Tentang Prasaan

47 5 0
                                    

Tentang prasaan
Uminya masih saja tersenyum menatap mata Furqon, dan itu sukses membuat Furqon mengatakan perihal apa yang ia rasakan sedari kemarin dan akhirnya ia mulai membuka isi persaan yang selama ini ia simpan pada umi tercintanya.
“iya iya deh, mi Furqon cerita” sambil menatap uminya,
“tapi janji ya mi jangan cerita dulu sama abah” sambungnya sebelum memulai cerita pada uminya.

Dengan mata berbinar dan melukis senyum uminya mengiyakan apa yang Furqon mau.

“jadi gini mi, entah apa yang Furqon rasakan Semenjak dua hari yang lalu, tiap kali Furqon menatap dua gadis yang berada di seberang rumah itu.. “ perkataan Furqon terhenti sejenak sekilas menatap wajah uminya.

“itu kenapa koq berhenti ayolah ceritakan saja sama umi” pinta umminya,

“Semenjak pertemuan dua hari yang lalu itu mi ana tak tau perasaan macam apa yang saat ini ana rasakan rindu, sedih, bahagia bercampur jadi satu”
jelas Furqon mengungkap perasan yang saat ini sedang ia rasakan.
Mendengar tentang apa yang Furqon Utarakan ummi hanya tersenyum degan mata berbinar, dan hanya memberi sedikit saran pada Putranya.

“jangan risau, hadapi saja perasan mu dengan iman dan taqwa mu, dengan begitu insyaallah kau tidak akan salah melabuhkan perasan mu” kata ummi dengan penuh kasih.

Mendengar nasihat umminya Furqon hanya terdiam menatap penuh tanya pada umminya, kemudian ia bergegas untuk menenangkan diri dan fikiran stelah apa yang membuatnya kacau ia segera memasuki kamarnya untuk berzikir dan memurojaah hafalan qurannya.
Di dalam kamar bernuansa hijau muda dipadu dengan langit langit atap yang putih bersih ia rebhan kan tubuhnya, matanya menelisik balas dimna terakhir kali ia meletakkan quran mini berwarna biru miliknya bgitu kagetnya ketika ia tak menemukan quran kesayangannya. Sesegera mungkin ia keluar dari kamarnya dan menemui umminya.

“mi, ummi, mi” panggil Furqon lembut
“iya iya ada apa tumben bangukan umi tidur” sahut ummi yang masih terbaring di tempat tidur.

“maaf mi,” jawab Furqon dengan menundukkan kepala

“ummi lihat quran biru Furqon ndak mi” sambungnya

“emm iya umi lihat, quran itu umi taruh di atas meja belajar mu, dekat jendela” jelas umi.

Furqon segera kembali kekamar dan langsung menuju tempat belajar yang dimaksud umminya, setelah sampai ia meraih quran birunya dan tanpa sengaja matanya menatap kearah jendela, dan itu sukses membuat Furqon terpesona atas apa yang ia lihat.

Ternyata disebrang sana Alya dan Hafsah sedang memurojaah hafalan masing masing, dengan di iringi sedikit senyum dari keduanya yang akan selalu tersenyum saat membaca surah atau ayat yang mereka suka, tanpa mereka sadar bahwasanya di seberang sana seorang pemuda tampan sedang memperhatikan dan pemuda itu tanpa sadar ikut melukis senyum saat dua gadis yang ia perhatian tersenyum.
Hingga suatu ketika Alya mengarahkan pandangan keluar ia melihat Furqon sedang tersenyum kearahnya dan kemudian menyembunyikan pandangan nya di balik tirai yang menjuntai milik Furqon.
Alya hanya tersenyum dan sesekali ia mengarahkan pandagannya keluar, saat itu Hafsah sadar dan menanyakan perihal apa yang membuat Alya begitu sangat bahagia. Dengan lembut ia membujuk Alya agar bercerita dan akhirnya membuah kan hasil, sebab prinsip Hafsah jika seseorang itu adalah saudara atau shabatnya maka ia harus tau tentang apa yang membuat sedih dan bahagianya, sebab dalam hidup keterbukaan dan kejujuran adalah pondasi dalam sebuah kenyamanan dalam persahabatan.
Akhirnya Alya bercerita mengenai pemuda yang ia dambakan yang selama ini diam diam selalu memperhatikan dirinya pemuda itu adalah Furqon.

“jika ia berjalan detak jantung ku terasa berhenti, mata indahnya selalu menghadirkan kesejukan, parasnya yang bersih mampu membuat air yang beriak menjadi tenang, layaknya diriku yang selalu gundah kini menjadi tenang kala ku tanpa sengaja menatap dua mata indah miliknya”

Hafsah hanya terdiam dan berfikir apakah benar mengenai apa yang ia dengar dari cerita Alya dan sesekali melempar senyum manisnya dan sesekali menggoda Alya.

“ciiee ada yang lagi jatuh cinta ini rupanya” sambil memeluk Alya hangat.

“apa sih Za, ga koq ana Cuma kagum” berusaha menyembunyikan perasaannya

“masa sih Cuma kagum?? G’ percya ana” sambung Hafsah.
“iya za serius deh” dengan muka datar.

“emm iyaa deh kalau g mau jujur, aku akan tnya kan langsung sama Furqon”

acam Hafsah dengan nada bercanda,
Mendengar nama Furqon mata Alya tampak berbinar dan akhirnya ia mulai jujur

“iya iya Za jujur ana bukan sekedar kagum tapi lebih tepatnya ana jatuh cinta, yha jatuh cinta pada Pemuda itu” Hafsah lega mendengar kejujuran saudara angkatnya dan mendukung untuk bertaaruf secepatnya.

“okee Al, alhamdulillah kamu dan jujur, g usah takut ana dukung kamu koq”

“maksih za kamu adalah sahabat dan saudara yang paling baiK” keduanya terharu dalampelukan satu sama lain.

Air mata Kerinduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang