BAGIAN 7: Tawaran untuk berangkat bersama

146 13 2
                                    

Walaupun itu hanya satu detik bersama mu, aku tidak akan melewatkannya dan aku rela menukar dengan segalanya.




"Of course, Alex," jawabku dengan yakin dan memberikan seulas senyum hangat.

Kapan kau akan berhenti menunjukkan senyum palsumu itu. Aku tahu, kau sedang tidak baik, Ashley. Kamu actreess yang hebat.

"Pergi menonton weekend ini?" tanyanya sembari mengganti channel.

"Ide yang baik, tapi kau harus mau menonton film romance," balasku diakhiri dengan cekiran.

"Ashley, you know tha--"

"No complain, take it or leave it?" balasku sambil menangkup wajahnya.

"Huft, okay okay fine. Sunday, romance," ucapnya dengan nada terpaksa.

"Sayang, Alex deh Ashley," ujarku sembari mengecup pipinya lalu bangkit untuk mengambil ice cream.

"Ashley, don't take my ice cream," teriaknya.

***

Aku berjalan dengan mengendap-ngendap saat akan keluar dari kamar.

"Huft, tidak ada mereka. Ditaruh di mana mukaku, kalau harus melihat mereka seperti kemarin pagi," akhirnya aku bisa bernafas lega.

"Maksudmu?" ucap Darren tiba-tiba dari arah kamarnya.

"Eh? Tidak, ke mana Av- Nyonya Ava?" tanyaku sambil berjalan untuk menyiapkan sarapan untuk Darren. Argh, kenapa susah sekali menyebut namanya dengan Nyonya. Atau mungkin, jiwaku tidak rela menyebutnya dengan Nyonya.

"Dia sudah pergi bekerja terlebih dahulu," ujarnya dan ku balas dengan mulut berbentuk O.

"Tuan, ingin teh atau kopi?" tawarku sambil mengambil cangkir.

"Kopi," masih sama seperti dulu. Tanpa sadar aku mengulum senyum

"Tidak usah menggunakan, Tuan denganku," sambungnya.

Eh?

"Ba—Baiklah,"

"Ini sudah siang, berangkat denganku dan tidak usah membuat sarapan," ujarnya yang membuat hatiku berdegup dengan keras.

WHAT? SERIOUSLY? IS THIS REAL? OH MY GOD.

"Tidak usah nanti merepotkanmu," jual mahal sedikitlah dengan menolak.

"Tidak, ayo," ucapnya sambil mengambil jas dan tas kerjanya.

It's serious, I'm going to office with Darren.

Suara hening memenuhi atmosfer mobil. Darren tetap fokus dengan jalanan tanpa terganggu dengan keheningan ini.

"Hmm, Darren. Sebenarnya, selama lima tahun ini kau pergi ke mana?" tanyaku untuk memecah keheningan selain itu aku juga penasaran.

"Ganti universitas," ujarnya singkat. Padat. Jelas.

"Kenapa kau tidak bilang kepadaku sehingga aku tidak harus menjadi orang gila hampir sebulan hanya untuk menanyakan kenapa kau pergi tiba-tiba. Kau membuatku hampir mati waktu itu Darren, ku pikir kau kecelakaan," ucapku jujur.

Sungguh saat itu, aku tidak berpikir bahwa dia pergi. Maksudku benar-benar definisi dari 'pergi'. Tapi, jika hanya ganti universitas kenapa dia tidak memberi tahuku?

"Maaf," ah kata itu lagi.

"Sudahlah, aku bosan mendengar kata maaf darimu," balasku sambil mengalihkan pandangan ke jendela.

"Oh ya, Darren apakah kau ingat? Dulu kau pernah mengajakku untuk keliling dunia bersama. Ah, kurasa itu tidak akan pernah terjadi,"

Aku dapat melihat Darren menegang untuk sesaat.

"Tak apa, dapat melihatmu dengan dekat seperti ini sudah cukup bagiku," diakhiri dengan senyumku yang mengembang.

"Dulu, kau pernah menumpahkan es krim ke kemejaku yang nodanya hingga saat ini tidak bisa hilang. Hahaha,"

"Ingat tidak, waktu kita pulang dari pantai. Kau membelikan aku sebuah gelang dengan bandul berbentuk kunci, dan kau memegang bandul yang berbentuk gembok. Kamu dulu bilang, hanya aku yang dapat membuka gembok itu dengan kunciku, sama seperti hati kamu yang hanya bisa dibuka oleh diriku. Aku masih menyimpan gantungan itu, loh,"

"Oh iya, kita pernah tidak sengaja menabarak seorang ibu-ibu karena terlalu asik bercanda terus ibu-ibunya itu ngomel-ngomel. Hahaha,"

"Kamu dulu itu........."

"Pas banget sama ya, dulu itu loh....."

"Lucu banget anjing yang kita ketemu pas ke......"

"Hahahaha. Aku jadi........."

"Ingatkan kamu? Sumpah ya........."

"Yang di photo booth pas......."

Perjalanan ke kantor dipenuhi dengan pembicaraanku mengenai masa-masa indah kita dulu.

***

Suasana kantor hari ini terasa begitu tegang tidak seperti biasanya. Bahkan, aku dapat melihat beberapa orang berlari dari satu ruangan ke ruangan lainnya dengan begitu tergesa-gesa.

"Nai, What Happened?" tanyaku bingung sambil menunjuk suasana.

"Apakah kau belum tahu? Proposal untuk launching produk kita yang akan direlease minggu depan bocor ke publik," jelas Nai dengan nada panik.

"Hah? Apa? Bagaimana bisa? Bukankah proposal itu sudah disimpan dengan benar?" tanyaku cemas sambil berjalan untuk mengecek macbook.

"Aku rasa, ada yang sengaja melakukannya,"

"GOSH, matilah kita, Nai," ternyata benar. Proposal yang telah kami buat mati-matian tersebar dipublik.

Baru saja aku merasakan kebahagiaan pergi ke mari bersama Darren dan sekarang?

Masalah besar menanti.

"Ashley, ke mari," pinta Darren. Well, aku harus menyiapkan tenaga lebih untuk membuat ulang proposal dengan ide baru juga, tentunya.

Meja CEO yang selalu rapi, sekarang sangat berantakan. Bahkan, Darren sama berantakannya dengan meja. Bagaimana tidak, dia yang selalu mengenakan dasi sekarang dibiarkan terlepas dan kancing kemeja teratasnya ia buka. Tapi dia malah terlihat lebih hot. Eh, aku kenapa ini? Ayo fokus, Ashley.

"Malam, ini aku ada acara makan malam keluarga. Tolong, selesaikan bagian ini dan besok berikan kepadaku," pintanya sambil menunjuk layar macbook.

Apa? Dia lebih mementingkan acara makan malam itu daripada kekacauan di kantornya. Geez, aku tak mengerti dia. Lagian, itu hanyalah makan malam bersama keluarga. Aku yakin malam ini, ia makan malam bersama Ava dan keluarganya. So, it means tonight they will having a fun dinner while I'm gonna dying here.

***

Darren Maxwell

Jangan lupa untuk vommentnya yaaa 🖤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa untuk vommentnya yaaa 🖤

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang