prologue

6.4K 535 28
                                    

Nasib dan takdir itu hampir sama. Dua kata yang memiliki pengertian yang bagi sebagian orang sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan kecil yang tidak mereka ketahui. Nasib adalah sesuatu yang merupakan kelanjutan dari setiap perbuatan yang orang-orang jalani, masih dapat diubah selama orang itu mau melakukannya. Namun tidak bagi takdir. Takdir tidak dapat diubah. Jika Tuhan menghendaki, maka itu dia—itulah takdir, dan jika memang sudah takdir, maka tidak bisa diubah.

Antara nasib dan takdir membawa seorang gadis ke sebuah persimpangan. Gadis itu berdiri di sana, di lampu merah perempatan Jalan Bloomfield Barat yang penuh kendaraan meskipun ini sudah malam hari. Menunggu, menunggu sesuatu merenggut nyawanya atau justru seseorang yang mencegahnya.

Hingga ketika seorang pemuda memanggil namanya, ia sadar bahwa pemuda itu ternyata terlalu cepat dari yang bisa ia duga. Maka gadis itu harus mengakhiri semuanya segera sebelum semuanya terlambat—sebelum pemuda itu datang padanya.

Maka takdir memang sudah demikian. Ia berjalan ke tengah perempatan jalan tepat ketika pergantian lampu dari hijau menjadi kuning, lalu merah. Mobil dari arah timur sudah memelan lalu berhenti karena lampu kini sudah berganti merah, sedangkan kendaraan-kendaraan dari arah selatan masih berhenti, dan itu masih dalam tahap pergantian lampu dari merah ke kuning lalu ke hijau.

Di situlah ia berdiri, bersiap menanggalkan nyawanya (pada dasarnya ia sudah siap) karena detik itu juga, matanya telah terpejam. Menulikan pendengaran, membutakan pengelihatan, menghentikan semuanya. []

Ten Rumors about the Mute GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang