pengharapan

1.7K 54 16
                                    

Aku terbangun di sebuah ruangan, suasananya begitu tenang. Ku sapukan pandanganku ke sekitar. Aku melihat seseorang yang amat ku cintai terbaring lemah dengan berbagai alat bantu. Aku teringat bila suamiku mengalami kecelakaan, air mataku pun luruh membasahi pipiku. Perlahan aku turun dan mendekati oppa. Aku memegang erat tangannya dan menumpahkan kesedihanku.
" Oppa, bangunlah. Jangan tinggalkan aku dan calon anak kita sendiri. Jebal! " Ujarku disela Isak tangis
" Aku tidak bisa hidup tanpamu oppa, jadi bangunlah!" Ujarku lagi
Tak lama ayah dan ibu mertuaku menghampiri kami. Mereka berusaha menenangkan aku, dan meyakinkan aku bahwa oppa akan baik-baik saja.
" Eommonim, kenapa oppa belum sadar juga?" Tanyaku
" Sabar sayang, kata dokter Jun Young akan segera sadar. Jadi bersabarlah!" Ujar eommonim
" Sayang istirahatlah, kondisimu belum pulih nak." Ujar abbeonim
Aku menuruti perkataan mereka dan kembali ke ranjang. Entahlah, aku tidak tahu mengapa cobaan ini datang beruntun. Yang bisa ku lakukan adalah bersikap tegar dan berpikir positif. Tak lama ayah dan ibuku juga datang. Mereka mengkhawatirkan kondisiku, karena aku sedang hamil muda. Sangat rentan begitulah kondisi kehamilan ku. Aku sama sekali tidak boleh lelah maupun stress karena hal itu akan berdampak fatal bagi kandunganku.
Ayah dan ibu membujukku untuk makan, tapi aku sama sekali tidak menyentuh makananku. Bagaimana bisa aku makan jika melihat suamiku sedang sakit parah seperti itu.  Bagiku Jun Young Oppa adalah matahari dalam hidupku, bisa dibayangkan jika bumi kehilangan matahari bukan. Lambat laun bumi pasti akan mati. Bukannya aku tidak mengkhawatirkan calon anak ku tapi aku benar-benar tidak bisa untuk tidak menghawatirkan suamiku.

Lagi-lagi aku pingsan, karena terlalu stress dan memikirkan kondisi oppa. Orang tua kami pun panik, pasalnya mereka sangat takut jika mereka kehilangan calon cucu mereka. Mereka terlalu menyayangi kami.
Disaat aku pingsan, oppa menjalani operasi darurat karena bekas operasi sebelumnya mengalami pendarahan. Dapat dibayangkan bagaimana khawatirnya orang tua kami. Menantu dan anaknya dalam kondisi yang tidak baik. Mereka tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan kami.  Para ayah berjaga di depan ruang operasi, sedangkan para ibu menjagaku.
Satu jam berlalu, operasi akhirnya selesai. Para dokter keluar dari ruang operasi. Namun sayang, ada kabar yang bagai petir menyambar. Para ayah pun tak kuasa menahan kesedihannya.  Merekapun mengurus pemakaman dan menghubungi seluruh anggota keluarga. Bahkan ibu mertuaku jatuh pingsan karena terkejut dengan apa yang dia dengar barusan. Semua orang menangis, kecuali aku. Karena aku masih belum sadarkan diri, dan juga karena masih dalam efek obat tidur. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Na Ri menemaniku di rumah sakit selagi keluarga kami mengurus pemakaman oppa. Tuhan begitu berat cobaan ini. Na Ri pun sangat bersedih, dia sangat tahu pesaaanku jika aku mengetahui kenyataan pahit ini. Selain itu Na Ri juga sangat kasihan pada calon keponakannya yang tidak pernah bisa bertemu dengan ayahnya. Takdir ini memang kejam, tapi bagaimana lagi.
Setelah pemakaman selesai, orang tua kami kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisiku. Tak ketinggalan Hyun Joong pun datang melihat keadaanku.
" Bagaimana ini, bagaimana cara kita bilang ke Nana?" Ujar ibu
" Entahlah, kami juga bingung! Kami takut ini akan membahayakan cucu kita dan Nana" ujar ayah
" Ini akan sangat mengejutkan Nana, bagaimana ini?" Ujar eommonim sambil menangis
Suasana berkabung memang belum reda. Aku seperti orang yang tidak berguna karena tak tahu tentang hal yang terjadi.
Aku pun sadar dan langsung menanyakan keberadaan oppa. Tak satu pun menjawab, mereka saling tatap dan memelukku.
" Dimana oppa?  Aku ingin melihatnya! Eomma, appa?" Ujarku
" Yang sabar nak, suamimu sudah tenang di surga" ujar abbeonim
Aku tak mengerti, hingga akhirnya mereka pun menceritakan semuanya bahwa Jun Young Oppa sudah tiada. Tangisku pecah, tanpa berpikir panjang aku pun melepas paksa infusku dan berlari keluar. Aku berteriak memanggil oppa sambil menangis. Orang tua kami mengejarku tak terkecuali Na Ri dan Hyun Joong.  Aku berlari keluar tak tentu arah, berlari keluar dari ruang sakit dengan tangis yang tidak henti-hentinya.
Tiba-tiba saja aku terhenti ketika melihat mobil melaju dengan cepat kearahku. Suara klakson mobil dan teriakan terdengar sangat jelas namun kakiku tak bisa bergerak barang sesentipun. Aku menutup mataku dan pasrah. Namun aku merasakan bahwa tidak ada yang terjadi padaku. Aku membuka mataku, kini aku sudah berada di tepi jalan. Orang tuaku berhamburan menghampiri kami.
" Kwencana?" Ujar Hyun Joong
Aku tidak bisa berkata-kata, air mataku menetes sebelum akhirnya aku jatuh pingsan.

Sudah Terbit My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang