"Joses, pokoknya gue gak mau tahu. Nanti, lu harus temenin gue ke taman yang kemarin!" kata Alya yang sudah bingung bagaimana dengan gantungan tedy bear yang amat ia sayangi itu.
"Tapi, gue nanti ada kegiatan tambahan di sekolah, Kak." kata Joses sembari memakai sepatu hitam sekolahnya itu.
Beginilah pagi hari ini. Suasana tak secerah langit yang terang menderang di atas sana. Seakan sang mentari tak tahu apa yang dirasakan oleh Alya.
"Ayo lah, Jos. Kali ini aja lu temenin gue!" pinta Alya dengan muka melasnya.
"Gak tau juga gu...."
"Tidak ada kata penolakan! Please, kali ini aja, Jos."
Sekali lagi Alya memohon pada sang adek dengan muka baby face nya itu. Hal itu tentu saja membuat Joses tak tega melihat sang kakak seperti itu.
Ginilah efek jika barang kesayangan sang kakak itu hilang entah ke mana itu. Jika barang itu rusak, ia tak akan segalau ini. Tapi, jika barang itu hilang, percayalah dia akan lebih melow dari apapun itu.
Seperti yang terjadi saat ini. Panik sendiri Alya dibuatnya.
Walaupun begitu, Joses bisa memahami sang Kakak. Karena apa? Ya, karena itu adalah barang kenang-kenangan dari sang sahabat masa kecilnya. Sahabat yang sudah bertahun-tahun tak bertemu. Apalagi hanya barang itu yang bisa memberi pentunjuk, bahkan mempertemukan kakaknya dengan sahabat masa kecilnya itu.
"Iya, Kak. Nanti pulang sekolah kita langsung ke taman yang kemarin ya?" akhirnya Joses bisa menemani sang kakak.
Jelas saja Alya langsung tersenyum bahagia sekali jika sang adek mau menemaninya kembali ke tempat yang kemarin. Ya, walaupun sebenarnya ada rasa sedih yang terselip di hatinya, karena barang kesayangannya itu hilang entah kemana.
"Makasih ya, adekku sayang!"
"Sama-sama, Kak. Nanti pulang sekolah, gue jemput lu aja, ya?" kata Joses yang langsung duduk di kursi meja makan itu.
"Boleh, terus motor nanti taruh dimana, Jo?"
"Motor kakak nanti taruh aja di sekolah dulu. Selepas dari taman, kita nanti balik lagi buat ambil motornya. Ok?" saran Joses itu.
Dengan senyum senang, Alya mengangguk pasti, "maaf ya, kalau gue ngerepotin lu, Jo?" merasa tak enak sekali Alya pada sang adek.
"Gak apa-apalah kak, gue sebagai adek kan harus selalu ada di saat lu membutuhkan. Selagi gue bisa bantu, pasti gue pun siap membantu." tumben sekali nih anak jadi kek begini? Maybe, kasihan.
"So sweet!!!!" dengan muka sok-sok digemesin dan suara sok imutnya itu.
Hal tersebut tentu saja membuat Joses jadi jijik melihat tingkah sang kakak yang alay nian itu, "gak usah jadi cewe alay deh!" kesal Joses dibuatnya.
"Ah, jangan gitu dong kamu!" makin alay lagi justru Alya.
"Lu masih kaya gitu terus, gak bakal gue nemenin lu nanti ke taman!" ok, ancaman yang tak mungkin Alya langgar.
"Eh, iya-iya. Gak, gak kok, gak alay lagi deh," diam dan kembali normal lagi Alya karena mendengar ancaman dari sang adek tengil nan ganteng itu.
Terdengar suara Mama Alya itu pun memanggil. Segera mereka semua berkumpul di meja makan untuk makan pagi bersama.
Indah sekali tiap hari bisa makan dan berkumpul bersama di meja makan ini. Ya, walaupun hanya sebentar saja. Tapi, semua itu berharga sekali bagi Alya dan Joses yang mempunyai orang tuanya itu bekerja tiap harinya, bahkan lembur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Friend or Friend of Life?
Romance"Oh gitu, Abang lagi main ini nih!" "Itu apaan, Bang? Kok Dedek gak pernah lihat sih mainan kaya gitu?" "Ini namanya miniatur tentara, Dek. Tapi, mainan ini versi mininya. Jadi, ceritanya lagi main perang-perangan." "Oh iya, nanti kalau Abang suda...