Draft 3 : Mencoba

17.6K 2.9K 601
                                    

How can you walk away in front of me like nothing happen? Like i was nothing...

***

Pada hari sabtu sekolah Eza biasanya mengadakan pertandingan olahraga, seperti pertandingan basket ataupun futsal. Kali ini, kelas Eza mendapatkan giliran tanding basket dengan anak IPA 2. Anak laki-laki masih berkumpul di kelas, sedang bersiap-siap. Ada juga anak-anak cewek yang baru saja datang.

"Pokoknya lo semua wajib menang!" seru Amel dengan berapi-api. "Buat bangga kelas kita ini!"

Romi yang sedang fokus bermain monopoli bersama Eza diam saja mendengarkan. Ia sedang asik menghitung uang mainannya untuk membayar sewa hotel pada Eza.

"Masa sih menang pertandingan basket aja buat bangga?" tanya laki-laki itu kepada Eza.

Eza menerima uang itu. "Terserah apa kata dia aja, yang penting dia bahagia."

Romi terkekeh. Menyerahkan dadu itu pada Eza. Kelas mereka ini sedang berisik, jadilah Eza dan Romi lebih memilih asik bermain monopoli.

Terdapat dua kubu di kelas Eza. Satu; kubu barat, nah kalau yang ini isinya para cewek yang sering puterin lagu-lagu barat atau gak film-film barat. Nah, sedangkan yang kubu kedua; kubu korea. Ini merupakan cewek-cewek yang histeria kalau melihat oppa mereka.

Nah sekarang yang sedang berisik adalah kubu korea. Mereka sedang duduk di pojok dengan laptop terbuka dan gosipan-gosipan hangat tentang bias mereka.

"Anjay, masuk penjara lagi," geram Eza. "Udah ah, gak mau main ini lagi."

"Lah kok gitu, sih? Ini gue udah mau jadi orang kaya juga."

"Ya tapi ini guenya kalah mulu."

Bian menoleh mendengarkan kedua temannya itu tengah berdebat. "Siap-siap lo pada. Jam 3 kita tanding."

Eza menghela napas, mengganti sepatunya dengan sepatu olahraga. Anak laki-laki lainnya sedang berada di luar.

"Eh Romiii," suara itu membuat Eza dan Romi refleks menoleh ke arah seseorang yang berdiri di pintu. Terlihat Alea dan Amel sedang senyum-senyum melihat laki-laki itu. "Gebetan lo nyariin, Rom!" kata Alea dengan girang.

"Ah serius?" Mata Romi berbinar.

Alea mengangguk. "Iya."

***

Suara lapangan begitu riuh. Apalagi teriakan-teriakan anak kelas 10 yang meledak-ledak. Pertandingan sudah berjalan sekitar sepuluh menit. Bian dan Eza menjadi bintang kali ini.

Setelah memasukkan bola basket ke dalam ring, Eza tersenyum kepada adik-adik kelasnya yang ada di pinggir lapangan itu. Ia mengusap keringat di dahinya sambil melambaikan tangan.

Tidak hanya itu, dengan iseng laki-laki itu mengedipkan sebelah matanya. Membuat teriakan heboh semakin menjadi-jadi.

"KAK EZA!!! AKU MIMISAN!"

"KAK EZA SEKSI BANGET!"

"KAK EZA AKU GAK KUAT LIAT OTOT KAKAK!"

"KAK EZA, LAMARRR AKU KAK! LAMAR!!!"

"Anjer..." ucap Eza dalam hati.

Romi tergelak mendengarkan sedikit teriakan-teriakan jablay-jablay Eza. Ia bergerak dengan cepat, ingin merebut bola dari anak IPA itu.

Bian dan Andi juga mencari strategi. Sedangkan Eza dan Wawan menjaga ring.

Entah karena terlalu semangat atau bagaimana, Romi terus-terusan mencari cara merebut bola itu tanpa sadar ia sudah dekat dengan ring bola basket. Dan... BLAM!

DraftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang