BAGIAN 11: Kecelakaan

151 9 2
                                    

Tuhan, tolong biarkan aku kembali bersamanya walaupun hanya sekejap. Sungguh, tak apa aku hanya ingin kembali merasakan debaran di hati ini saat dekat bersamanya.




Hujan turun dengan derasnya, menumpahkan segala bebannya ke bumi. Sekarang, sudah pukul tujuh pagi tapi sang surya belum sepenuhnya menerangi dunia.

Aku menutup payungku dan berjalan memasukki kantor.

"Pagi, bu Ashley," sapa mereka dengan masing-masing membawa satu cup coffee.

Aku tersenyum manis membalas.

Sepuluh detik menunggu

Ting

Aku menekan tombol bertuliskan lantai 25.

"Apakah, Pak Darren sudah ada di ruangan," berjalan menuju pantry untuk membuat hot chocolate.

"Sudah, bu. Laporan kemarin sudah saya taruh di meja Ibu," balasnya sopan.

"Baik," aku segera memasukki ruanganku dan menatap suasana New York di pagi hari yang mendung.

Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan Darren tiga hari yang lalu, aku akan berusaha kembali. Aku belum mau berhenti.

"Darren, apakah kau nanti malam ada waktu untuk menonton bersama?" tanyaku seraya berjalan mendekatinya.

"Ini di kantor gunakan bahasa yang formal," balasnya dingin dan tetap bergelung dengan kertas-kertas.

"C'mon ini belum jam kerja, Darren," ujarku sambil mendaratkan pantat di sofa kulit.

"Aku sibuk."

"Hanya dua jam, tidak lebih. Ayolah," bujukku.

"Aku juga ada makan malam dengan Ava," balasnya. Ah, Ava dan Ava. Selalu dia. Aku mulai muak dengan ini.

"Aku memaafkanmu kali ini karena menolakku," ujarku seraya bangkit meninggalkan ruangan.

Aku akan mengalah kali ini, aku juga lebih membutuhkan club malam ini.

***

Suasana club sudah sangat ramai padahal sekarang masih pukul delapan malam. Aku tidak mengenakan dress kali ini karena aku lebih memilih beach club.

"Sir, satu vodka," pintaku sambil meliukkan badan mengikuti dentuman musik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sir, satu vodka," pintaku sambil meliukkan badan mengikuti dentuman musik.

"Hey, lady. Do you wanna dance with me?" ajak seorang pria berbadan atletis dengan tinggi kira-kira 188 cm.

Aku meneguk segelas vodka.

"Sure," dia meraih pinggangku dan memeluk posesif.

Aku mengalungkan tanganku ke lehernya. Dia lumayan tampan. Eh, tidak sangat tampan ternyata. Sebelas dua belas lah dengan Alex tapi ya Darren masih lebih tampan tentunya.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang