Setelah kejadian kemarin Ran memilih untuk tidak menemui Rey hari ini. Mungkin saja mood cowok itu masih hancur.
Bel istirahat telah berbunyi dari lima menit yang lalu. Tetapi, Ran enggan untuk pergi ke kantin. Kelasnya kini sepi sekali, hanya ada beberapa siswa yang sedang asyik membaca buku pelajaran.
Ran memilih untuk menyumpal telinganya dengan earphone dan memutar lagu Nothing's Gonna Change My Love For You milik George Benson.
Sambil bersenandung, Ran membuka isi galerinya. Ada satu album yang ia beri nama Ma Boo dan berisikan banyak sekali foto Rey di dalamnya. Tanpa Ran sadari, sudut bibirnya terangkat naik.
Detik kemudian, suara decitan sepatu terdengar mendekati mejanya.
"Gimana sama Rey?" tanya Tara, membuat Ran mendongak menatap cewek itu.
"Enggak gimana-gimana," jawab Ran, membuat Tara menghela napas berat.
"Jangan bohong, gue selalu mantau lo pas ada di deket Rey," ucap Tara seraya tersenyum tipis.
Ran mengangkat tinggi sebelah alisnya. Pantesan aja!
"By the way, lo nggak capek friend zone-an terus sama Rey?"
Ran mengangkat bahunya sekilas. "Mau gimana lagi, Ra." Cewek itu menjeda ucapannya sebentar, "Friend zone-an aja udah cukup kok."
Tara bungkam. Ia mengerti sebenarnya Ran lelah seperti ini terus, cewek itu sudah terlalu banyak merasakan luka akibat memperjuangkan Rey yang hatinya masih bertumpu pada dirinya.
☁☁☁
Setelah pulang sekolah Ran pergi menuju taman kompleks yang jaraknya cukup dekat dengan rumahnya. Sebelumnya, ia pulang ke rumah untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Ran memakai kaus putih polos dengan kardigan hitam dan celana jeans sebagai bawahan.
Kebetulan sekarang sudah jam lima sore, ia memilih untuk menikmati senja dengan duduk di pinggir danau. Saat ini Ran benar-benar ingin menikmati waktunya untuk menyendiri.
Mungkin, keberuntungan memang sedang tidak berpihak padanya.
Lengan kirinya ditepuk oleh seseorang. Ran menoleh, mendapati Rey di sampingnya yang entah sejak kapan berada di tempat ini. Sedangkan Rey menunjukkan cengiran khasnya.
"Lo kok bisa ada di sini, sih?" tanya Ran cukup terkejut.
"Bebas, dong. Ini, kan, tempat umum," jawab Rey seraya memainkan alisnya.
Jantung Ran berdegup sangat kencang melihat paras tampan serta rambut Rey yang agak acak-acakan akibat angin yang berhembus cukup kencang.
Sebenarnya, Rey iseng berjalan-jalan di sekitar kompleks perumahan. Ia tidak sengaja melihat Ran keluar dari rumahnya, lalu Rey memutuskan untuk mengikuti cewek itu.
Rey mengedarkan pandangan ke arah taman yang dipenuhi oleh para pasangan dan anak-anak kecil yang dengan riangnya bermain dan tertawa bersama. Irisnya tidak sengaja menemukan Hansel dan Tara yang juga sedang berada di taman ini. Mereka duduk di kursi taman yang tidak jauh dari tempatnya berada.
Rahang Rey mengeras, ia berusaha mengontrol emosinya. Sabar, Rey, sabar!
Ran menatap Rey, ia juga menyadari ada Tara dan Hansel di sini.
Setelahnya, hening. Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing.
Kemudian, ide jahil terlintas dipikiran Rey. Ia menoleh menatap Ran.
"Ran," panggilnya.
"Apa?"
"Lo tau monyet nggak?" Rey tersenyum jahil.
Ran berusaha menahan tawanya, ia tahu bahwa Rey ingin menjahilinya. "Tau." Ran menjeda ucapannya sebentar, ia ingin balik menjahili Rey, "saudara lo, kan?"
Rey mendelik, lalu cowok itu memaksakan senyum manis pada Ran. "Ohh, maksudnya lo ngatain gue gitu?!"
Ran sudah tidak dapat menahan tawanya lagi. "Iya."
Rey jadi gemas sendiri, ia mengacak-acak rambut Ran sehingga rambut cewek itu menjadi sangat berantakan. Rey juga ikut tertawa. Entah kapan terakhir kali mereka tertawa lepas seperti ini.
Ran meredakan tawanya, sebelum ia kembali berbicara. "Rey, gue punya tebak-tebakan."
Rey mengusap ujung matanya yang berair. "Apaan?"
"Bayi, bayi apa yang susah hilang?"
Rey mengetuk-ngetuk dagunya. Berpikir, apa jawaban yang tepat dari teka-teki yang Ran berikan. Cukup lama ia berpikir. Namun, Rey tak kunjung menemukan jawabannya.
"Gue nyerah!" ucap Rey akhirnya. Cowok itu menatap Ran penasaran.
"Bayi yang susah hilang adalah, bayi-angan mantan!" Ran memukul-mukul dadanya berlagak kesakitan.
Rey mendengus sebal, ia agak merasa tersinggung oleh perkataan Ran. "Maksudnya, lo nyindir gue gitu?"
Ran tertawa geli. "Mungkin."
"Sialan," gumamnya pelan. Ingin rasanya ia mengeluarkan sumpah serapah bila itu bukan Ran yang tadi menyindirnya. Kemudian, Rey memalingkan wajahnya kesembarang arah.
"Rey ... jangan marah, ya?" ucap Ran dengan nada yang kelewat menggemaskan seraya menusuk-nusuk pipi Rey dengan jari telunjuknya.
Rey gemas bukan main, ia kembali mengacak rambut Ran sambil tersenyum. "Gue nggak marah, kok."
Mereka kembali tertawa.ungguh senja yang sangat indah. Tuhan kembali melukiskan kisah indah dipikiran mereka masing-masing, melupakan sejenak luka yang masih keduanya rasakan. Lebur dalam tawa yang menyelimuti mereka.
Detik kemudian, Rey meringis. Ia kembali merasakan sakit pada dada kirinya.
Ran memperhatikan perubahan ekspresi Rey. "Lo kenapa?" tanya Ran khawatir.
Rey tertegun, ia menatap lekat-lekat cewek itu. Kenapa penyakit gue kambuh, sih?
"G-gue nggak apa-apa, kok."
Rey belum siap untuk memberi tahu penyakit yang dideritanya kepada orang-orang terdekat. Ia memilih merahasiakan itu rapat-rapat. Dirinya tidak ingin dikasihani oleh semua orang, apa lagi dipandang lemah.
☁☁☁
HAI!!!!
Masih pada inget gak, nih???
Gimana chapter kali ini?
Ada yang friend zone-an juga?
Kalau iya, senasib sama Ran 😥😥Jadi gemes sama Rey & Ran 😆😆
Oh, ya. BTW, LFY gak bakal sepanjaaaaaang yang kalian kira ^^
Ceritanya cenderung lebih padet ♡Fun fact nih, judul Love For You itu terinspirasi dari salah satu judul lagunya Westlife. Yang Ran dengerin tadi itu lho... ^^
Ok, see you. Vote jangan lupa ....
With love,
♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Love for You
Teen Fiction"Karena gue juga ngerasain hal yang sama kayak lo." Ini cerita tentang Kirana Oliveria, panggil saja Ran. Gadis yang merasakan sakitnya jatuh cinta. Memperjuangkan rasanya selama bertahun-tahun. Namun, seseorang yang dia perjuangkan selama ini tidak...