Page 16

2.5K 110 3
                                    

Cintaku terasa seperti mimpi, dan mimpiku adalah hidup denganmu.

•°•°•°•°•°• 📖 •°•°•°•°•°•

Aku akan sedikit bicara mengenai Aby dan pertemuanku dengannya. Mungkin ini akan panjang, tapi serius, aku menganggap diriku benar-benar beruntung.

Aby adalah senior satu departemen angkatan kedua di atasku. Aby adalah nama panggilan yang berasal dari nama belakangnya—Abbassyi. Namanya cukup terkenal dengan sebutan mahasiswa kilat, karena rekor yang dibuat sebagai lulusan tercepat. Banyak gadis yang meliriknya, dan menyebut Aby sebagai manusia jenius super konyol. Namun aku tidak mengenalnya begitu. Dia tidak konyol sama sekali.

Aku bertemu dia pertama kali di minimarket dekat rumah kala itu. Aku tidak langsung mengenalinya sebagai senior, tapi aku tahu dia satu kampus denganku dari jaketnya. Dia melihatku cukup lama, dan ekspresinya begitu dingin. Aku bilang tatapannya mengerikan, itu yang membuatku tidak bisa melupakannya.

Lama-kelamaan aku mengenalinya dengan baik. Bahkan kuakui, aku menyukai sikapnya yang terkesan berbeda. Suatu hari aku pernah terpaksa menghubunginya karena keperluan darurat—urusan magang. Sampai aku benar-benar terjebak dalam sebuah candaan kecil, tapi aku merasa nyaman dengan itu. Aku menyukai obrolannya melalui chat ketimbang bicara langsung. Cukup lama aku menyukainya, dan hanya bisa memendamnya saja sampai dia benar-benar lulus.

Setelah sekian lama tidak berhubungan, hari itu dia menampakkan diri. Saat aku melamar pekerjaan yang tidak kusangka dia sudah bekerja di tempat itu cukup lama. Kupikir dia tidak mengingatku, tapi dia bilang,

"Kita pernah satu kompleks, iya 'kan? Satu kampus dan satu departemen, benar? Bagaimana magangmu saat itu?"

Dia membuatku terkesan. Bukti lain bahwa dia tidak hanya jenius, tapi dia juga ahli dalam mengingat dan mengenali orang lain. Dia bahkan mengingatkanku untuk datang ke acara alumni. Dan aku benar-benar datang.

Kami bertemu dan mengobrol mengenai surat lamaran yang kukirim ke perusahaannya. Ia mengatakan bahwa aku tidak boleh kecewa meski tidak masuk seleksi wawancara. Dan aku menerimanya. Yang mengejutkan, dia sempat menanyakan sesuatu yang sebenarnya cukup privasi.

"Bagaimana kabar Ren? Kau pernah berhubungan dengan dokter itu 'kan?"

Itu memang benar. Tapi untuk apa dia bertanya soal Ren dan hubunganku dengannya? Dia tidak mengenalinya sama sekali kecuali,

"Kupikir kau sudah berubah, setelah berpisah dengannya."

Hah? Aku tidak mengira Aby akan sedalam itu mengetahui masalah pribadiku. Aku bukan tipe orang yang suka mengumbar kisahku sendiri kepada orang lain, bahkan teman dekatku sendiri. Masalah romantika seperti ini, aku hanya menulisnya di buku diary. Yah, buku harian pertamaku yang sempat hilang beberapa hari sebelum itu.

Tepat di waktu yang sama aku berpikir mengenai buku diary, Aby mengeluarkan sesuatu dari ranselnya.

"Seharusnya kau melampirkan portofoliomu di surat lamaran yang kau kirim, bukan buku harian," katanya sambil mengulurkan benda itu padaku.

Astaga! Sungguh, aku tidak sengaja menukar benda itu dengan buku jurnal yang secara fisik hampir mirip. Pantas saja dia mengungkit masa laluku. Kemungkinan besar karena dia membacanya. Hari itu aku menyadari kecerobohanku sendiri yang berakibat pada masa depanku.

"Tenang saja, orang kantor tidak membacanya kok,"

Meski sedikit lega, tapi tetap saja aku malu karena dia mungkin telah membacanya. Dan tahu apa yang kutulis di sana? Tentu saja ada dia.

"Kau tidak perlu melamar pekerjaan di sana lagi. Biar aku saja yang bekerja di sana,"

Sempat tidak mengerti apa yang dia katakan, tapi selanjutnya dia menjelaskan lebih lanjut,

"Aku akan bekerja untukmu. Aku ingin lebih mengenalmu secara nyata, daripada mengenalmu melalui buku harian itu. Jadi,"

Dan, yah. Intinya dia melamarku saat itu juga.

-Ima-

📕

It's A Secret for My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang