Draft 19 : Perubahan

10.3K 2.3K 737
                                    

Alea mengerjapkan matanya, mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Penglihatannya menangkap sesuatu, seorang laki-laki yang tengah tersenyum miring atau lebih tepatnya mengejek tengah berdiri disampingnya. Refleks, Alea langsung duduk, menatap tidak senang laki-laki itu.

"Lo ngapain disini?!"

Eza tersenyum tipis, "Jemput lo."

"Apa?!" Alea melotot. "Orang tua gue yang jemput. Gak usah sok deh lo."

"Gue udah izin kok. Hari ini lo udah bisa pulang."

"Gue mau dijemput sama Papa! Bukan sama lo!" sembur Alea. Perempuan itu turun dari ranjang dan menatap ruang inapnya sudah bersih, tanpa ada barang-barangnya. Ia kembali beralih menatap Eza dengan geram. "Keluar!"

"Manis banget kalau marah," entah sedang gila atau bagaimana, Eza mengedipkan sebelah matanya membuat pipi Alea memerah seperti biasa.

"Sana!" Alea merasa gugup. Perasaan itu kembali hadir. Ia jelas perempuan puber yang selalu berdebar ketika dekat dengan lawan jenis yang ia sukai.

"Kita makan siang?"

"Enggak, gue pulang naik Taksi aja."

"Emang punya duit?"

Pertanyaan Eza itu membuat Alea yang baru saja menginjak lantai tiba-tiba menoleh dengan tatapan mata tajam. Yang ditatap nampak santai saja bahkan tersenyum manis, terlalu manis banget.

"Bisa jalan gak?" tanya Eza dengan hati-hati sambil menatap kaki Alea.

"Bisa."

Eza menggut-manggut, kemudian menyerahkan paper bag kepada Alea. Perempuan itu mengerutkan keningnya. Merasakan tatapan heran, Eza lekas berbicara. "Baju ganti. Gak mungkin kan lo pulang pake pakaian rumah sakit? Nanti dikira lepas dari rumah sakit jiwa lagi."

Alea menerima paper bag itu dan kemudian pergi ke kamar mandi, menggati bajunya dengan cepat. Begitu membuka pintu, ia menemukan Eza tengah meneliti boneka babi yang di berinya kemarin.

Bukan, Eza sama sekali tidak memperhatikan boneka itu, ia memperhatikan foto yang menempel pada boneka itu.

Eza membalikkan badannya, Alea sudah mengganti bajunya, seperti biasa maka pipi gadis itu memerah ketika tahu Eza melihat foto itu.

"Udah?"

"Hm."

Lalu mereka berdua keluar dari ruang inap itu dengan Eza yang sangat pede menggendong boneka babi itu membuat orang-orang yang lewat tertawa kecil. Alea memejamkan matanya, merasa malu. Ia heran, mengapa orang tuanya tidak membawa boneka itu padahal mereka sudah membereskan ruang inap itu.

Ketika mereka sudah berada di luar rumah sakit, Eza dikejutkan oleh sesuatu yang sedang tidak ingin ia lihat. Perempuan dengan rambut sebahu itu melotot disusul pekikan yang memancing perhatian orang-orang. Alea mengerutkan keningnya bingung sedangkan Eza menyembunyikan wajahnya dengan boneka itu.

"Dedek bayi!!!"

"Mampus gue!"

Lalu setelahnya Eza sudah bisa menebak kalau tubuhnya di dekap seseorang dengan begitu kuat.

"Aku kangen," ucapnya begitu manja sambil menyingkirkan boneka itu dan melingkarkan tangannya di leher Eza.

"Aku nggak."

"Tapi aku kangen!" Perempuan itu bernama Aira, istri Abangnya yang secara tidak langsung sudah menjadi kakak iparnya. Eza memutar bola matanya, mengeratkan pelukannya, walaupun sangat tidak suka dengan Aira, Eza amat menyayanginya.

DraftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang