Pondok Pesantren latansa

32 3 0
                                    


Langit telah membentangkan warna birunya, mengganti hitam dengan putihnya, memberikan warna kedamaia,
Sementara embun pagi masih setia menghias rumput liar yang tumbuh di halaman pesantren.
Pondok pesantren ini terletak di Parakansantri, Cipanas, Lebak, Banten yang didirikan oleh Drs. KH. Ahmad Rifa’I Arief yang juga bertindak sebagai pimpinan pondok pesantren Daar El-Qolam waktu itu.

Pondok pesantren ini areanya seluas ± 13 ha yang sekelilingya dialiri oleh sungai Ciberang dan gunung-gunung serta bukit yang berwarna hijau. Sehingga suasana di wilayah pondok pesantren ini bisa dikatakan terhindar dari berbagai macam polusi udara bahkan polusi budaya dan pergaulan. Karena merupakan tempat tafaqquh fiddien yang sangat nyaman dan sangat rekreatif.

Sistem pendidikan dan pengajarannya digunakan pada pondok pesantren La Tansa ini sangat variatif dan selalu memenuhi hajat umat dalam memberikan prospek yang baik untuk sarana pendidikannya, Pondok Pesantren La Tansa juga memiliki sasaran target bagi siswanya yang menuntut ilmu di pondok pesantren ini bukan hanya warga yang berasal dari wilayah Ponpes La tansa saja melainkan seluruh wilayah Indonesia yang ingin memperdalam ilmu umum sekaligus ingin memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan baik.

Pondok pesantren ini juga lahir sebagai manifestasi kebutuhan bagi umat terhadap pola dan sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi saat ini, dimana hajat seseorang akan tercipta apabila generasi tidak hanya mengejar nilai-nilai duniawi tetapi juga tidak menghilangkan nilai-nilai ukhrawi yang telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari.
Di halaman pesantren yang luas itu  terlihat umi, abi, dan Alya sedang berjalan menuju gerbang utama pesantren, dengan di iringi Hafsah dan Abuya Thoriq.
Sebelum meninggalkan pesantren abi nampak berbicara serius dengan abuya Thoriq, sementara umi dan Alya telah lebih dulu masuk kedalam mobil.
Sementara Hafsah hanya menatap uminya dengan perasan yang tak bisa ia jelaskan, tiba tiba umi mulai bersuara lewat kaca mobil yang terbuka,

"zah, baik baik yha disni, tutut ilmu disni dan kuatkan niatkan semua karena Cinta padaNya, umi yakin kamu pasti akan betah disini". sambil menatap dan meraih tangan lembut Hafsah.

"iya mi insyaallah". Jawab Hafsah lembut.

"jagan melirik santri disni yhaa zha, fokus ngaji". Ledek Alya sambil meluaskan senyumnya.
Hafsah hanya tersenyum melihat tingkah Alya.
Di susul abi yang segera masuk mobil untuk segera pulang, lambat laun mobil yang di kendarai abi telah hilang termakan jarak.
Tinggal Hafsah yang sedang berdiri di depan gerbang pondok sambil memandangi mobil yang semakin jauh karena jarak.
Tiba tiba-tiba Hafsah di kejutan oleh salwa yang telah berada di dekatnya.

"assalamualaikum mb". Ucap salwa ,

"wa'alaikumsalam ehh neng salwa". Jawab Hafsah dengan seluas senyum.

"mb ayo jalan jalan mb, lihat pemandangan pondok, mumpung masih pagi". Ajak salwa,

"emm iya deh ayoo". Masih dengan senyum manisnya.
Dengan senyum yang merekah keduanya bergegas menyisir setiap pondok pesantren untuk menikmati pesona ya.

Sementara Abi umi dan Alya telah sampai dirumah setelah empat jam perjalanan.
Kini hanya Alya seorang yang menempati kamar yang dulu ia tempati bersama Hafsah.
Lelahnya setelah perjalanan jauh membuat Alya langsung menghempas tubuhnya di ranjang tidurnya, sambil mengenang beberapa waktu lalu sbelum Hafsah memutuskan untuk ngantri,

"kemarin kita masih murojaah bareng tertawa bareng, sholat bareng, hmm skrng semuanya hampa tanpa kamu za, baru saja empat jam udah rindu sama kamu, apalagi senyum mu zha, aku rindu". Gemingnya dalam hati.

Sementara di seberang sana Furqon seolah mersakan rindu bahkan rasa hampa yang Alya rasakan, tapi rasa takut Furqon terhadap allah lebih besar dari pada untuk hadir terang terangan dalam di hadapan Alya, dan itu membuat Furqon semakin miris hatinya ketika melihat Alya sperti itu, jauh di hati yang paling dalam Furqon ingin sekali menghibur, atau sedikit mengurangi rindunya tapi cinta pada Allah mengalahkan rasa cinta pada mahlukNya, hingga ia menemukan cara agar tetap bisa dekat, tanpa harus berada tepat disamping Alya, karena menurut Furqon ini jalan terbaik sebelum ada ikatan yang halal.
Ia mulai menulis sepucuk surat untuk Hafsah, dengan maksud untuk bisa mengetahui kabar dan bagaimana keadaan Alya. Sebab Hafsah adalah orang yang sangat dekat dengan Alya.

"to Hafsah
Assalamualaikum
Za apa kabarnya?? Semoga selalu
dalam lindungnNya dan ridhoNya aamiin ya allah, bagaimana suasana pondok pesantren latansa semoga menyenangkan dan semoga kamu betah disana, zah ana mau tanya, pernah kah kamu merindu?. Yha merindu akan seseorang yang kita sayang?.
bagaimana seorang yang sedang dalam kedaaan sangat rindu, zah lalu apa ada cara untuk mengobati rindu selain bertemu? Perasaannya selalu gundah, bibirnya selalu melukiskan senyum tapi enggan untuk mengungkap rindu,  itulah yang ia sandang saat ini merindukan pelangi setelah hujan yang entah kapan akan datang, ana harap kamu bisa mengerti tolong sampaikan salam ku pada Alya,
Terimakasih telah menjadi teman dan sahabat, semoga allah selalu mencurahkan di rahmat dan nikmat terhadap mu"

Wasalammualaikum..

Di pondok pesantren, Hafsah dengan salwa sedang asyik berjalan mengitari pondok dan sesekali Hafsah menghirup udara segar yang belum tercemar asap kendaraan.

"gimna mb??, seruan mana. Disini atau dirumah?". Tanny salwa polos.

"jujur enak disini neng" jawab Hafsah spontan sambil memandang bukit yang menjadi cindramata dihadapannnya.

"mb ayo balik mb bentar lagi duhur".  cakap salwa mengingatkan.

Hafsah tersenyum simpul dan segera mematuhi salwa untuk segera balik dan bersiap siap.
Adzan telah berkumandang merdu Lantunannya memenuhi seisi langit dan bumi.
dibawah naungan langit yang sama, dan dalam kota yang berbeda, seorang pemuda yang tak lain adalah Furqon telah siap dengan koko biru muda, lengkap dengan sarung, peci, serta sajadah yang menggantung di pundak, untuk sholat duhur berjamaah tak lupa ia membawa sepucuk surat yang telah ia rangkai.
Sementara di rumah Alya hanya terdiam sambil memandang fotonya bersama Hafsah diatas nakas. Rindunya semakin membuncah saat memandang foto itu dan tanpa sadar dua pipinya telah basah dengan airmata.

"assalamualaikum, al". Suara umi dari balik pintu kamar.
"walaikumsalam mi",  jawab Alya sambil menghapus airmatanya. Dan berjalan membuka pintu untuk uminya.
Melihat mata Alya yang sendu, umi khawatir dan langsung menanyakan perihal apa yang membuat Alya sendu.

"masyaallah knpa dengan anak umii? Koq nagis"
Tak kuasa menahan airmatanya Alya langsung memeluk erat uminya Hafsah..

"knpa al, ayo cerita sama umi" sambil mengusap lembut Alya,

"ana rindu mi, rindu, ana rindu". Menumphakan airmata dalam pelukan umi.

Tanpa diberi tahu umii mengerti siapa yang dirinukan Alya. Lalu umi menenangkan dengan menyuruh Alya sholat duhur dan berjanji untuk menelepon Hafsah bada isya nanti.









Air mata Kerinduan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang