Aku masuk ke dalam kelas sambil menyerahkan surat izin terlambat kepada guru yang sedang mengajar di kelasku, seharusnya aku tidak boleh diizinkan masuk ke dalam kelas biasanya anak-anak yang telat lebih dari jam 7 tidak diizinkan mengikuti satu jam pelajaran, dan di berikan hukuman lainnya. Tapi anehnya aku diizinkan masuk, bu retno memang beda. 

  Ketika istirahat aku langsung pergi ke ruang OSIS, karena Bunda sudah memberi peringatan untuk tidak pulang sore, jadi aku memutuskan untuk mengerjakan tugas OSIS ketika jam istirahat jadi aku menggunakan jam sore hanya untuk rapat yang benar-benar mendesak. Aku sudah mulai membuat list anggaran untuk kegiatan Elit CUP, yang berisikan rangkain lomba-lomba antar sekolah. Ketika aku sedang fokus menatap layar laptopku tiba-tiba dari jendela kaca ada seseorang yang memanggil namaku.

"Ka, ngerjain bareng ya." Ucapnya ketika aku membukakan pintu. Ya itu Julian, kalian benar.

"Kenapa harus bareng?" Tanyaku yang kembali duduk di belakang layar. 

"Karena kalo ngerjain sendiri bosen, ujung-ujungnya aku nonton anime." 

"Yeu maunya." 

"Ka El, itu lagu ganti dong jelek banget." Pintanya, aku menatapnya dengan tatapan bete tapi penuh kasih sayang. Kebiasan kami kalau mengerjakan tugas bersama pasti ribut tentang masalah selera musik. 

"Ahh gak! Selera musik kamu yang jelek Jul." 

"Enak ajah aku yang dikatain, jelas-jelas kamu yang cacat." Lalu Julian berdiri dari lantai dan berjalan ke mejaku dan berdiri tepat di depanku. "Heran si aku, kok bisa suka sama cewe yang seleranya aneh gini." Sambungnya. 

"Biar aneh gini aku cantik." Jawabku sambil memeletkan lidahku kearahnya. 

"Boleh lah boleh. Tapi El, dengerin deh cover-annya kobasolo itu enak parah." 

"Ah ngomong mulu, nanti keburu bell masuk." Ucapku yang mencoba serius tapi nyatanya selalu tertawa di akhir. Aku memberikan laptop ku kepada Julian untuk mengganti lagu baratku menjadi Jepang. 

      Lalu kami mendengarkan lagu pilihan Julian sambil mengerjakan tugas kami masing-masing, tidak banyak bicara tapi ketika mata kami bertemu selalu ada senyuman manis yang di berikan. Sampai detik ini kalau Julian melakukannya, aku merasakan getaran kuat di dalam dadaku. Entahlah, mungkin memang gila tapi perasaan ini nyata.

DEAR JULIAN [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang