6 | the beginning

7.8K 847 37
                                    

Untuk beberapa detik aku sempat menatap ke arah kelopak matanya yang sendu, seakan-akan mengisyaratkan kepada setiap orang yang menatapnya bahwa dia tengah meminta tolong sesuatu. Kau tahu, aku bukanlah seorang psikolog atau psikiater atau ahli pembaca pikiran seseorang, jadi yah, tentu saja aku tidak tahu apa maksud dan tujuan gadis tunawicara ini berdiri di depan pagar rumahnya alih-alih masuk saja ke dalam rumah, melakukan sesuatu yang dapat mengurangi kebosanannya seperti mendengarkan musik atau menonton film—seperti kebanyakan yang gadis-gadis lakukan.

"Oh, hai," sapaku kemudian.

Julia tersenyum tipis; seakan-akan itulah senyum ketika seorang gadis sedang bertemu cowok-ganteng-tapi-konyol yang menabrak pagar rumahnya gara-gara tidak melihat jalan. Aku membalas senyumnya dengan anggukan kecil yang sebenarnyalah tidak kumengerti apa maksud dari anggukanku ini.

Ini adalah pertemuan keduaku dengan Julia dan entah kenapa aku menyadari bahwa di setiap pertemuan kami, pasti selalu ada adegan diam-diaman saja alias kecanggungan yang luar biasa. Seperti yang kulihat di serial-serial televisi ketika seorang cowok bertemu dengan seorang cewek maka yang terjadi selanjutnya adalah seperti sekarang ini; Julia terdiam di depanku, dan aku mendadak menjadi patung.

Kecanggungan yang luar biasa ini membuatku tidak berani menatap ke arah wajahnya. Ya, benar. Aku hanya setengah menunduk, mengikuti gerakan serangga terbang yang disebut kepik beterbangan di sekitaran Julia berdiri. Namun kemudian kepik kecil itu mendarat di kalung dari kain milik Julia. Tunggu, itu bukanlah kalung, melainkan sebuah tali card holder yang mana bukan kartu pengenal yang digantungkan, melainkan book note kecil.

"Julia, apakah benar itu book note?" tanyaku memecah keheningan, seraya mengacungkan jari telunjuk ke arah book note dan talinya. Aku tahu ini pertanyaan retoris dan tidak penting-penting amat, tetapi yang muncul di otak lambanku saat ini hanyalah pertanyaan itu.

Julia mengangguk pasti. Kemudian tangan kanannya terangkat—dan baru kusadari ternyata sejak tadi Julia tengah membawa sesuatu; semacam kartu ucapan atau kartu undangan. Gadis itu mengambil tiga dari beberapa tumpukan kartu lalu diserahkannya padaku. Aku mengambilnya sambil melirik sebentar ke arah tulisan yang berukuran paling besar di situ—Warm Our New House—lalu kembali menatap Julia bersama tangan kanannya yang kini tengah memegang pena, menuliskan sesuatu di book note kecil, sebelum akhirnya disobek kertas itu dan diserahkannya padaku.

Aku membaca tulisan Julia, datanglah ke pesta acara housewarming kami. Ajak juga keluargamu.

"Ah, ya, terima kasih sudah mengundang, Julia. Kami usahakan akan datang," kataku setelah membaca kartu invitasi dari Julia. "oh, ya. Kenapa kau memberikanku tiga kartu?"

Julia kembali menulis. Lalu setelah selesai, dirobeknya kertas note dari bukunya dan diulurkan padaku. Aku kembali membacanya, tolong berikan kartu itu pada tetangga sebelah rumahmu dan pada Penelope.

"Tetanggaku yang di sebelah sana adalah keluarga Cooper—jika kau ingin tahu saja, sih. Dan... Penelope? Kenapa kau tidak memberikannya sendiri saja? Uhm, maksudku, rumahmu 'kan lebih dekat dengannya daripada rumahku."

Aku menunggu Julia untuk kembali menulis pada kertasnya, namun selama beberapa detik berselang setelahnya, Julia tidak melakukan reaksi apa pun. Gadis itu terdiam dengan sorot mata ke belakangku—arah rumah Penelope. Aku menoleh ke belakang; mencari tahu ada siapa di sana. Dan, oh. Di sana berdiri Penelope dan teman-temannya di depan pintu, mengobrol. Aku yakin sekali bahwa mereka sedang membicarakan hal-hal tidak pentingnya milik para gadis.

Namun kemudian aku mendapati Penelope melihatku sedang mengamatinya dari kejauhan. Aku melihat Penelope seperti berbisik kepada teman-temannya setelah melihat kami—aku dan Julia. Kupicingkan mataku agar aku tahu benar apa yang sedang mereka lakukan, namun tidak ada. Aku tidak bisa melihat dengan jelas ketika terlalu jauh; sedangkan mereka para gadis, mereka berempat dan itu cukup untuk membuat suatu lingkaran kerumunan menggosip.

Aku menoleh ke Julia lagi dan mendapati kedua matanya berkilau. Penuh air mata, sudah hampir tumpah. Mendadak aku seperti-merasa-tegang karena melihat seorang gadis akan menangis.

Aku memanggilnya pelan, "Ju-julia? Kau tidak apa-apa?"

Alih-alih menulis sesuatu, Julia malah menggeleng cepat dan dalam sekejap mata gadis itu berlari ke halaman, lalu masuk ke dalam rumah. Aku ingin sekali memanggilnya lagi, namun aku juga berpikir, selanjutnya apa? Aku ini cowok cemen dengan selera humor rendahan yang masih meminta uang pada mamanya, lalu, aku bisa melakukan apa untuk membuat Julia berhenti menangis?

Aku melihat teman-teman Penelope satu-persatu mulai pergi dengan sepeda mereka masing-masing hingga yang terakhir. Aku berasumsi bahwa mungkin alasan Julia menangis adalah Penelope. Entah apa yang Penelope lakukan pagi tadi, sungguh licik hingga mampu membuat Julia menangis ketika hanya melihat Penelope saja. Apakah gadis itu benar-benar tidak mempunyai perasaan-sesama-gadis atau apalah itu?

Seperti yang diminta Julia, aku harus menyerahkan kartu undangan ini pada Penelope, maka aku melakukannya. Aku berjalan menuju halaman rumah Penelope sambil menuntun sepedaku sebelum akhirnya kuletakkan sepeda itu di sisi pintu gerbang.

Aku mendekati Penelope yang masih berdiri di teras. Aku tidak mau berbasa-basi dengannya mengingat karena aku sudah telanjur sebal dengannya sejak kunjunganku pertama kali mengantar kue untuknya, jadi langsung saja kukatakan, "Keluarga Carpenter mengadakan pesta housewarming," aku menyerahkan salah satu kartu padanya, dan setelah Penelope menerimanya, aku melanjutkan, "bukan urusanku jika kau datang atau tidak."

Asumsiku adalah, Penelope tidak akan datang—yah tentu saja karena tadi pagi dia sudah menggosipkan Julia bersama dengan teman-temannya. Namun tanpa bisa ditebak sebelumnya, gadis penggosip di depanku malah berkata, "Aku pasti datang."

Apa-apaan?! []

Apa-apaan?! []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang