mereka bilang...

16 0 0
                                    


Jika memang sudah tidak cinta, lalu mengapa harus berakhir dengan duka?
Tadinya, ku fikir cinta itu akan menghasilkan sesuatu yang indah,
lalu katakan, kenapa semuanya berbalik arah? Aku mencintaimu. Tapi kenyataan mengatakan kau tidak lagi sama seperti ku.
- Belarasati, Goodbye. one shoot.

Ada beberapa orang bilang, "kalau kau menyayanginya. Entah bagaimana cara kau melupakannya di kemudian hari, tapi sebagian dari dirimu akan selalu menyayanginya"

Aku kira kita satu.
Lalu, lihat kembali dimana kita berpijak,
aku sadar kita terbagi dua.
Kembali sebagai orang asing yang selalu melewati satu sama lain tanpa saling sapa.
Kembali dengan senyum kaku, lalu, begitu saja,
kita menghilang.

Mereka bilang, "jika kau menyayanginya, entah bagaimana cara kau melupakannya di kemudian hari, tapi dia akan selalu disana. Mengisi sebuah ruangan kosong dihatimu, yang kau biarkan terbuka."

Lalu bagaimana dengan kata-kata itu?
Haruskah aku anggapkan itu sebuah fakta,
atau hanya opini dari beberapa orang yang ada di sekelilingku?
Dulu. Jauh sebelum jarak memisah kita,
Kamu sempat bilang, kamu menyayangiku.
Dulu, jauh sebelum keadaan canggung membuat kita bungkam,
Kamu sempat bilang, ada yang beda setelah aku hadir dikehidupanmu.
Dulu, jauh sebelum semua ini terjadi,
Aku bilang aku menyayangimu.
Sama layak sepertimu, hanya saja, kurasa aku lebih sedikit menyayangimu.
Sehingga tinggal aku yang ada disini.

Lalu bagaimana dengan kata-kata itu?
Bukahkah, seharusnya, sampai saat ini, aku masih tetap di hatimu?

Tertahan oleh kenangan.
Aku lupa akan kebenaran - kamu, aku. Kita bukan yang dulu.
Terlalu mencintai film romantis,
Lalu dunia berbalik menghentikanku berkhayal, membangunkanku dengan kenyataan yang berakhiran miris.

Orang bilang, "to keeps you being happy is, letting go what makes you sad,"

Boleh aku membantah kalimat itu dengan dukungan Adam Lavine saat dia menyanyikan lirik lagu payphone yang berbunyi seperti, "You say it's too late to make it, but is it too late to try?"

Aku ingin mencoba.
Setidaknya, itu alasan yang cukup bagus untuk tidak melepaskan, bukan?
Atau mungkin, itu hanya sebuah alasan di balik keegoisanku yang masih terperangkap dalam kenangan.

Lalu mereka bilang, membantah kalimatku barusan, "no matter how much you revisit the past, there nothing new to see."

Aku mencoba untuk membungkamkan mereka, lalu berteriak sekuat tenagaku, berharap mereka berhenti mencoba membujukku untuk melupakanmu.

Aku bilang, "its not how you forget, but how you forgive. Its not about how you listen, but how you understand. Its not what you see, but what you feel. Its not about how to let go, its how you hold on."

Ha, take that bitch!

Lalu mereka bilang, "when someone walks out your life, let them. There no use in wasting time on people that choose to leave you. What you make of yourself and your future is no longer tied to them. Sure, you may miss them. But remember, you are not the one who gave up"

Lalu aku diam. Lama di tempatku.
Tanpa bergerak setelah mendengar suara mereka yang barusan meneriakiku.
Mencoba menyadarkanku bahwa sebenarnya, mereka benar.

Its still hard. But i think, i understand now.
You were never meant to stay in my life.
You were there just to teach me how to let go.
So this is me.
Letting go.

"Rasa kehilangan itu wajar. Tapi percaya deh, semuanya akan baik-baik aja. Suatu hari, lo akan bangun dan nggak merasakan apa-apa. Semua beban dari masa lalu lo, rasa sedih ini, puff! hilang begitu saja. Dan saat itu, lo akan lebih ikhlas menjalani semuanya, karena lo udah menerima bahwa kenyataan nggak bisa diubah."
― Winna Efendi, Unforgettable

A NOTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang