"Joses....." panggil gadis itu pada seseorang lelaki berseragam sekolah SMA tersebut.
Sedangkan yang dipanggil itupun masih sibuk dengan barang yang ia cari di rumput-rumput itu.
"Kenapa kak?" baru menyahutinya.
"Kita pulang aja yuk, Jo?" ajak Alya yang sudah duduk lemas di bangku itu.
"What? Back to home?" mendengar ajakan pulang itulah yang membuat Joses shock.
Bukanlah sang kakak yang paling ambisius untuk menemukan gantungan kunci itu. So, kenapa sekarang malah mau pulang? Padahal kan gantungan kesayangan kakaknya belum ketemu.
Yang ditanya pun hanya mengangguk lemas saja.
"Kita cari lagi deh ya?" membujuk Alya.
"Ada yang aneh nih sama kakak gue." berbicara dengan hatinya itu.
Telapak tangan kanan Joses, ia segera tempelkan tepat di jidat kakaknya itu, "gak panas kok. Masih normal." sembari menempelkan pada pantatnya. Menyamakan suhu tubuh Alya.
"Sialan lu, Jo! Gue sehat tahu!" melihat tingkah aneh adeknya itu, ia merasa kesal sekali.
"Kali aja lu sakit kak," sekali lagi masih sama, menyamakan suhu jidat sang kakak lalu ditempelkan ke pantatnya itu.
Plak!
"Auuu... sakit tau!" sambil mengelus-elus tangannya yang beberapa detik lalu dipukul oleh sang kakak.
"Lagian ngapain sih? Gue tuh gak sakit tahu!" merengut kesal kata Alya.
"Abisan kan lu yang ngebet banget buat cariin tuh gantungan, Kak." sahut Joses yang sedikit merasa aneh dengan tingkah kakak itu.
"Entah, kakak capek, Jo. Kita udah cari ke mana-mana. Tapi apa? Hasilnya nihil, gak ketemu sama sekali." menunduk sembari memengangi kepalanya itu. Pusing.
"Ya udah, biar gue yang cariin. Lu duduk di sini aja ya, Kak!" macam perintah pada Alya. Kasihan juga sebenarnya.
"Ya udah, kamu aja yang nyari. Kakak pasrah aja, Jo." kata Alya sambil tersenyum pada Joses. Senyum yang tak seperti biasanya. Ehm, lebih tepatnya senyum yang terpaksa.
Sudah menyerah duluan karena sudah berjam-jam mencari tetapi tak ada hasil dan bertemu gantungannya itu. Hal itulah yang membuat Alya pasrah.
Ketemu, ya syukur. Gak ketemu, juga gak apa-apa. Itu yang ada di pikiran Alya.
"Ya udah, kakak duduk aja dulu di situ," unjuk Joses pada bangku taman yang kosong itu di sana, "biar Joses yang lanjutin carinya."
"Are you sure, honey?" bertanya dengan muka yang sok diimutkan, ditambah lagi dengan suaranya sok dilembut-lembutkan.
"Euwww...." merasa jijik dengan panggilan dari sang kakak dengan kata 'honey' membiat dirinya ingin muntah mendengarnya.
"Etdah, dipanggil sayang malah kek gitu!" ucap Alya dengan muka malesnya itu.
"Lu kan manggil gue sayang kalau ada maunya doang!" sudah tahu akal bulusnya sang kakak.
"Hehehe.... tahu aja adek gue ini!" sambil tertawa mesem, "ya udah sih, jangan gitu sama gue. Kakak lu sendiri juga!" malah balik lebih sewot lagi Alya.
"Perempuan tak mau disalahkan." dalam hati Joses berkata.
Bisa bahaya jika dia berbicara langsung di depan kakaknya. Bisa habis dirinya saat itu juga, alias perang dunia ke 3 bagi dirinya dan Alya.
Lebih baik mengalah. Itulah yang dia pikirikan. Dan, itu juga jalan alternatifnya jika menghadapi perempuan yang sedang sensi. Apalagi kalau sedang masa-masa PMS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Friend or Friend of Life?
Romance"Oh gitu, Abang lagi main ini nih!" "Itu apaan, Bang? Kok Dedek gak pernah lihat sih mainan kaya gitu?" "Ini namanya miniatur tentara, Dek. Tapi, mainan ini versi mininya. Jadi, ceritanya lagi main perang-perangan." "Oh iya, nanti kalau Abang suda...