Draft 22 : Menjadi Asing

11.1K 2.1K 346
                                    

'Monsters are real. They live inside us. and sometimes...

they win.'

***

"Lo masih belum tidur?" Romi bertanya sambil mengusap wajahnya yang basah. Laki-laki itu baru saja mencuci wajahnya dan berniat untuk tidur.

Eza yang tidur dengan posisi tangan kanan menjadi bantal itu menoleh, ia menurunkan sebuah buku yang nampak belum di jilid rapi dan laki-laki itu langsung menyembunyikannya di bawah bantal.

"Sakit perut gue, Za. Macet pembuangan."

"Makan tai, Mi, biar lancar buang pepaya-nya." balas Eza dengan asal.

Romi melempar handuknya di kepala Eza lalu berjalan ke meja belajar laki-laki itu. Romi sengaja menginap di rumah Eza karena nampaknya temannya itu butuh teman ngobrol. Kening Romi berkerut ketika menemukan banyak lembaran kertas yang abstrak, ia mengambil salah satunya.

"Ini apa sih Za?" tanya Romi dengan heran.

Dengan cepat Eza bangkit dan menarik kertas itu dari Romi lalu menyusunnya dan meletakkannya di dalam laci.

"Bukan apa-apa."

"Bukan apa-apa tapi gak boleh lihat." Romi mengangkat bahunya dan mengambil guling.

"Kenapa sih kasar banget sama Alea?"

Pertanyaan itu membuat Eza mengerutkan keningnya. Tiba-tiba pikirannya kembali ke belakang saat tadi ia membentak-bentak Alea hingga membuat gadis itu menangis. Eza sama sekali tidak bermaksud jika Alea tidak kasar.

Tapi, rasanya Alea benar-benar jahat. Tania itu lumpuh dan gadis itu mendorongnya. Apa Alea tidak mempunyai perasaan ketika melakukan itu.

Eza menarik napas dalam-dalam. Memilih berbaring di sisi tempat tidur yang kosong. Malam yang menjelang pagi itu diisi keheningan. Eza sibuk memikirkan Alea dan Romi sudah tertidur.

Keadaan Tania tadi sudah baik, perempuan itu tidak bawa ke rumah sakit karena hanya shock saja dan ia sudah tertidur.

Getaran ponsel itu membuat Eza menarik ponsel yang terletak di atas nakas. Ada satu pesan dari Alea. Eza bahkan tidak sadar entah kapan ia mengubah nama Alea menjadi shy girl.Jemarinya menyentuh layar ponsel dan membuka salah satu pesan itu.

Shy Girl : i didn't mean to do it. i'm sorry.

And i didn't mean to hurt you, but i did.

Eza meletakkan ponsel itu di nakas tanpa berniat membalasnya. Laki-laki itu mengusap rambutnya sambil memandang langit-langit kamar.

Bahwa pada dasarnya, entah mengapa akhirnya kita saling menyakiti.

Matanya terbuka nyalang ditengah kegelapan malam menjelang pagi. Eza berkali-kali menghela napas. Tidak mengerti harus bagaimana. Disatu sisi ia sangat marah, seolah ada monster yang bangun di dalam dirinya tanpa ia sadari. Dan disisi lain, Eza bingung, Alea tidak tahu apa-apa.

***

Eza cabut.

Itu yang sedaritadi Alea pikirkan ketika gadis itu datang dan melihat tas Eza tergeletak di atas meja bersama dengan tas Romi. Keduanya telah dicari-cari guru dan belum juga ketemu.

Alea heran mengapa Eza sampai senekat itu.

Perempuan itu diam saja, ia tengah berkumpul bersama para perempuan yang tengah memakaikan alat-alat make up sekalian promosi untuk menjual make up dan Amel menjadi bahan percobaan.

DraftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang