Sebagian dari dirinya membenci perempuan itu dan sebagian lagi ia tidak tahu harus menyebutnya apa.
Eza memarkirkan motornya persis di depan rumah Tania. Laki-laki itu membuka helmnya, mengusap rambutnya dan menghela napas.Setengah dari bagian dalam dirinya merasa marah karena tindakannya yang menyelamatkan Alea. Dan setengahnya lagi merasa... lega? Entahlah, Eza tidak tahu harus menyebut itu sebagai apa. Yang jelas ia merasa asing dengan perasaan ini.
Maka tadi setelah ikut mengantarkan Alea ke rumah sakit, Eza segera balik ke sekolah. Tidak peduli bagaimana keadaan gadis itu meski sebenarnya ia penasaran dan ...khawatir?
"Lah Mas Eza ngapain melamun?" Wanita paruh baya yang sedang memegang sapu itu menegur Eza dengan pelan. "Itu Non Tania nungguin di dalem. Dianya marah-marah gara-gara nungguin Mas."
"Eh?" Eza mengerutkan keningnya, turun dari motornya. "Marah-marah kenapa?" tanyanya bercampur khawatir.
"Ya karena Mas Eza lama banget datang."
Eza menghela napas, berjalan memasuki rumah dengan dominan warna putih itu. Menemukan Tania tengah berdiam diri, air mata gadis itu mengalir membuat Eza buru-buru mendekat ke arah gadis yang sudah duduk di kursi roda itu. Eza berjongkok, memperhatikan Tania dengan tatapan lembut.
"Gue disini."
"Alah, males gue ketemu sama lo!" bentak Tania, perempuan itu menjalankan kursi rodanya dengan kedua tangannya yang kecil.
Eza berdiri, mengusap wajahnya.
"Ta, temen gue masuk rumah sakit tadi." Eza berusaha menjelaskan.
"Gue atau temen lo?!" gadis itu barbalik, menatap Eza dengan pandangan marah.
"Lo gak selamanya bisa jadi prioritas gue, Ta."
Entah nada yang digunakan Eza terlalu kasar atau memang ucapannya tadi memiliki arti yang menyakitkan. Tania terdiam sesaat, seolah sesuatu menyentaknya. Gadis itu dengan buru-buru mengarahkan kursi rodanya ke arah meja kecil dan membanting semua perabotan yang ada.
"Iya! Emang gak ada yang memprioritaskan gue," teriaknya dengan marah dan membanting semua yang ada di depannya.
"Tania," kata Eza dengan lembut, berusaha menenangkan gadis itu.
Tania meronta, membuat Eza kewalahan. "Lo pasti gak mau jadi sahabat gue karena gue cacat kan dan kotor kan? Ya kan?"
Eza menggelengkan kepalanya, berbisik meyakinkan. "It's okey, Ta. Tenang." Ujar Eza kepada gadis itu.
"Gue benci Raksa!!!" seru gadis dengan kuat sambil menangis ketakutan. Membuat
Eza memeluk gadis itu erat-erat sambil berbisik. "It's okey, Ta. Everything is gonna be okey. I promise." Katanya menenangkan sambil mengusap rambut gadis itu dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Draft
Teen Fiction[Privat] Awalnya, Eza suka dengan Alea. Namun semuanya berubah ketika ia tahu fakta tentang Alea. Hingga akhirnya, ia berniat akan menghancurkan hati gadis itu. All right reserved by Black Rose || copyright 2018