Draft 6 : Komunikasi

13.6K 2.5K 424
                                    

Seberapa suka kamu sama cerita ini?

***

Percayalah, detik ini dan detik selanjutnya seseorang belum tentu sama. Keadaan memaksanya untuk berubah atau diubah.

***

"Cewek?"

Eza mengangguk, walau ia tahu bahwa Romi tidak mungkin bisa melihat gerakannya. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya, mengecilkan volume televisi.

"Iya,"

"Cantik?"

"Ya cantik lah, namanya juga cewek, sakit kali lo."

"Ya siapa tau dia Lucinta Luna." Sahut Romi dengan tenang.

Eza berdecak. "Ck, lo tiba-tiba kok ga bisa menenangkan gue sih?"

"Ya habis gue bingung mau ngasih solusi apa," Romi terdengar menghela napas berat. "Sikat aja sih kalau kata gue."

"Lo pikir dia baju pake disikat?" tanyanya dengan kesal, Eza menaikkan kedua kakinya di atas meja sambil menyandarkan kepalanya di kepala sofa. "Gue harus ngapain nih?"

"Alea ya?"

"Iya."

"Hm, ya deketin aja sih, jangan agresif."

"Ini kesempatan gue untuk bisa sepuasnya sama dia." Keluh Eza.

Hening.

"Maksudnya bisa sepuasnya gimana?" entah perasaan Eza atau bagaimana, Romi terdengar canggung. "Ya jangan sampe hamil juga anak orang. Gila kali ya?"

"Ya si kucing, mikir ke situ, maksud gue ya gue bisa menghabiskan waktu bareng-bareng gitu lho sama dia. Ngerti ga si lo?"

"Iya ngerti. Hanya saja saya sedikit ambigu."

Mata melihat pintu kamar Alea bergerak, Eza buru-buru mengambil remot dan membesarkan suara televisi. Ia bahkan refleks mematikan ponselnya dan melemparnya asal ke meja dan mengambil makanan yang lima menit tadi ia masak.

Alea turun, Eza mendongak.

Pura-pura laki-laki itu tertawa sambil melihat ke arah TV. Alea melewatinya dengan diam, tanpa menyapa.

"Sa," panggil Eza dengan pelan.

Yang dipanggil berhenti dan menoleh dengan wajah biasa saja.

"Baju lo bagus hehe," katanya sambil menyengir melihat baju Alea yang bermotif pisang. "unyu-unyu manja."

Alea menatap Eza tanpa minat membuat laki-laki itu perlahan menghentikan tawanya.

"Makan, Mbak," ucap Eza dengan canggung sambil menunjukkan mangkuk mienya yang berisi mie instan.

"Iya," responnya dengan singkat.

"Lo laper ga?" Eza melirik jam, "Mama pulang jam 10 malem palingan, soalnya dia berburu diskon. Jadi daripada nunggu dia bawa makanan, mending makan sama gue."

Gadis berambut panjang itu melirik makanan dengan uap yang mengepul, nampaknya baru dimasak.

"Enggak deh, gue masak sendiri aja. Laki-laki sekarang kan gak bisa dipercaya, ya, siapa tau lo-"

"Masukin obat perangsang?" lanjut Eza dengan mantap. "Astagfirullah, Sa. Kan gue belom siap jadi ayah. Gak berani gitu-gituan gue. Sumpah!"

"Engga deh."

DraftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang