Prologue

3.8K 224 28
                                    

"Alya, kamu lagi ngapain di situ?" tanya anak laki-laki berumur 8 tahun itu. Anak ini asik seiali memainkan miniatur yang berbentuk tentara lengkap dengan alat perang dan mobil-mobilan kecil itu, ditambah lagi dengan tank itu.

"Dedek lagi main guru-guruan. Ceritanya Dedek jadi gurunya, terus Bearnya jadi muridnya deh. Abang lagi main apaan sih? Kok Dedek gak pernah lihat mainan itu deh!" sahut anak anak perempuan manis itu.

Mereka berdua bukan saudara kandung, hanya saja orang tua mereka berdua sudah mengenal sejak zaman muda dulu. Hingga pada akhirnya persahabatan kedua orang tua ini menurun ke anak-anak mereka.

Anak perempuan manis ini berumur 5 tahun, pantas sajalah ia memanggil lelaki yang sedang bermain miniatur tentara itu dengan sebutan 'Abang'. Sedangkan anak kecil perempuan ini, ia sedang asik bermain menjadi seorang guru, dan boneka Bearnya itu merupakan boneka kesayangannya yang besar berwarna coklat. Boneka itu ia perankan menjadi seorang murid.

"Oh gitu, Abang lagi main ini nih!" ucap lelaki kecil itu sembari menunjukkan miniatur seorang prajurit tentara lengkap dengan helm dan senjatanya itu yang tergantung rapih di tubuh miniatur tentara tersebut.

"Itu apaan, Bang? Kok Dedek gak pernah lihat sih mainan kaya gitu?" tanya anak gadis itu dengan pensarannya. Pasalnya anak perempuan ini hanya tahu mainan boneka, barbie, mobil-mobilan, dan lain sebagainya. Kecuali yang sedang dimainkan oleh sahabatnya itu. Mainan itu terlalu asing di matanya.

"Ini namanya miniatur tentara, Dek. Tapi, mainan ini versi mininya. Jadi, ceritanya lagi main perang-perangan." jelas lelaki kecil ini dengan sabar gadis kecil ini, ia hanya mengangguk, walaupun tak tahu jelas.

"Oh iya, nanti kalau Abang sudah besar, cita-cita Abang jadi apa?" tanya gadis kecil ini sambil memperhatikan sahabatnya yang masih asik dengan mainannya.

"Nanti kalau Abang sudah gede, cita-citanya sama kaya Papa aja, jadi tentara." kata anak kecil laki-laki itu sangat pasti dan yakin.

"Kalau nanti Dedek udah besar, Dedek mau jadi apa?" tanya laki-laki ini balik kepada sahabat yang ia sayangi itu.

"Emm, kalau Dedek udah gede nanti mau jadi guru. Biar nanti anak-anak yang Dedek ajarin tambah pintar deh, hehehe....." sahutnya yakin. Seakan-akan cita-citanya itu akan tercapai di esok hari yang akan datang itu.

Akan tetapi, hal itu membuat laki-laki kecil ini gemas, alhasil ia menyubit pipi gembul milik gadis kecil itu.

"Berarti kita sama-sama mengabdi ke Negara, Dek. Abang jadi tentara, agar menjaga keutuhan Negara tercinta ini, kaya bu guru jelaskan kemarin. Dan, Adek jadi guru, agar mencerdaskan bangsa nantinya!" ujar laki-laki ini sangat bersemangat dan tentunya sangat antusias sekali. Mereka berdua pun saling berpelukan satu sama lain.

"Dion!! Alya!! Ayo sini masuk, kita makan siang dulu. Abis itu, kita baru berangkat ke bandara!" suara khas ibu-ibu terdengar jelas di sekitar taman tempat tinggal mereka bermain.

Ya, itu adalah suara Tante Farah, Ibunya Dion yang sedang memanggil kedua anak kecil itu.

"Iya, Mama!!"

"Iya, Tante!!"

Ucap mereka berdua bersamaan sambil berlari ke dalam rumah Bapak Andrean Selo Arsent dan Ibu Adriella Vania Nalisa, orang tua Alya.

Dengan lari dan gerakan mereka yang lucu, mereka pun mulai memasuki rumah yang megah nan sejuk di daerah Kalimantan Barat, Pontianak, tepatnya di singkawang.

*******

"Selo, kita pamit dulu, ya?" ucap Pak Bayu kepada tuan rumahnya.

Ya, bisa dibilang ini menjadi moment yang haru, karena keluarga Bapak Marsa Bayu Permana akan pindah dari indahnya Kota Kalimantan menuju ke kota metropolitan, Jakarta. Yap, karena perihal kepindahan tugas.

Begitulah jika menjadi seorang prajurit, harus siap kapan saja dan di mana saja ketika Ibu Pertiwi memanggil.

"Iya, hati-hati di jalan ya, Bayu. Kalau sudah sampai Jakarta, jangan lupa untuk memberi kabar kami!" ingatkan Pak Selo pada sahabatnya. Kedua laki-laki gagah ini saling berpelukan, ya sebelum perpisahan benar-benar terjadi.

"Kalau ada waktu sering-sering main ke sini ya, Nanda?" begitupula dengan bu Sila tak ingin berpisah dengan sahabat semasa sekolahnya.

"Pasti, Sila. Saya gak bakal lupa sama kamu, Sil!" kedua wanita ini pun ikut berpelukan, sembari meneteskan air mata yang sedari tadi tertahankan agar tak jatuh.

"Dadah, Alya!! Nanti kalau Dedek sudah jadi guru, jangan lupa ajarin Abang ya. Biar nanti Abang tambah pintar, hehehe....." jelas Dion sambil tersenyum pada sahabat kecilnya yang amat ia sayangi.

"Siap, Abang. Abang juga ya kalau nanti sudah jadi tentara, jagain Dedek dan Negara ya!" pinta Ayla pun pada Dion.

"Siap laksanakan!" jawab Dion lucu sekali sembari memberi hormat pada anak perempuan berumur 5 tahun.

Kedua orang tua mereka yang melihatnya tersenyum saja. Mereka pun berharap, jika pertemanan bahkan persahabatan mereka bisa berlanjut hingga ke anak-anak mereka.

Terlihat perpisahan sangat terasa sekali di keluarga ini. Sampai-sampai kedua anaknya itupun merasakan hal yang sama.

Dion dan Alya saling berpelukan hangat dan erat sekali. Tak kuat berpisah dengan Dion, yang dianggap seperti Abangnya sendiri, Alya menangis tak kuat. Hal itu membuat Dion yang melihat itu ikut sedikit terharu.

"Dedek jangan nangis, ya? Kan nanti Abang pasti balik lagi!" janji Dion sambil menatap manik kedua bola mata gadis kecil itu yang dipenuhi air mata, Dion pun mengelap air mata yang masih terus berjatuhan.

"Hikss.... hiksss..... Abang beneran nanti mau balik lagi? Abang gak bohong sama Dedek, kan? Hiksss...." tanya Alya sambil terisak dengan tangisannya itu, orang tua mereka yang melihat itu tertawa saja dibuatnya.

"Janji!! Abang janji!" pastikan Dion dengan yakin dan percaya diri menjawabnya.

Alya pun mengelap air matanya itu seperti anak kecil pada umumnya. Dan, segera mengacungkan jari kelingkingnya ke depan Dion.

Dengan senyum dan semangat, Dion pun ikut mengacungkan jari kelingkingnya bersatu dengan sahabatnya itu. Yap, janji kelingking yang mereka lakukan, seperti pada anak kecil pada umumnya.

Mobil dinas berwarna hijau dan berplat TNI itu pun sudah berjalan meninggalkan rumah serta daerah yang asri di Kota Kalimantan ini untuk menuju ke bandara.

Sedangkan kedua anak kecil ini masih saja melambai-lambaikan tangannya itu sambil tersenyum. Tapi, tidak dengan hati mereka yang tak ingin berpisah satu sama lain. Berat rasanya, begitupula dengan orang tua mereka.

Tangan masih saja dilambaikannya oleh kedua anak ini, sampai lambaian mereka berhenti saat tak ada satupun dari mereka terlihat.

~To be continue~

Welcome at my new story, guys!😙
Gimana? Awalnya menarik, gak? Gak ya? Ya udah, gapapa deh, hehehe....

Happy reading dan semoga suka ya ceritanya😙😗

Don't forget vote & comment ya 😘
Happy satnite guyss! Semangat dalam penantian😂

Childhood Friend or Friend of Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang