12

20 2 0
                                    

Hafsah Semakin mempercepat langkahnya. Hingga akhirnya sampai pada tujuannaya dengan nafas yang menderu.
Ia mulai menegtuk pintu kamar, tak lama salah seorang santri  putri membukanya.
“Afwan mb saya telat” Ujarnya setelah membuka pintu, dan hal itu hanya mendapat senyuman manis dari Hafsah.
“iya iya sudah tidak apa apa, lain kali usahakan untuk bangun lebih awal” saran Hafsah seraya meninggalkan kamar tersebut dengan lega, di susul dengan beberpa santri yang ia bagunkan. Hafsah tetap saja berjalan dan mulai mempercepat langkahnya, sebab ia khawatir akan telat jmaah, tanpa ia sadar bahwa ada sepasanag mata yang diam diam telah memperhatikan semua kegitannya pada pagi ini.
Hasan hanya tersenyum dan tetap memperhatikan dari jauh hingga Hafsah tiba di halaman masjid utama pondok dan mulai tak terlihat lagi sebab telah bersama dalam kumupula santri putri yang telah ramai bersiap untuk jamaah, meskipun susah untuk melihnya Hasan tetap berusaha untuk bisa melihanya hingga salah seorang santri menegurnya.
“hemm, cieee liatin siapa kang?”
“t..t.tidak saya hanya mencari Hanif kok dari tadi saya tidak melihat” jawabnya gugup.
“ooo Kang hanif sudah ada didalam Masjid Dari tadi Kang” Dengan Senyum lalu berejalan dengan para santri yang lain.
Hasan Segera menyusul Hanif yang katanya telah berada di dalam dengan perasaan malu dan sedikit gugup atas kejadian yang baru ia alami tadi.
Semua santri mulai berjama’ah subuh setelah iqomah di kumandangkan lagi lagi sura itu sukes membuat hati Hafsah berdegup kencang tanpa ada aba aba.
Semua santri telah sibuk dengan kegitannya di pagi hari ada yang iktikaf di masjid, menghafal quran, setoran hafalan, dan yang lainnya tak terkecuali Hafsah ia memilih untuk setor hafalannya kali ini ai aterlihat kaget dan bingung ketika yang ia temui di madrasahnya tidak ada padahal  ia sudah bilang sebelumnya dengan ustad Fakhri bahwa hari ini ia akan setor hafalan.
Kareana sudah tau bahwa ustad Fakhri tidak ada Hafsah memutuskan untuk berbalik arah dan kembali menuju asrama untuk kegiatan lain. Belum sempat melangkahkan kaki tiba tiba ada sura dari dalam madarash dan membuat ia terkejut.
“Siapa yang menyuruh mu pergi ?” dengan sura penuh ketegasan
“Afwan Ana pikir tadi ustad tidak ada” berbalik arah tanpa menatap siapa yang berbicra
“Masuklah dan mulai setor Hafalanmu” .
Dengan persaan takut dan grogi ia masuk dan berjalan dengan sopan tapa sepatah katapun. Melihat tingkah hafsah Hasan hanya tersenyum simpul dan semakin menambah penasran tentang apa yang membuat dia tertarik masuk pondok dan begitu ikhlas dalam setiap apa yang di kerjakan. Kemudian hasanpu masuk bersama beberapa temannya untuk menemani ia memeriksa setoran hafalan.

Sementra Hafsah sibuk dengan ilmu agama di sudut kota lain yaitu Bogor. Alya Sibuk dengan buku buku dan tugas tugas  kuliahnya, hingga ia lupa semua tentangnya dan Hafsah meskipun lubuk hatinya rindu tapi kegitannya yang begitu banyak serta tugas yang selalu menupuk sukses mengikis rindu yang menebal. Tapi meskipun begitu ia tetap tidak lupa dengan taatnya pada Allah. Ketika ia merapikan buku buku diraknya tanpa sengaja tanganya tertarik untuk melihat Al-quran ungu milik Hafsah yang dulu sering ia gunakan muroja’ah dan memang sengaja ia tinggal untuk Alya agar dengan itu paling tidak bisa mengobati rindunya ketika tak lagi ada jabwan selain temu. Karena ia tau bahwa beljar di pondok itu butuh waktu dan proses yang lama, perlahan alya mengusap dan mencium sampul quran itu dan mulai membuka lembar demi lembar seraya membaca ayat ayat yang dulu sering muroja’ah bersama. Suatu ketika ia membuka lembar baru ia terkjeut sekali saat terdapat amplop berwarna pink dan tertera nama pengirim di pojok kirinya “Furqon Al Faruq” mulai timbul rasa penasaran, cemburu dan benci yang mengelayuti hati. Hingga ia berani untuk membuka surat itu, dan surat itu adalah surat tentang perasaan furqon seblum Alya masuk dalam kelurga Hafsah, lalu kemudian tidak Hafsah tanggapi setelah hadirnya Alya karena tau bhwasannya Alya telah lebih dulu menaruh persaan terhadap Furqon sejak di sekolah.

Air mata Kerinduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang