Keputusan Umi Dan Abi

58 8 3
                                    

Keputusan Umi dan Abi.

Malam telah larut Hafsah tak bisa beristirahat dengan nyaman, matanya tak mau untuk di pejamkan walau sesaat, entah apa yang sedang menjadi pikiran dalam benaknya, telah seminggu ia beristirahat dirumah setelah pengumuman dan mengisi waktu luang dengan umi tercintanya,  rasa resah gelisah kini mengelayuti Hafsah lantaran ia masih belum punya gambaran arah hidupnya. Hingga Adzan Subuh telah berkumandang merdu menelisik sekitar perumahan termasuk rumah Hafsah, kemerduan lantunan Adzan subuh itu menyita perhatian Hafsah sehingga Hafsah mencoba fokus untuk benar benar mendengar suara muadzin tersebut. Fokusnya menjadi hilang saat Abinya datang mengetuk pintu untuk mengajaknya jamaah subuh di masjid dekat rumahnya,

"sah? Assalamualaikum" panggil abi sambil mengetuk pintu kamar Hafsah.

"wa'alaikumsalam bi" jawab Hafsah sambil membuka pintu.

Abi dan Hafsah mulai melangkah menyususuri jalan untuk berjamaah subuh,
Subuh kali ini memberi rasa yang beda dari subuh ke subuh sebelumnya, ada sedikit angin kedamaian yang menyelinap memasuki rongga hatinya,  dimasjid para jamaah telah siap untuk sholat termasuk Hafsah, namun sebelum sholat dilaksanakan di sunah kan beriqomah terlebih dahulu, lagi lagi sura itu menyita perhatian Hafsah, namun hal itu tak ia huraukan lagi, yanga ada di hati dan pikirannya sekarang hanya Allah tuhan semesta Alam.
Sholat subuh pun telah usai, Hafsah dan Abi jalan beriringan sembari menikmati udara pagi yang masih syhadu, Hafsah memberanikan diri untuk bertanya pada abinya mengenai muadzin subuh yang ia dengar tadi pagi.

"emm Abi? Hafsah boleh tanya? " cletuk Hafsah di tengah tengah heningnya perjalanan.

"iya sah," Abinya menjawab dengan mengukir senyum.

"emm abi tau kah bi tadi yang muadzin subuh" tanya Hafsah penasaran,

"emm muadzin subuh tadi itu?"Abinya menjawab dan berbalik tanya

Hafsah menjawab "iya bi"
Abinya hanya tersenyum dan sedikit mengalihkan arah pembicaraan Hafsah.

"koq cuma senyum sih bi" ambeg Hafsah pada abi nya.

"emm gimna zah, udah ada rencana kedepannya?, kamu mau kuliah atau nyantri" dua pilihan telah tersuguh dihadapan Hafsah.

Hafsah hanya membulatkan bola matanya mendengar pertanyaan sekaligus dua pilihan abinya. Dan hanya hening yang tercipta diantara mereka sampai tiba dirumah.

"assalamualaikum" sura Abi dan Hafsah mengentrupsi setiap sudut rumah.

"wa'alaikumsalam" jawab umi sambil memperhatikan abi dan putrinya.

"lhoo kamu kenpa zah?" tanya uminya  melihat wajah Hafsah yang murung.

" gpp koq mi,"  jawabnya dengan melempar senyum andalannya untuk menutupi gelisah dan gundah dalam hatinya, dan langsung masuk kamarnya.

Saat ini memang kamarnya adalah tempat yang selalu menjadi andalan Hafsah untuk termenung sejenak saat ia dalam bimbang.
Hingga jingga telah mewarnai langit dengan guratnya yang selalu meninggalkan keindahan, ia baru terbangun Dari tidurnya. Dengan beban dua pilihan dari abinya tadi subuh trus saja berputar dalam pikirannya seolah tak mau enyah dari otaknya.

"assalamualaikum zha" sura umi membubarkan gejolak pikiran yang sedari tadi berkutat di otaknya.

" wa'alaikumsalam iya mi," dengan keadaan yanwa yang masih belum terkumpul Hafsah bergegas membuka pintu kamarnya.

"masyaallah" teriak umi saat melihat anak putrinya masih belum siap untuk sholat magrib, sementara sebentar lagi masuk waktu solat magrib.

"ada apa mi?" tanyanya tanapa merasa bersalah.

"aadduuhh anak umii, jam segini koq belum siap" sambil memegang kepalanya.

"siap siap? Kemna mi" tanya Hafsah heran pada Uminya, maklum kadang kadang Hafsah sering g peka saat di otaknya berjibun pilihan.

Uminya hanya menggeleng kepala, melihat anaknya yang bertingkah sperti itu, dan menjawab
"siap siap untuk disolatkan".

Hafsah terlonjak mendengar ucpan uminya.

"yee umi mah nakutin Hafsah," sambil memandang wajah uminya.

"makanannya kalau ndak mau di sholati, sholatlah sebelum kau di sholatkan"  tukas uminya.

"sudah sana siap siap, udah di tungu abah di bawah" lanjut uminya sebelumnya Hafsah sempat menjawab. Sembari meninggalkan Hafsah.

Secepat kilat Hafsah bersiap, untuk bisa sholat magrib berjamaah dengan umi dan abahnya. Sesekali ia menyerutuk dalam hati.

"hmm untung saja tadi, umi bangunin klau ndak, sudah habis deh ana di marah abah".

Tak butuh waktu lama Hafsah segera meluncur kebawah untuk segera beribadah.
Sesampainya dibawah Hafsah di kejutkan oleh pertanyaan abah yang tajam dan harus ia jawab malam itu juga.

"zah," panggil abah lembut

"iya bah" jawab Hafsah dengan nada keraguan sembari menundukkan kepala.

"emm, belum bah".

"klau begitu abah minta jawaban dari mu malm ini bada isya" dengan aksen penegasan.

"iya bah"
hanya itu yang bisa Hafsah katakan pada ayahnya, lantaran hati sendiri masih bimbang, tapi mau tidak mau, siap tidak siap ia harus segera memberikan jawaban.
Kini Hafsah, umi, dan abah, telah bersama sama melakukan ibadah sholat maghrib dengan khusyu. Dan disitulah Hafsah meminta kemudahan untuk memberikan jawaban atas apa yang akan ia putuskan nanti pada umi dan abahnya.

Bada magrib di dalam kamar ia termenung
Ada rasa resah dan khawatir ketika akan memutuskan untuk nyantri,  dan benar saja kata hatinya mulai ikut andil.

"kuliah saja zha, pasti akan lebih seru, busa dinner, bareng temen, ngerjain tugas bareng dan seru seruan"  ego nya mulai menyeletuk, berupaya menguasai pikiran Hafsah untuk kuliah saja.

"zha, lebih baik kau dalami ilmu agama dengan nyantri, zah dan jagan buat kecewa Umi dan Abah mu"  sudut hati yang lain berisik Tak kalah sengit.

Hafsah menghela nafas dalam dalam dan mulai merangkai kata demi kata agar mempermudah saat ia bicara pada umi dan abahnya.
Waktu terasa berputar lebih cepat dari biasanya itu yang Hafsah rasakan saat ini, setelah lama termenung ia telah mendapat jawaban sekaligus keputusan yang selama ini begitu berat ia ungkapan, tapi kali ini hatinya telah mantap untuk mengambil keputusan dan bersuara pada umi dan abahnya perihal keputusannya.
Dengan semangat yang berkobar dalam hati ia mulai melangkahkan kaki menemui umi dan abahnya.

"assalamualaikum" selanya di tengah perbincangan umi dan abinya.

"wa'alaikumsalam" jawab umi dan abi dengan binar mata yang menyiratkan gurat bahagia.

"duduk nak" sambung umi dan abi serta mempersilahkan putrinya duduk diantra mereka. Setelah duduk Hafsah memulai bicaranya dengan keyakinan attas keputusan yang ia pilih.

"bah udah ana pikirkan, ana rasa ana memilih untuk mondok saja, sperti kata abah"  tegas Hafsah.

"alhamdulillah" seru umi dan abah dengan melukis senyum, dan haru atas keputusan putrinya,
yha meskipun seandainya jika Hafsah memilih untuk kuliah, mereka akan tetap memaksa putrinya untuk tetap mondok di pondok pesantren pilihannya.
Hafsah merasakan kelegaan mengalir hatinya lantaran dia sukses membuat keputusan yang tepat untuk dia serta umi dan abahnya.










Air mata Kerinduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang