Draft 25 : Kedatangan Raksa

12.2K 2.3K 683
                                    

"Rasanya seperti baru kemarin kita bersama dan sekarang kini kita telah usai."

***

Pagi itu kelas terlihat riuh. Beberapa diantaranya sibuk berkutat dengan laptop dan lainnya membaca buku. Aksa misalnya nampak berbicara dengan tangan yang sibuk bergerak seolah mempermudahnya untuk berbicara. Perempuan itu kemudian diam, mendengarkan penjelasan lawan bicaranya, Amel, lalu ia menggunakan pulpennya untuk mencatata sesuatu. Yang jelas, wajahnya begitu serius.

Ulangan sosiologi, dengan presentasi perkelompok. Guru sosiologi mereka memang suka pelit memberi nilai hingga yang biasanya tidak peduli jika akan melakukan presentasi kini mendadak menjadi jenius. Karena takut nilainya rendah.

"Romi, coba ambilin buku paket gue, soalnya disitu ada poin pentingnya. Udah gue coret-coret." Alea memerintah laki-laki yang duduk di sebelahnya itu. Dan yang diperintah nampak mengangguk dan mengambil buku gadis itu.

Bahwa pada faktanya, sekeras apapun ia berkonsentrasi, maka matanya akan diam-diam memperhatikan laki-laki yang nampak mengetik sesuatu di depan laptop. Tidak mengerti mengapa hubungan mereka bisa berakhir secepat itu.

Rasanya menyebalkan ketika orang yang kau benci terus mengusik pikiranmu, padahal ia bukanlah seseorang yang penting lagi untuk sekedar diucapakan namanya.

Alea menghela napas. Untuk apa pula memikirkan seseorang yang sudah menyakitinya? Tidak ada untungnya dan hanya membuat lelah saja.

Eza mengusap wajahnya, ketika melihat laptopnya. 5 menit lagi bel masuk, dan ia harus hapal dan mengerti materi yang baru saja dikerjakannya itu.

"Za," Andi yang ada di depannya mengerutkan keningnya ketika melihat Eza sudah selesai dengan tugasnya.

"Ape?"

Laki-laki itu menunjukkan layar ponselnya pada Eza, "Ni anak nanya lu mulu, suka kali ama lu Za."

"Tania maksud lo?"

"Ya siapa lagi," Andi terlihat tidak senang. "Ganggu banget."

"Andi, tethering dong," Bian yang disampingnya menyengir.

"Tethering mata lo lebam, gila kali ya," 

Mengabaikan itu, Eza memilih diam. "Gak usah di bales."

"Ya iyalah ga Om bales. Kan lu udah punya pacar." Andi menarik laptop yang ada di depan Eza. "Liat gue."

"Gak lagi." Balas Eza dengan cepat, terlihat enggan.

"Seriously?" Bian nampak kaget. "Cepat banget. Kucing lu aja belum lahiran udah putus aja lo bedua."

"Gak cocok."

"Cocok-cocokin aja."

"Lo kira colokan?"

"Bego ah,"

"Tapi bener, Za? Putus? Cepat banget?" Andi terlihat penasaran. "Gila aja kali ya,"

"Ye emang," Eza menyandarkan badannya di kursi.

"Alasannya?"

"Alasannya?" Eza bertanya balik dengan sebelah alis terangkat. "Kasar banget tuh cewek. Bad attitude."

Bian meletakkan ponselnya diatas meja. "Gak percaya gue,"

Eza memilih diam.

"Eh Rom, Mel, lo bawa catatan kelas 10 gak sih?"

Eza memperhatikan ketika Alea berbicara dengan Romi dengan serius. Gadis itu nampak riuh sendiri.

Dan entah ada angin apa, Eza menyahut. "Gue bawa. Lo mau pinjem?"

DraftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang