"Haaeee..... selamat malam buat kamu yang gue sayang!" teriak Lando sangat girang sekali keliatannya. Sembari meletakan kunci motor milik Dion di atas meja. Sambil cipika-cipiki ala emak-emak rempong.
Sontak membuat Dion langsung siap melayangkan tangannya itu ke muka milik Lando.
"Bakal melayang ini tangan ke muka lu!!"
Sedangkan yang mendapatkan ancaman itu hanya tersenyum macam orang gila.
"Oh iya, ini pesanan lu. Lu harus coba, enak rasanya. Gak nyesel lu titip sama gue." masih dengan muka yang amat sumringah.
"Iya, makasih, Ndo." ucap Dion datar.
Ia memperhatikan gerak-gerik dan muka adek ketemu gedenya itu yang amat manja tersebut.
"Muka lu kenapa? Kok bisa sampai babak belur gitu sih?" tanya Dion yang langsung menangkup muka adek manjanya itu dengan kedua tangannya.
"Hehehe.... gapapa kok, Bang." sambil tersenyum riang.
"Eh, dasar gila!" sembari memukul lengan Lando, "muka udah kaya apaan tau gitu, masih aja cekikikan kaya orang gila!"
"Enak aja adek sendiri dibilang gila!" protes Lando, tapi masih dengan senyum sumringahnya.
"Ini efek jatuh cinta, Bang." masih aja tersenyum.
"Dasar pea! Lu babak belur abis berantem ya?"
"Hehehe....." dasar Lando ini.
"Eh, gue tanya. Yang gue butuhin itu jawaban, bukan cengegesan lu yang gak jelas itu!" kesal Dion dibuatnya.
"Etdah, lu kagak ngerti banget sih, Bang! Lagi bahagia nih gue!"
"Emang otak lu gak waras, Ndo! Muka babak belur dah kaya apaan tau, malah bilang lagi bahagia!" geleng-geleng kepala Dion dibuatnya.
"Lu inget kan, cewe yang gue ceritain ke lu itu? Yang sempet gue tabrak, abis itu gue ketemu sama dia lagi di pombensin?"
Diam sejenak, "iya, gue inget," kata Lando.
"Kenapa emangnya? Wah, jangan-jangan muka sampai babak belur gini gara-gara lu ditampol ama tuh cewe ya? Ngaku lu!" tebak Dion.
Bugh.
Memukul lengan Dion.
"Bukan itu maksud gue, abang pea."
"Sini duduk dulu!" menyuruh Dion untuk duduk di sampingnya.
Dengan santai, Dion pun menurut untuk duduk. Jangan lupakan sate ayam yang masih ia tenteng tersebut di tangannya.
"Jadi gini ceritanya,"
Flashback
"Tolong..... tolong....."
Nah lho. Suara apaan tuh? Bukan-bukan, ini bukan suara yang tidak kelihatan.
"Jangan! Jangan ambil tas saya!!!"
Tuhkan! Telinga gue masih waras dan masih berfungsi kok. Ada orang yang teriak minta lontong.
Eh, salah. Maksud gue, ada orang yang teriak minta tolong.
"Tolong..... jangan ambil tas saya!"
"Jambretttttt......."
Gue pun melihat di ujung gang sana. Ada dua laki-laki berjaket kulit hitam itu sedang berusaha mengambil tas yang dibawa oleh orang itu.
Segera gue pun menancap gas, dan berlalu bersama dengan motor yang gue bawa ini ke arah ujung gang sana.
"Baru gue bilang, takutnya ada apa-apa. Eh, beneran kejadian." kata gue membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Friend or Friend of Life?
Romance"Oh gitu, Abang lagi main ini nih!" "Itu apaan, Bang? Kok Dedek gak pernah lihat sih mainan kaya gitu?" "Ini namanya miniatur tentara, Dek. Tapi, mainan ini versi mininya. Jadi, ceritanya lagi main perang-perangan." "Oh iya, nanti kalau Abang suda...