Chapter 13

1.7K 112 9
                                    

~Apa ini yang dinamakan takdir berjodoh dengan dia? Rasanya beda sekali pertemuan ini. Semoga di lain hari kita bertemu dengan suasana yang berbeda~

~Lando Sebastian~

Lando POV

Memang pas sih, sekarang tanggal merah. Waktu yang pas untuk berlibur. Ehm, mau libur atau dinas. Rasanya sama aja deh kalau buat gue, mah. Sama-sama mendekap di barak.

Sedihlah nasib gue ini. Bang Dion pergi diajak sama Komandan. Bang Tama pergi. Iya, pergi bareng alias meet up sama pacarnya itu. Lah gue? Beh, gak usah ditanya lagi lah. Malam-malam gini, hanya ditemanin dengan gitar, handphone, bulan, bintang, dan dinginnya malam hari ini.

Nasib jomblo gini amat ya. Libur gini biasanya apel ke rumah pacar. Eh, sekarang boro-boro apelin rumah pacar. Lost contact iya malah. Sekarang hanya memberi kabar sama bapak dan ibu. Sudah jauh dari orang tua pula. Setidaknya memberi kabar kalau anak gantengnya ini baik-baik saja.

Di sini gue masih sendiri. Sedangkan mantan, alias Gabriella udah nikah sama lelaki yang dijodohkan oleh mamanya itu. Ehm, zaman Siti Nurbaya sekalilah pemikiran ibunya itu.

Istilah yang pas buat gue sekarang ini adalah, ditinggal mantan nikah.

Ah, rasanya gabut banget gue di barak. Cuma main game dan bergantian bermain gitar.

Melirik jam tangan yang bercorak army  di pergelangan tangan ini. Waktu menunjukkan pukul 19.46, perut gue kali ini gak bisa diajak kompromi banget. Sudah minta jatah disogok makanan.

Ah, kayanya cari makanan di luar enak kali, ya? Ehm, sekalian cari udara segar, deh. Daripada gue mendekap mulu di barak. Bukannya gue kenyang, inget mantan udah nikah iya. Bah, rasa sakit ditinggal mantan nikah itu lebih dalam, daripada diputusin. Itu sih kalau menurut gue.

Tanpa berlama-lama terlarut dalam kesendirian di barak ini. Segera gue pun mengambil kunci motor di nakas itu. Mencari makan di luar, sekaligus mencari udara segar malam-malam di Singkawang. Menjadi anak rantau dan jauh dari orang tua.

Hahaha... bentar, sebenarnya ini kunci motor milik Bang Dion. Ya, pinjem dulu lah. Jika kalian bertanya di mana motor milikku? Akan kujawab.

Motor kesayangan gue itu ada di bengkel. Ya, karena ada yang buat motor kesayangan itu mogok.

Libur tanggal merah seperti ini bukan malah membuat jalanan renggang, akan tetapi malah makin ramai. Seperti saat ini, jalan raya di malam hari ini sangat ramai sekali.

Yap, sebenarnya sih bukan ramai karena ada yang heboh. Tapi, di sini ramai karena di setiap malamnya selalu ada pedagang kaki lima yang berjualan di pinggiran sana. Ehm, mata ini masih terus menjelajahi tempat makanan para pedagang kaki lima itu.

Berbagai jenis makanan terjual di sana. Ada bakso, mie ayam, nasi goreng, dan masih banyak lagi lainnya. Ehm, tapi mata dan perut mengajak untuk menikmati pedagang sate itu. Ya, sepertinya malam-malam gini enak makan sate.

Kaki ini pun segera melangkah ke arah penjual sate itu. Wah, gileee.... rame banget nih yang beli satenya. Azzz.... ngantri banget nih? Udahlah, bodo amat. Yang penting perut gue bisa kenyang.

"Bang, saya pesan satenya ya!" ucapku memesan pada penjualnya.

"Pesan berapa tusuk, Mas?" balasnya itu, tapi tangannya masih fokus mengipas-ngipas sate dengan kipas bambu itu dan dibantu dengan kipas angin kecilnya tersebut.

"15 tusuk sate ayam ya, Pak!" kataku pada penjualnya.

"Pake lontong gak?" tanyanya lagi.

"Pake 2 lontong ya, Pak!"

Childhood Friend or Friend of Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang