Part 21: Bukan Sekadar KL

459 17 6
                                    

Minggu pagi itu masih menyisakan pesan dan makna kata. Sebuah pengalaman mengasyikkan menelusuri belantara bahasa Melayu dari akar-akarnya. Rimba yang membuat para petualangnya terkagum-kagum. Pesan Cikgu Abdurrahman masih terngiang-ngiang: huruf-huruf itu ghaib. Tak ada satu huruf pun yang keluar dari mulut manusia tanpa kehendak-Nya.

Nasi lemak, kopi pahit dan teh tarik mengawali pagi kami tanpa terlelap. Seolah Encik Zaidi dan Mas DS menjadi kawan lama yang baru berjumpa. Aku semakin mengagumi cerita perjalanan Mas DS. Petualangannya mencari kebenaran kata membuatku iri. Bagaimana tidak, seorang muallaf, berketurunan Cina, punya perhatian luar biasa terhadap Al-Qur’an dari sisi kemukjizatannya pada simbol-simbol huruf dalam bahasa Arab. Riset semacam ini jarang dilakukan oleh sarjana-sarjana Timur Tengah. Dan, Mas DS melakukannya dengan gairah sains dan iman. Bagiku, menjelaskan pengalaman batin secara ilmiah dan filosofis, lalu menawarkannya sebagai sumber ilmu pengetahuan yang sah adalah hal yang sukar dilakukan. Sebuah studi yang cukup berani, brilian dan memancing kesadaran ruhani.

Mas DS berhasil membuktikan bahwa setiap huruf, baik model atau bentuk aksaranya pada setiap bahasa memiliki rahasia tersendiri dari hadirat Ilahi. Ini berlaku pada semua huruf dalam semua bahasa. Begitu juga pelafalan huruf dan gaya tutur para pengucapnya, semuanya tak bisa lepas dari kuasa  Sang Maha Pencipta bahasa: Allah. Tak terkecuali nama orang. Tak ada satu nama pun yang tak diciptakan oleh Tuhan untuk makhluknya, meskipun kita mengenalnya melalui pemberian nama dari orangtua. Karena, hakikatnya tak akan ada satu huruf pun yang keluar dari mulut orangtua kita tanpa kehendak-Nya. Mas DS menyadarkan kepadaku bagaimana ayat-ayat Tuhan bekerja secara mistis.

Setelah sarapan tamu-tamuku berpamitan dan berjanji untuk bertemu lagi. 

“Aku lupa…” kata Cikgu Abdurrahman sambil berdiri dan mengayunkan tongkatnya ke kanan dan ke kiri. Dia menghadap kepada orang yang salah. “Lupa apa, Cikgu?” tanyaku menghampirinya. Dia pun mencari sumber suaraku.

“Thariq…Maryam menitipkan salam untukmu.”

“Maryam?! Kenal dimana?”

“Ahhh. Akulah orang yang mengenalkan Maryam kepada Zahra dan Datuk Rustam.”

“Ohhhh…Begitu?!”

“Ceritanya panjang. Aku sudah mendengar semua cerita tentangmu, Cikgu Thariq.”

Aku berusaha bersikap biasa saja. Sambil kupapah berjalan keluar apartemen, Cikgu Abdurrahman terus bercerita tentang pertemuan pertamanya dengan Maryam. Ternyata Maryam dan Ustaz Kahar adalah tetangga flat-nya di Petaling Jaya, Seksyen 17. Maryam sudah menjadi pasien di bulan pertamanya di KL.  Dia mengadukan masalah rumah tangganya kepada Cikgu Abdurrahman.

“Dia memerlukan bantuanmu, Thariq. Bukan aku,” bisik Cikgu Abdurrahman. “Awak tak perlu menghindar. Hadapi saja! Itu tugasmu. Bukan hanya Maryam, tapi suaminya juga. Jangan sampai Kahar tersesat terlalu jauh. Aku rasa, beban hidup yang membuatnya tergelincir pada pemahaman yang salah. Dia salah menafsirkan makna jihad,” bisiknya lagi.

“Baik, Cikgu,” jawabku. Rupanya Cikgu Abdurrahman sudah mengetahui duduk masalah yang dihadapi Maryam. Aku merasa bersalah beberapa kali menolak ajakan Maryam untuk bertemu. Semoga saja Kahar tidak terlibat terlalu jauh dengan kelompok radikal di Malaysia. Sebab, sistem keamanan di Malaysia lebih ketat daripada di Indonesia. 

“Jangan terlambat!” kata Cikgu Abdurrahman lagi.

“Baik, Cikgu. Insya Allah, aku segera hubungi Maryam siang ini.”

Aku melepas tiga tamuku dengan rasa kantuk dan lelah. Kini harus tunaikan hak badanku untuk beristirahat. Sekadar menebus hutang tenaga begadang semalam suntuk. Yasmin sangat mengerti itu, dia segera menyeretku ke kamar. “Tidur, sayang! Jaga kesehatanmu!” pintanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SOR-BAUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang