Chapter 1 : Girl Meets?

10.3K 1K 81
                                    

She was homesick for someone she had not yet met-
.
.
.

Hari ini, seperti biasa, Min Ji won harus bekerja part time sepulang kuliah. Setelah menyiapkan makan untuk Ibu yang terus mengurung dirinya dikamar. Ji won segera bergegas. Pergi menggunakan sepeda kesayangannya karena hanya ini transportasi yang ia punya di rumah.

Saat keluar rumah. Ji won memandang rumah besar bergaya klasik didepan rumah kecil miliknya. Teringat perkataan tetangga soal isu pemilik rumah. Banyak yang bilang pemilik rumahnya seorang mafia, ada juga yang mengira dia seorang bandar narkoba, atau yang lebih mengerikan lagi pembunuh berantai yang saat ini meresahkan warga.

Sejujurnya, Ji won sendiri tidak pernah tau rupanya seperti apa. Hanya namanya saja yang Ji won ingat, Tuan Kim. Tidak banyak juga yang mengetahui nama panjang pemilik rumah besar itu. Pemiliknya benar-benar tertutup. Tidak pernah bersosialisasi dan selalu terisolasi dari dunia luar.

Karna sekalipun, tidak ada yang pernah berbicara pada pemilik rumah itu. Bahkan Ji won, yang rumahnya berhadapan sekalipun tidak pernah mengetahui siapa sebenarnya pemilik rumah itu. Hanya sekilas melihat mobil yang keluar masuk saat malam hari ketika Ji won harus membeli obat untuk ibu nya.

Pada saat itu pula, Ji won tidak pernah tau bahwa dibalik jendela besarnya, si pemilik rumah menatapnya tidak suka. Bibir pemilik rumah itu mendecih saat melihat keluar jendela, yang notabene nya itu adalah Ji won. Tetangga depan rumahnya sendiri. 'Kenapa dia melirik rumahku sih'

[]

Langit sangat gelap, tapi tidak ada bulan maupun bintang diatas sana. Seperti membawa firasat buruk. Kalau saja Ji won tidak harus bekerja paruh waktu tentu saja Ji won takkan pulang selarut ini. Apalagi ditengah isu pembunuh berantai disekitaran komplek. Terdengar mengerikan sekai.

Jalanan melengang meski tidak pernah sampai sepi. Ji won memperhatikan hal disekitarnya sambil melamun. Ia masih tidak percaya apa yang ia alami. Terlebih Ibunya yang tak kunjung membuka diri. Juga oppanya, Yoongi, yang kesusahan mengelola perusahaan. Sampai sering tidak pulang dan juga jarang makan.

'Kenapa hidupku seperti ini.' pikirnya.

Min Ji won berjalan gontai, ia lelah. Apalagi tadi ada masalah dengan salah satu pengunjung. Bukan masalah besar, namun tetap menyusahkan. Setelah itu paman Jung mengomelinya karena itu bukan kesalahan perdana yang dilakukan Ji won. Bersyukur paman Jung masih memberinya kesempatan kedua.

Saat melewati gang kecil ke arah komplek rumahnya, Ji won merasa ada yang aneh. Tidak, biasa nya tidak begini. Seperti ada yang mengikuti nya di belakang. Sesekali manik Ji won melihat ke belakang, namun nihil tidak ada siapapun. Perasaan nya benar-benar mengatakan ada seseorang di belakang.

Ia mempercepat langkahnya. Makin cepat juga sesuatu dibelakangnya mengikuti. Saat Ji won memberanikan diri menengok, saat itu juga sebuah tangan menyekap mulutnya kencang. Membuat gadis muda itu panik bukan main. Ingin berteriak tetapi mulutnya sedang di bekap sekarang.

Ji won tipikal gadis pendiam namun terbilang mudah sekali panik. Bahkan melihat kecoa yang berada di sudut dapur saja, Ji won akan beteriak dan melempar semua yang ada di dekatnya. Apalagi sekarang tubuhnya dibopong dan entah mau dibawa kemana.

Ji won terus memberontak, menendang nendang orang tersebut. Ia mulai berfikir, ia akan diculikah? Lalu dijual? Atau dibunuhkah? Seperti apa yang kata tetangganya bilang. Pembunuh berantai. Dari pada memikirkan dirinya sendiri, Ji won lebih memikirkan bagaimana nasib ibunyabkalu dia harus matibdi tangan orang ini.

Dengan segala usaha yang ia kerahkan akhirnya usahanya sukses. Ia berhasil lepas lalu berlari menjauh. Nafasnya tersengal sengal, ini masih lumayan jauh dari rumahnya. Dengan gesit ia menelpon seseorang. Tapi yang ditelpon justru tak kunjung mengangkat. "Aish Jeon kemana kau." Gumamnya gemetar. Akhirnya Ji won memanggil 119.

Bibirnya bergetar, tubuhnya berkeringat. Ia begitu ketakutan. Ji won tidak mengucapkan dengan benar maksud tujuannya menelpon. Hanya kata, "To.. tolong--- tolong, dijalan ***,, ada," Ia tidak bisa berkata dengan jelas. Tubuhnya tidak bisa memproses lebih baik.

Dengan spontan ponsel yang sedang di genggamnya diambil dan dibuang begitu saja. Oleh orang yang sama, orang yang beberapa saat lalu membekap mulutnya. Wajahnya tidak terlihat karena orang tersebut memakai hoodie panjang hingga menutupi seluruh bagian tubuhnya, juga masker hitam pekat.

Ji won sangat ketakutan, badannya tidak bisa bergerak bahkan hanya gerakan mundur untuk menjauh. Tubuhnya kaku."Aaaaaaaaaaaa." teriak Ji won panik tubuhnya bergetar hebat hingga sepatah kalimat mematahkan teriakannya.

"Pergilah atau ku tekan ini."

Perlahan Ji won membuka mata dan telinganya. Pandangannya masih kabur karena panik yang begitu hebat. Hingga saat dia melihat pria hoodie tadi lari dan menyisakan tubuh bergetar nya. Juga seorang pria tinggi memakai coat sedang menunjuk ke arah tombol hijau di layar ponselnya yang tertera angka 119.

'Aku sudah aman? Siapa dia? Apa dia bagian dari kelompok penjahat?' pikir Ji won dalam hati. Bukan, seharusnya Ji Won berfikir pria itu telah menolongnya kan? Saat pria tinggi itu ingin pergi meninggalkan Ji won, beberapa mobil polisi datang diikuti beberapa warga sekitar yang penasaran dengan kedatangan polisi.

Dengan seketika pria itu bersembunyi di belakang Ji won. Ji won yang menyadari pergerakan pria itu pun menoleh bingung. 'Sedang apa dia?' batinnya. Bukannya menjelaskan yang terjadi, pria itu justru semakin menyembunyikan wajahnya dari orang-orang.

"Sembunyikan aku, katakan apapun asal buat mereka jangan mendekat." Bisik pria itu hampir tidak terdengar.

"Ada apa nona, kenapa kau menelpon kami." Salah satu polisi bertanya dengan sesekali melihat sekitar. Pandangannya berhenti saat melihat pria di belakang Ji won. "Ehh.. T-Tadi ada.. Pria memakai hoodie hitam mengejar dan menyekap ku, saat aku berjalan di sekitar sini." Jujurnya, namun tetap saja mata polisi terus melihat ke belakang Ji won.

"Lalu dia siapa nona? Kau baik-baik saja?" Seru polisi itu lagi. Seketika Ji Won melihat pria di belakang nya, menatapnya meminta penjelasan. "Katakan saja aku tunangan mu yang datang menolongmu." ucapnya menatap intens. Ji Won tidak mungkin mengatakan itu kan? Dia baru saja bertemu dengannya 3 menit yang lalu.

Ji Won masih bisa sedikit berpikir jernih untuk saat ini, meski tidak sepenuhnya. "Di-dia.. dia yang menolongku." Ucap Ji won ragu sambil sesekali menoleh kebelakang. "Katakanlah yang jujur nona, dia mengancammu? Apakah dia pelakunya? Tenang saja kami akan membawanya ke kantor polisi jika memang begitu."

"Ani.. dia tu..tunangan ku, iya dia tunangan ku."

Ji won mengatakannya.

Dengan gerakan cepat, pria di belakang Ji won itu merangkul pundak kurus milik Ji won "Ya, kami akan menikah bulan depan. Jadi dia sudah aman, maka kalian pergilah." Seketika tubuh Ji won meremang, perkataan pria itu mempengaruhi nya begitu besar. Jangankan tunangan, kekasih saja Ji won tidak pernah punya.

Seharusnya Ji won tidak mengatakan nya tadi, heol.

[]

Jangan lupa add library yaa

Endless. 'K.T.H'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang