4

2.5K 229 36
                                    

Masih di hari yang sama kek di chap 3

Setelah panggilan terputus, Wendy segera turun ke bawah. Dia udah gak memperdulikan lagi semua capek yang ada di badannya. Dia harus sesegera mungkin meminta maaf pada Sehun, dokter pribadinya nanti.

Ceklek.

"Dokter?"

"Dek Wendy, ya?"

Wendy ngangguk pelan. "Iya. Maaf ya yang ditelfon tadi."

Sehun tersenyum. Rasanya adem. "Iya, gapapa. Mamanya ada?"

'Wah, saya mencium aroma-aroma brondong.'

Mendadak Wendy jadi cugira sama Sehun. Apa hubungan Sehun dan mamanya itu? Mana tadi mamanya gak cerita apa-apa tentang siapa dokter Sehun ini.

"Kok diem? Mamanya gak ada, ya? Ya sudah, saya langsung periksa kamu aja."

"Eh?" Wendy kaget. "Periksa? Periksa apanya? Denger keluhan saya aja ya, dok."

Wendy panik. Takut entar perutnya dibuka terus diketuk-ketuk gitu. Kayak dokter-dokter yang ada di rumah sakit. Nah, masalahnya, kalau dokter Sehun yang melakukan itu, bisa-bisa Wendy kejang-kejang di tempat.

"Ya, sudah. Terserah," katanya terus senyum ganteng.

'Ya gusti... jadikanlah orang ini jodohku.'

"Yuk, masuk, dok."

Sehun dan Wendy masuk ke dalam. Gak lupa Wendy mengunci pintu rumahnya, berjaga-jaga ada maling yang membobol rumahnya nanti.

Sesampainya di kamar, Sehun memilih duduk di kursi belajar Wendy, sedangkan pemilik kamar memilih untuk duduk sambil bersandar di punggung kasur.

"Jadi... keluhannya?" tanya Sehun to-the-point.

"Gak banyak, sih, dok. Saya udah tau ini sakit apa. Ini demam," jawab Wendy.

Sehun mengernyit. Sedetik kemudian, Sehun terkekeh.

Sekarang gantian Wendy yang mengernyit.

"Baru kali saya temuin pasien kayak kamu."

Sejenak, Wendy terbius oleh suara Sehun.

'Jodoh orang apa jodoh gue, nih?'

"Ya udah, saya langsung tulis resepnya aja, ya. Sekalian saya yang beliin ke apotek," sambung Sehun. Dia udah bersiap nulis sesuatu di kertasnya, tapi tiba-tiba Wendy mencegah. "Yang bayar?"

Sehun mendongak, lalu berpikir. "Ya juga, ya. Tapi, gak pa-pa, deh. Saya yang bayarin dulu." Setelahnya, Sehun kembali nulis di kertasnya.

'Fyuh... duit gue kagak kebuang.'

Wendy mengelus dada lega. Tapi, tiba-tiba...

"Erm, gak terlalu parah."

Sehun menyentuh dahinya.

Wajah Wendy langsung memerah dengan napasnya yang tertahan tiba-tiba.

'Eh! Tangannya nackal!'

"Dosisnya kecil aja berarti," lanjut Sehun. Setelahnya, kembali duduk di kursi belajar Wendy.

Sementara Sehun yang masih santai, Wendy di tempatnya udah panas dingin. Jantungnya gak bisa berenti berdetak gak normal. Ini pertama kalinya keningnya dipegang oleh cogan. Ditambah, tadi jaraknya terlalu dekat.

"Nah, sudah. Saya keluar dulu, ya. Nanti saya balik lagi ke sini."

Wendy masih syok. Gak mampu bicara apa-apa, sehingga dia cuma mengangguk dua kali sebagai jawaban.

Pak Dokter - Sehun ; WendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang