▪ LIMA BELAS ▪

853 43 15
                                    

Pagi ini Ran melangkah menuju gerbang taman dekat kompleks. Ia mencari seseorang yang memintanya datang kemari. Detik kemudian, irisnya menangkap lelaki yang tengah duduk di kursi taman sambil celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang.

Ran menghampiri lelaki yang memakai hoodie hitam itu.

"Pagi, Rey!" sapa Ran.

Rey tersenyum, lalu balik menyapa Ran, "Pagi!" Setelahnya, Rey bangkit berdiri. "Ran, hari ini gue traktir apa aja yang lo mau."

Mata Ran berbinar, tidak biasanya Rey sebaik ini. "Serius?" tanya Ran memastikan.

Rey mengangguk sebagai jawaban.

Mata Ran menjelajah kesegala arah. Pagi ini taman sangat ramai dikunjungi orang, tidak jarang tukang jajanan mencari kesempatan untuk berjualan. Dari sekian banyaknya jajanan kaki lima, mata Ran tertuju pada pedagang gula kapas berwarna merah muda yang besar seperti gumpalan awan.

"Gue mau gula kapas! Boleh, kan?"

Rey mengangguk dengan senang hati, lalu menarik Ran ke arah penjual gula kapas itu.

"Bang, satu, ya!" ucap Rey kepada penjual gula kapas.

"Makasih, ya. Lo baik banget." Ran tersenyum diakhir kalimatnya.

"Santai, anggap aja ini imbalan karena lo selalu bantu gue meskipun tanpa gue suruh."

Ran terkekeh geli, dia selalu ikhlas membantu Rey tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun.

"Ini, Mas." Penjual itu menyodorkan gula kapas besar kepada Rey. Cowok itu menerimanya, lalu memberikan gula kapas tersebut pada Ran.

Ran melahap gula kapas yang terasa mencair ketika sampai di mulut.

"Lo mau?" tawar Ran.

Rey menggeleng sebagai jawaban. Sebenarnya, ia tidak terlalu suka makanan manis.

"Suka?" tanya Rey.

"Suka apa?"

"Gula kapasnya."

Ran mengangguk antusias. "Banget."

Hening kemudian. Rey fokus menatap jalan yang ada di depannya, sedangkan Ran fokus memakan gula kapasnya.

Rey bingung untuk memulai topik pembicaraan ringan seperti apa. Berbeda drastis jika sedang di sekolah. Ia selalu mempunyai bahan lawakan untuk  disampaikan kepada orang, pastinya selalu berhasil membuat orang itu terbahak.

Oke, mungkin sekarang Rey harus melucu agar suasana tidak terlalu canggung.

"Lo tahu kenapa gue ajak lo ke sini?" tanya Rey lagi.

Ran menggeleng seraya menatap Rey. "Memangnya kenapa?"

"Biar lo nggak stres. Gue nggak mau lo botak cuma gara-gara pusing mikir urusan OSIS dan PR yang numpuk."

Ran tertawa renyah, cewek itu hampir saja tersedak gula kapasnya sendiri. Rey memang selalu bisa membuat Ran tertawa di mana saja dan apapun situasinya.

"Emm, Rey," panggil Ran.

"Hm?" Rey menyahut.

"Sebenernya, gue—"

Tiba-tiba bola plastik menyentuh kaki Rey, membuat cowok itu mengalihkan perhatiannya dari Ran.

"KAKAK, OPER BOLANYA KE SINI!" teriak anak laki-laki kepada Rey yang meminta bolanya kembali.

Rey tersenyum dan menghampiri anak laki-laki itu yang sedang bermain dengan teman sebayanya.

"Kakak boleh ikut gabung nggak?" pinta Rey.

"Boleh! Tapi, Kakak mau jadi apa?"

Rey berpikir. "Kakak jadi kiper boleh?"

Anak laki-laki itu mengangguk, namun setelahnya menggeleng. "Jangan, Kakak nggak boleh jadi kiper! Nanti kalau Kakak jadi kiper aku nggak akan bisa masukin bolanya ke gawang. Kakak pasti jago."

Kini, anak laki-laki itu yang terlihat berpikir. "Kakak nggak bisa ikut, deh. Soalnya kita udah cukup, enggak bisa tambah orang lagi."

Rey tertawa dalam hati. Sungguh sangat lucu tingkah anak laki-laki itu.

"Kalau Kakak ganteng nggak bisa ikut gabung, gimana kalau kita main petak umpet aja? Sama teman-teman kamu juga. Nanti Kakak yang jaga, kamu sama teman-teman kamu yang ngumpet," celetuk Ran tiba-tiba.

Anak laki-laki itu tampak terlihat bersemangat. Ia menoleh ke arah teman-temannya, mereka mengangguk tanda setuju.

"OKE!"

"Lo yang jaga, ya?" bisik Ran kepada Rey.

Rey mengangguk. Setelahnya, cowok itu menutup kedua mata dengan telapak tangan. "Satu, dua, tiga, empat, lima." Rey mulai menghitung. Anak-anak kecil itu berlarian ke sana-ke mari untuk mencari tempat persembunyian. Termasuk Ran juga.

"Enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Udah belum?" tanya Rey. Tidak ada jawaban. Rey membuka telapak tangan perlahan, matanya menjelajah ke segala penjuru arah.

Rey pandai sekali menemukan anak-anak yang bersembunyi darinya. Ketika Rey berhasil menemukan anak-anak itu, ia langsung mengelitikinya sampai anak-anak itu tertawa.

Apalagi ketika menemukan Ran yang bersembunyi di balik batu besar dekat danau. Rey mengelitiki cewek itu tanpa ampun. Bahkan Ran sampai mengeluarkan air mata karena terlalu geli.

"Rey, udah, ih!" Ran masih tertawa seraya menjauhkan tangan Rey dari perutnya.

"Kalau gue nggak mau, gimana?" Nada bicara Rey terdengar sangat jahil.

"Udah! Gue nggak kuat," ucap Ran terlihat memohon. Rey akhirnya mengalah dan berhenti mengelitiki cewek itu.

Ran melangkah ke tepi danau untuk duduk di sana. Meredakan sisa tawanya.

Rey duduk di samping Ran sambil tersenyum. "Gimana, seru nggak main sama anak kecil?"

Ran mengangguk. "Makasih, ya, udah ajak gue ke sini."

"Sama-sama. By the way, mau gue kelitikin lagi nggak?" Rey tersenyum jahil.

"Rey!" Ran mencubit pelan lengan Rey.

Setelah itu, Rey terbahak. Keduanya kembali hanyut dengan tawa yang mereka ciptakan. Sama seperti mereka yang menikmati senja bersama kala itu.

☁☁☁

Ok, guys. Kayaknya ini bakal jadi chapter khusus Rey dan Ran.

Sebelum dichapter selanjutnya akan ada konflik melanda. Aye aye~~

Di a/n kali ini aku juga gak akan banyak cuap-cuap.

Ok, see you. Vomment jangan lupa.

With love,
Tias si pelaut ⛵⛵

Love for You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang