bayangan

14 0 0
                                    


Hope was all I had left.
But you had to tear that down too.
I hope you're happy.

Ini memang terlihat bodoh,
tapi perhatikan.

Aku berada di tempat yang terang, untuk saat ini.
Ku ambil senter dan ku arahkan cahayanya ke telapak tanganku.
Membuat sebuah bayangan gelap di bawahnya.
Lalu salah satu dari mereka bertanya, ''apa itu?''
Aku tersenyum, lalu menjawab, ''mereka adalah yang selama ini kalian panggil bayangan''
''Apa mereka nyata?''
''Tidak. Tentu saja, mereka tidak nyata.''

Sekarang gantian mereka yang tersenyum. Senyum yang menakutkan-sebenarnya jika kau tanyakan padaku.
Lalu, salah satu dari mereka berseru, ''intinya, bayangan tidak nyata. Bagaimana dengan bayangan dirinya yang selalu ada di balik kepalamu? Apa dia juga tidak nyata?''

Lalu mereka tertawa.
Menikmati tiap detik ekspresi wajahku yang menegang.

Saat itu juga, aku mengigit bibirku kuat. Nafasku tercekat di tengah tenggorokan, mataku mulai berair.

Bayangan itu tidak nyata.
Lalu, bagaimana dengan bayangan kamu yang selalu menyintip dalam diam di benak ku?
Apa kamu, tidak nyata juga?

Lalu tiba-tiba kamu datang.
Begitu saja. Tanpa kabar, tanpa petunjuk, bahkan tanpa sebuah peringatan.
Kamu kembali.

Kamu kembali dengan senyummu - seperti dulu.
Dengan kedua telapak tangan yang kau masukan dalam saku celanamu,
kamu berdiri di hadapanku.
Tatapan kita bertemu untuk beberapa saat.

Kenapa kembali?
Setelah menghilang tanpa kabar,
Kenapa harus kembali seolah-olah tidak ada apa-apa?

Aku tidak mengerti.
Seperti apapun.
Sebesar apapun usahaku untuk mencoba mengerti,
aku sama sekali tidak akan pernah bisa mengerti.

Kamu layak bayangan.
Sesuatu yang selalu menempel di balik sepatuku.
Sesuatu yang memaksa tidak ingin pergi.
Kamu.
Sesuatu yang selalu menghantuiku dengan kenangan-kenangan manis yang terkadang buat aku malah menangis.

Kamu selalu ada disana, kamu ada.
Namun, aku tidak bisa benar-benar meraihmu.
Sial, kau memang benar-benar bayangan.

Aku tak bisa menyentuh wujudmu.
Sebuah bayangan hitam yang selalu menjadi parasit dalam hidupku.
Ah, anggap saja,
kita berbeda.
Beda dalam artian yang tidak akan pernah bisa satu.
Jadi, untuk apa mencoba memaksakan jadi kata satu?

Karena orang bilang, ''ibaratkan air dengan tinta. Dari pada mencelupkan tinta ke dalam air, mending tidak usah sama sekali. Kau tahu, kebanyakan orang tidak akan menyukai air yang bertinta. Berbeda, berwarna kelabu. Menyedihkan. Tak layak di minum,''

Jadi, kurang lebih begitu.

Lalu mereka bertanya, "will you be okay?"
Aku menggelengkan kepalaku,
mengisyaratkan pada dunia saat ini aku benar-benar tidak dalam keadaan baik, kau tahu?

Waktu akan menyembuhkan.
Waktu akan menjawab.
Mungkin, salahku jatuh cinta pada orang yang salah.
Mungkin, salahku juga membiarkan perasaan bermain terlalu lama.
Mungkin, salahku juga membiarkan sebuah harapan kosong membuatku melambung dan sempat berpikir bahwa kita pada akhirnya bisa jadi kata satu.
Mungkin, memang aku yang patut di salahkan. Karena pada akhirnya, aku sudah terlanjur memilih dia.

''Maybe 'okay' just not for today, you know? But yes, i'll be okay, eventually."

Jawaban yang pathetic, I know.

A NOTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang