Pagi itu terasa berbeda. Benar-benar berbeda dari biasanya. Yasmin mengambil cuti. Sean dibiarkan bermain di rumah bersama Makcik Izzah. Aku tahu, semalam dia telah bertemu kembali dengan Razi, mantan suaminya. Meskipun dia berusaha menyembunyikan sesuatu, tapi aku sudah menangkap isyarat tak baik.
“Abang, I need to talk,” kata Yasmin sambil bercucuran airmata. “Aku tidak mengkhianatimu. Ini bukan salahku. Sebenarnya dari minggu lalu aku ingin bagi tahu Abang, tapi aku tak bisa. Aku juga kaget. Zahra berbohong. Dia mengarang cerita tentang Sean. Ini bukan salahku. Aku tak tahu sebelumnya.” katanya lagi dengan wajah memohon uluran maaf dariku.
Aku diam menunggu ungkapan jujur yang akan ditumpahkan di pangkuanku. Sambil menghimpun arti kesabaran yang pernah kupelajari dari guru-guruku dulu. Aku ingin mendengar pengakuan istriku dengan kesabaran yang diajarkan bumi bagi penghuninya. Seperti nilai-nilai kesabaran dalam kitab suci dan buku-buku kuno yang kupelajari sejak di pondok hingga di bangku kuliah, atau yang pernah kupungut dari majelis dzikir Kyai Bahruddin.
Yasmin berhenti berkata. Tubuhnya berlutut di hadapanku. Wajahnya disandarkan di pangkuanku. “Ada apa sayang, katakan saja,” desakku. “Aku sudah siap mendengar pengakuan jujurmu. Aku siap mendengarkan. Apa pun itu,” kataku lagi.
“Jika memang kamu mau jujur, katakan saja. Jangan kau tahan,” kataku.
“Sean is Razi’s son (Sean adalah anak Razi)” ungkap Yasmin.Dorr!!! Kabar ini seperti timah panas yang menembus jantungku. Aku terkapar. Tergeletak. Rasanya ilmu sabar yang kupelajari dari kitab Ihya Ulumuddin mulai memudar. Dzikirku mulai rada-rada goyang. Naik-turun imanku kian cepat. Seiring dengan kecepatan nafsu menguasai diri. Sabar memang dibutuhkan pada pukulan-pukulan pertama mendengar musibah. Ia sangat dibutuhkan untuk mengendalikan hentakkan di awal cobaan menghantam.
“Ya Allah, izinkan aku mewarisi kesabaran Ayub, nabi-Mu yang penyabar. Berilah aku kekuatan kekasih-Mu, Muhammad, saat menghadapi haditsul-ifki di hari-hari yang memilukan. Berilah aku rasa kesejukan ampunan-Mu dan manisnya rahmat-Mu,” bisikku dalam hati.
“Setahuku, Razi tak punya anak. Mengapa tiba-tiba justru sekarang punya anak, dan anak itu adalah Sean, anak angkatku? Permainan apa lagi ini? Astaghfirullah,” bisikku dalam hati. Aku terus mengiringi tarikan dan hembusan nafasku dengan lafaz “Allahu..Allah.” Aku terus menjaga hawa-hawa jahat dalam pikiranku yang mulai menawarkan diri untuk mengambil alih, menawarkan kekerasan, menawarkan kemarahan, menawarkan keputusan cepat untuk mengakhiri sebuah penghianatan.
Aku terus berusaha mengendalikan tali kekang kuda liar yang ada dalam jiwaku. Kusiapkan tenaga besar untuk mengendalikan hentakan-hentakan keras nafsu kemarahanku. “Allahu..Allah” lafaz itu terus berusaha menguasai kuda liar yang menarik-narik ego kebuasan nafsuku.
“Jangan-jangan Sean sebenarnya anak dari hubungan Yasmin dan Razi?” bisik suara-suara nakal di pikiranku. “Lalu, mengapa Sean dipilih aku dan Yasmin sebagai anak angkat kami? Mengapa harus anak Razi? Mengapa tidak anak yang lain? Dimana Datuk yang konon ayah kandungnya? Berarti TKW yang dimaksud sebagai ibu Sean adalah bohong belaka?!” segudang pertanyaan mulai berhamburan mengisi ruang batinku dengan tiba-tiba.
“Siapa yang memberitahumu?” tanyaku penasaran.
“Razi. Dia ceritakan semua.
“Mungkin saja Razi bohong,” kataku,
“Dia sudah bersumpah. Bahkan siap untuk test DNA.”“Astaghfirullah. Ampunilah dosa-dosaku, ya Rabb. Ampuni aku,” bisikku dalam hati, untuk memberi aba-aba agar aku bisa mempertahankan kendali tali kekang kuda liar yang jahat dalam diriku. Aku berusaha keras. Sungguh aku benar-benar meredam kemarahanku dengan berlaksa-laksa doa dan munajat.
“Lalu, mengapa dia buat skenario ini? Mengapa mengirim Sean dalam kehidupan rumah tangga kita?” tanyaku sambil menangis pelan. Aku berusaha mengendalikan caraku bertanya. Aku tetap mencintai Yasmin. Aku tak boleh sembarangan menuduh. Aku harus mendengar terlebih dahulu semua ceritanya. Aku tak boleh angkuh dan keburu nafsu mengambil keputusan dengan naik pitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOR-BAUJAN
SpiritualHi Guys! Ini kisah cinta seorang santri dalam mengarungi bahtera hidup. Di bawah pohon trembesi (Sor-Baujan), Erik menemukan hakikat cinta sejatinya yang menakjubkan. Novel bernuansa Islam ini menggugah jiwa siapa pun yang membacanya. Cinta Erik (Th...