Dulu, semasa masih baru-baru masuk SMA, Eza sering kali mendengar pertanyaan seperti lo kok masuk IPS sih? Anak IPS itu bego-bego lho, mana bandel lagi atau juga Ah lo masuk IPS karena bego ya? Gak sanggup di IPA? Pertanyaan lainnya seperti ini Wah Eza yang jenius gak sanggup masuk IPA? Nyerah sekarang dia masuk IPS.
Eza jarang menjawab seperti itu, paling-paling ia menanggapi dengan cengiran males sih gue di IPA, mantan SMP gue betebaran disana.
Kadang-kadang laki-laki itu memperhatikan anak-anak IPA yang mengeluh karena terlalu banyak praktikum atau segala macam lalu berkata menyesal masuk IPA. Dari situlah Eza menyimpulkan kebanyakan seseorang memilih jalan yang indah di pandang orang lain.
Pernah mendengar kata stereotipe?
Ibaratnya, IPS itu sebuah kelompok yang sudah di cap menjadi sebuah golongan yang malas, troublemaker, atau semacamnya. Lalu masuk ke kelompok IPA yang dipandang wah karena jago matematika, fisika dan lainnya.
Padahal tidak.
Setelah Eza masuk SMA dengan jurusan IPS, ia memperhatikan teman-temannya. Giat belajar dan saling bersaing. Memang ada satu-dua orang yang berbuat ulah. Tetapi bukankah itu hal yang wajar? Bukan kah anak IPA juga ada yang berulah?
Karena terjebak dengan pemikirannya itu, Eza jadi melamun. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya sambil menghela napas melihat guru sosiologi itu sudah kembali ke tempat duduknya. Padahal Eza liat tadi ia sedang menjelaskan di depan papan tulis.
"Nto, Anto!" Eza menepuk-nepuk pundak teman di depannya itu. "Pak Bun nyuruh apa tadi?"
Contohnya Anto, salah satu murid teladan yang terobsesi ingin menjadi psikolog. Itu sebabnya dia tidak pernah main-main dalam belajar. Kadang Eza salut juga dengan laki-laki itu.
"Gue Harry, Eza. Harry. Anto itu nama bapak gue."
Eza berdecak. "Sama aja kan nama lo Harryanto. Lagian kalau nama lo Harry, gue apa dong? Zayn Malik? Atau Ezayn Malik gitu?"
Harry menghela napas. Mengabaikan. "Pak Bun siapa lagi?"
"Pak Bun, alias Buncit hehehe. Doi nyuruh ngapain?" bisik Eza.
"Oh itu, disuruh nyatat dari buku paket dari halaman 154-168."
"Ditulis gitu?"
"Iyalah. Ya kali di ukir."
"Ya siapa tau di koyak terus di tempel. Ya kan?" Eza balas bertanya sambil menyandarkan punggungnya ke tempat duduk. "Udah madep depan lo."
Eza paling benci dengan metode mengajar dengan mencatat. Tangannya sampai kaku gara-gara mencatat. Apalagi Pak Bun sering sekali menyuruh mereka belajar dengan cara mencatat.
Tau ketika banyak yang harus di catata, Eza mengelurkan ponselnya sambil melirik anak perempuan yang duduk paling depan itu. Ia juga sedang menunduk, seperti bermain HP.
Eza tersenyum miring. Ia sudah ganti nomor WA.
Eza : Ale-Ale segarnya bikin hepi
Eza : Assalamualaikum ukhti Aksa.
Eza : Gue punya tebak-tebak buah dada
Eza : Buah manggis maksudnya
Eza : Coba tebak Ariana apa yang suka nge bom?
Eza : Ariana Granat wkwkwkwk
Eza : Ngakak sendiri anjir sm humor gue yang receh, eh ada lagiii
Eza : Ikan apa yang selalu rame kalau berenang?
Eza : Gurame
Eza : Kalau berenangnya sendiri-sendiri namanya gusepi
KAMU SEDANG MEMBACA
Draft
Teen Fiction[Privat] Awalnya, Eza suka dengan Alea. Namun semuanya berubah ketika ia tahu fakta tentang Alea. Hingga akhirnya, ia berniat akan menghancurkan hati gadis itu. All right reserved by Black Rose || copyright 2018