Masa Lalu

626 41 0
                                    

*Frank POV*

Aku kadang tidak mengerti dengan pikiran anak perempuan.

Aku sering bertemu anak perempuan. Mereka semua bahkan sering meminta pertemuan dua mata. Aku biasa menerima pernyataan cinta, tapi tidak. Aku tidak mau langsung pacaran dengan orang yang tak ku kenal baik. Nyatanya, ibuku sendiri bahkan juga tidak merawatku dengan benar. Aku tak tahan dengan keluarga pemabuk dan pengangguran seperti itu, jadi aku pergi, pergi dari rumahku dan men-cap perempuan pun sebenarnya bisa kotor.

Secara jujur, aku memang sudah menolak banyak gadis, nyatanya aku sudah biasa dikuntit beberapa fan girl, tapi aku tidak akan pernah bisa bersama mereka. Aku benci gadis-gadis pencinta kepopuleran. Aku bahkan tidak pernah bertemu gadis yang tidak menyukaiku. Aku senang dianggap menyebalkan, maksudku, mungkin saja mereka cuma harapan palsu. 

Sepanjang hidupku aku selalu menemukan gadis pencinta kepopuleran atau pun yang tidak benar. Itulah kenyataannya.

Kecuali satu.

Hari itu musim dingin, saat itu aku masih berumur 12 tahun dan pergi dari rumah. Aku mencari bakatku, menjadi gitaris band di berbagai kedai minum di ujung Perancis. Aku bersekolah, tentu saja, dengan bantuan beasiswa dan bantuan dari rekan band-ku.

Saat itu aku selesai panggung di kedai itu, aku hendak pergi ketika aku tak sengaja menabrak seorang anak cantik berambut brunette layaknya ratu di legenda. Matanya biru sekali, benar - benar jernih. Aku sedikit terpesona dengan matanya. 

"Maaf!" seru gadis itu.

Aku mengangguk, "Tak masalah. Aku baik-baik saja. Kau...."

"Apa?"

"Tidak ada. Rambutmu cantik."

Dia tersenyum, "Terimakasih. Ini rambut asli."

Dia menatapku dan menyadariku yang kedinginan. Dia mengambil mantel bulunya dan memberikannya padaku. Dia mengangguk, "Itu untukmu. Semoga kau tidak pernah kedinginan lagi. Namaku Azura."

Aku terdiam sejenak, "Namaku... Phillipe."

"Senang bertemu denganmu! Ini." anak itu memberiku dua potong roti, "Selamat tinggal, Phillipe! Kau gitaris yang hebat," kata anak itu dan berlari pergi.

Aku mengenalnya, Azura itu, jauh sebelum aku bertemu dengan dia di sekolah. Dia anak yang baik, polos, berani, benar, tapi aku menyukainya. Matanya yang biru jernih memberiku ketenangan, keberanian, dan kekuatan. Seolah rasanya aku tidak pernah punya masalah dengan ibuku maupun dengan gadis - gadis. 

Dan saat itu yang terpikir di kepalaku adalah untuk memastikannya aman. Menjaganya diam - diam, memberi sedikit uang, tapi akhirnya aku masuk sekolah ini. Sekolah ini mengetahui masa laluku dengan dia, saat dia berumur 10 tahun, tapi mereka tidak pernah tahu betapa aku menyayanginya. Lebih dari yang mereka pikirkan.

Takdir mempertemukan kami sebagai penjaga dan murid, dan aku bisa lebih dekat dengannya. Tapi takdir juga bisa kejam. Pihak sekolah melarangku memberitahukan namaku demi menyembunyikan semua masa lalu, meninggalkan Azura dalam kebingungannya di panti asuhan tentang keluarga dan teman. Dia tidak diizinkan menerima semua kenyataan. Dan aku, diizinkan untuk menerima kenyataan bahwa dia tidak boleh mengingatku sebagai Phillipe.

Suatu saat nanti, dia akan tahu. Kebenaran tidak bisa disembunyikan. Kebenaran tentang orangtuanya, tentang identitasnya, tentang aku... dan tentang perasaanku padanya. Dia pasti akan tahu. Dia akan tahu semuanya.

Azura Sophia Bleu, gadis pertama yang berhubungan baik denganku. 

Dan aku, Phillipe Jean Folks, orang pertama yang beruntung bisa menjaganya.

*Azura POV*

Aku terbangun tanpa kehadiran Frank. Dia tidak ada dimana mana, tapi kutebak dia sedang mandi. Memang benar. Dia sedang mandi, bersiap ke sekolah. Aku hanya bisa tersenyum kepadanya. Dia berkata, "Aku harus pergi, Azura." Aku mengangguk dan dia pun keluar kamar. 

Aku bisa mencium kesepian, tapi aku memerlukannya saat ini. Aku baru bermimpi. Seorang anak berambut putih pucat yang menerima mantel dan rotiku saat aku masih kecil. Aku tidak begitu mengerti siapa dia, tapi aku tahu dia baik sekali padaku.

Aku bisa merasakannya. Perasaan yang kuat, sangat kuat, tentang dirinya. Hatiku yang berdebar, tubuhnya yang dingin, semuanya. Tapi itu juga bagai mimpi buruk. Saat dia pergi, aku benar - benar sendiri. Aku bisa merasakan rasanya kesepian, aku sendiri lagi. Aku sudah lama saat itu, hidup sendiri. 

Dan mimpi itu membuatku tak ingin sendiri lagi.

Pintu terbuka. Aku tersentak dan melihat Alex. Dia menghambur masuk dan bertanya, "Kau baik-baik saja? Aku takut sekali kau kenapa - napa!"

"Aku baik-baik saja, Alex." jawabku santai, "Lagipula ini tidak buruk. Liburan dua minggu!"

Alex tertawa, "Ya ampun Azura! Pak Lewis pasti killer banget sampai kamu bisa masuk rumah sakit!"

Dia melanjutkan, "Aku hanya ingin mengundangmu nanti Minggu, kita ke pasar malam bersama, ya! Acaranya diharuskan berdua cowok-cewek, jadi kita bareng aja."

"Baiklah, doakan aku sehat saat itu. Aku suka pasar malam," kataku cepat.

"Pasti," katanya sambil mengacungkan jempol. "Well, aku harus pergi. Pelakaran akan dimulai. Daah..."

Aku mengangguk, "Daah!"

Pintu kembali ditutup. Aku melihat kanan - kiriku dan menemui sebuah kotak. Aku membukanya. Ternyata isinya adalah 10 cremé brulee coklat. Ternyata itu dari Yako. Sebuah gelas berisi cotton drink, minuman hangat dengan cotton candy untuk dimakan bersamanya. Di suratnya tertulis dari Sovic yang meminta maaf. Pengecut. Minta maaf dengan surat adalah tindakan pengecut, tapi itu masih lebih baik.

Pak Lewis memberiku sebuah kotak berisi... referensi belajar. Aku mengernyit dengan suratnya, 'Tetap belajar meski sakit. Saat kau masuk akan ada ujian sehari penuh! Kau tidak boleh lari! Kalau sampai nilaimu dibawah 70, mati kau!'

Aku merinding. Itu surat supaya aku belajar atau supaya aku mati? Aku melihat flute-ku. Tulisan Frank, 'Aku membawakan flute-mu untuk hiburan. Cepat sembuh.'

Di sebelah semua kado itu, ada sepoci milk green tea. Aku meminumnya dengan tenang dan mrnghempaskan diri ke kasur. Ini memang tidak begitu buruk. Aku bisa mencari informasi dengan seperti ini.

Tiba - tiba aku teringat dengan pelukan Frank tadi malam dan aku memerah. Saat itu memang menyenangkan. Tapi tetap saja itu tidak lucu! Rasanya kan tidak sopan menanyakannya! Ah, lupakan! Aku meneguk milk green tea sekali lagi, lalu mengambil referensi belajar dari Pak Mandor Lewis yang Terhormat dan mulai membaca.

Dan hari ini, semuanya akan baik-baik saja.

*Author Note*

Halo semuanya! Kalian pasti ada beberapa yang nggak sabar sama penjelasan kepala sekolah, ya? Tenang, habis ini aku akan tampilkan alasan sesungguhnya mengapa kontrol sihirnya Azura jelek sejak lahir. Sabar, ya!

Well, di atas semuanya, tolong vote dan follow, supaya aku bisa lebih semangat nulis! Bye!

Magical World-The Bleu FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang