"Jangan beri aku harapan jika kamu akan menghancurkan harapan itu."
____
Rey berjalan menyusuri koridor kelas 12. Setelah memberi tugas kepada Tara untuk memasang poster di mading ia memutuskan untuk menyusul Alan dan Leon yang sudah terlebih dahulu pergi ke kantin.
Awalnya Tara menolak permintaan Rey. Namun, pada akhirnya cewek itu menyetujuinya karena Rey agak sedikit memaksa.
Rey selalu menyapa ramah orang-orang yang berada di sekitarnya, orang-orang juga selalu membalas sapaannya. Tidak jarang kaum hawa yang meleleh melihat senyuman Rey.
Seperti saat ini, Rey sedang asyik menyapa orang-orang yang berada di koridor kelas 12. Sejurus kemudian, ia berjumpa dengan Ran yang berjalan dari arah berlawanan.
"Hai, Ran!" sapa Rey dengan senyuman manis andalannya.
Ran mengerjapkan matanya beberapa kali. "Eh, hai!" balas Ran. Melihat senyum Rey saja sudah membuat Ran bahagia, apa lagi jika itu untuknya.
Kemudian hening, tidak ada yang berbicara. Ran dan Rey hanya diam seraya melempar senyuman.
Dari arah berlawanan ada Hansel yang sedang mengejar Joni. Joni berlari sangat kencang, ia tidak sengaja menabrak punggung Rey hingga membuat cowok itu terhuyung ke arah Ran.
Refleks, Rey mengurung Ran dengan kedua tangannya di tembok sebelah cewek itu.
Ran terbelalak kaget, wajahnya dan Rey hanya berjarak satu jengkal. Jantungnya saat ini berdegup sangat kencang, semburat merah bahkan mulai menjalar di pipinya tanpa bisa ia sembunyikan lagi.
Rey menatap lekat iris abu-abu Ran yang berjarak sangat dekat dengannya.
"Dunia serasa milik berdua, ya, bro," celetuk seorang cowok yang membuat Rey langsung melepaskan tangannya. Sekarang bukan hanya wajah Ran yang memerah, tetapi begitu juga dengan Rey.
Semua orang yang melihat itu berdeham dan ada juga yang berpura-pura batuk.
"S-sori, gue duluan, ya," ucap Rey gugup.
"Iya, gue juga," balas Ran, kemudian melenggang pergi.
☁☁☁
"Serius lo?!" ucap Grace tak percaya.
Ran mengangguk kecil. "Iya."
Ran mengulum senyum. Beberapa saat yang lalu ia menceritakan kejadian di koridor tadi kepada Ruby dan Grace, membuat kedua temannya itu heboh sendiri saat ia menceritakannya.
"Meleleh, tuh!" sahut Ruby yang membuat Ran terkekeh.
Detik kemudian, Rey, Alan, dan Leon datang. Lalu, mereka duduk di kursi kantin yang sama dengan Ran dan kedua temannya tempati.
"Bagi, ya, gue haus," ucap Rey, kemudian meneguk habis es teh manis Ran yang baru saja cewek itu minum.
Beberapa siswa dan siswi yang melihat itu hanya bisa melongo terutama Alan, Leon, Grace, dan Ruby.
Ini indirect kiss, kan? kata Ran dalam hati. Keberuntungan apa lagi yang sedang ia dapatkan saat ini?
"Kenapa, hm?" tanya Rey. Cowok itu tersenyum jahil diakhir kalimatnya.
Rey hari ini kenapa, sih? Dia pura-pura bego? Udah tahu yang tadi dia lakuin itu indirect kiss. Kenapa santai aja! batin Alan. Cowok itu menatap Rey dengan kesal.
"Lo mau ngapain?" Ran bertanya balik, berusaha terlihat tenang walau kini ia ingin sekali menjerit senang.
"Gue mau bahas soal ekskul musik. Banyak, sih, yang mau masuk ekskul musik. Tapi mereka rata-rata nggak bisa main musik. Lo, kan, jago main musik, nanti lo jadi pengurus ekskul musik, ya?"
Ran mengangguk paham, ini bisa sangat berguna untuknya. Selain ia bisa terus mengasah kemampuannya bermain musik, itu juga bisa mempersibuk kegiatannya. Ran sangat suka seperti itu ketimbang harus bermalas-malasan.
Walaupun Ran sudah kelas 12 dan ia juga bagian dari pengurus OSIS yang selalu saja disibukkan dengan tugas-tugas setiap harinya, tidak mengapa.
"Oke," ucap Ran kemudian.
Rey tersenyum dan mengangguk.
"Eh, kebetulan gue bisa main drum. Gue boleh masuk ekskul musik, kan?" tanya Leon seraya mengacungkan tangan.
"Ya udah, lo daftar aja dulu," jawab Rey.
"Gue juga mau masuk ekskul musik. Tapi, gue cuma bisa main triangle doang. Terus gimana?" celetuk Alan yang membuat semuanya tertawa renyah.
"Lo gabung aja, Lan. Nanti belajar pelan-pelan, jangan cuma bisanya main triangle doang," sahut Ran.
"Oke, Bu Bos," ujar Alan sambil tersenyum lebar.
☁☁☁
Bel pulang sekolah telah berbunyi dari lima menit yang lalu. Sekarang Ran sedang menunggu angkutan umum yang lewat di halte.
Sejak kejadian di koridor dan kantin tadi, kedua temannya tidak berhenti bersorak menggodanya. Apa lagi Tara yang terus mengechat-nya. Ran juga sangat senang sekarang, ia benar-benar beruntung hari ini.
Kemudian, Rey tiba-tiba datang menghampiri Ran dengan wajah datar dan tatapan horor. "Lo pulang bareng gue!"
Ran melipat tangan di dada, ia menatap Rey intens. Ran tahu, pasti Tara menolak ajakkan Rey untuk pulang bersama. "Nggak, nggak, nggak. Gue mau pulang naik angkot!"
Ran memang berkecukupan. Tetapi, cewek itu enggan untuk menaiki mobil pribadinya walau sudah berulang kali diperingati oleh orangtuanya. Ia lebih nyaman menaiki angkutan umum ketimbang mobil pribadi.
Rey menatap Ran tidak suka. "Nggak, nggak, nggak. Lo harus pulang bareng gue!" Rey berbicara mengikuti nada Ran. "Gue enggak mau ada penolakan."
Ran mendengus pasrah. Karena ia tahu betul, jika kemauan Rey tidak dituruti cowok itu akan terus memaksa. Dasar Rey.
☁☁☁
Halo gaess!!
Tias balik lagiii :))
Kali ini Chapter Rey yang ngebaperin Ran terus, tapi gak peka-peka!Maapin gak update-update :( aku lagi sibuk urusin sekolahh. Dan setiap udah ngetik beberapa kata, langsung ngaaaareeeeetttt banget.
Leon: Heh! Elu bukannya sibuk, tapi males, Kak! *Tiba-tiba dateng*
Tias: *Menjitak Leon* Diem lo! Lo kalau ngomong suka bener!
Hansel: Kak Tias gitu juga gara-gara pembaca. Pembaca kalo baca kadang nggak mau tinggalin vote ama komen. *Tiba-tiba dateng*
Tias : *Menjitak Hansel* Diem! Lo kalo ngomong kadang suka bener!
Ok, lah. See you. VOMMENT JANGAN LUPA!
Hargai aku wankawan :")
With love,
Pacar Manu Rios 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Love for You
Teen Fiction"Karena gue juga ngerasain hal yang sama kayak lo." Ini cerita tentang Kirana Oliveria, panggil saja Ran. Gadis yang merasakan sakitnya jatuh cinta. Memperjuangkan rasanya selama bertahun-tahun. Namun, seseorang yang dia perjuangkan selama ini tidak...