0.5

462 69 5
                                    





"Kau suka tempat ini?" tanya Mingyu sambil menunggu pesanan.

Saat ini, mereka berdua sedang ada di salah satu restoran yang bernuansa Korea tradisional. Mingyu menatap Jiho yang masih tersenyum lebar di depannya. Gadis itu lantas mengangguk dengan semangat.

Mingyu susah payah menahan senyumannya. Bagaimana tidak? Waktu SMA dulu, Jiho adalah seseorang yang galak dan tidak mudah didekati. Namun Jiho yang ada di hadapannya ini terlihat seperti anak kecil dengan kedua mata yang berbinar penuh antusiasme.

"Tentu saja aku suka!" seru Jiho. Gadis itu menatap Mingyu dengan matanya yanv berbinar, "Jaehyun mengajakku ke sini. Itu kencan pertama kami."

Mingyu tersenyum tipis, lalu mengeluarkan setangkai bunga mawar putih yang ia sembunyikan dengan susah payah di sakunya. Jiho memelototkan matanya saat melihat itu. Mulutnya membentuk huruf 'o' sempurna.

"Untukmu yang sedang bahagia saat ini," ucap Mingyu sambil tersenyum manis.

Jiho menatap Mingyu dengan penuh haru, lalu mengambil setangkai bunga mawar putih itu. Hatinya kembali menghangat, pria ini masih sama seperti dulu; tidak tertebak.

"Terima kasih, Mingyu," ucapnya. Mingyu mengangguk.
















"Aku jadi mengingat saat Jaehyun memberiku sebuket baby's breath di sini," ucap Jiho sambil menatap setangkai mawar putih dengan pandangan menerawang.

Lagi-lagi, Mingyu hanya bisa tersenyum tipis.

***

Selama perjalanan dari restoran Korea itu, keheningan mengisi mereka berdua. Mingyu sibuk menyetir mobil, sedangkan Jiho menatap jalanan dengan pandangan menerawang. Sesekali, Mingyu melirik Jiho untuk memastikan keadaan gadis itu yang menjadi sedikit pendiam sejak sarapan tadi pagi.

"Jiho?" Mingyu memanggil Jiho dengan pelan.

"Iya, Jae?" tanggap Jiho sambil menoleh—secara perlahan juga.

Mingyu terdiam, lalu memaksakan diri untuk tersenyum.

"Kita mau kemana setelah ini?" tanya Mingyu pada Jiho.

"Kemana, ya?" tanya Jiho sambil menoleh ke arah Mingyu. "Menurutmu tempat yang bagus dimana, Tuan Kim?"

Mingyu tertawa pelan, mengerling Jiho sejenak. "Jujur saja aku tidak tahu. Aku jarang hang out bersama teman-teman."

"Kenapa?"

"Waktu yang kuhabiskan untuk bermain atau berjalan-jalan bisa kugunakan untuk mengerjakan berkas-berkas atau menggelar rapat untuk kemajuan pemasaran perusahaan."

Mendengar jawaban Mingyu, Jiho sontak tertawa. Keras sekali, sampai air matanya keluar.

Mingyu bingung, apakah ada yang salah dari ucapannya? Namun jujur saja, ia sangat menyukai tawa lepas Jiho.

"Kamu jadi orang jangan kaku-kaku banget, lah!" ucap Jiho, masih dengan tawa. "Hidup hanya sekali, jangan di balik meja terus. Main ke dunia luar. Kayak aku, nih, lho. Haha."

"Contohnya?" tanya Mingyu sambil melirik Jiho dengan senyum di bibirnya. Jiho tersenyum lebar.

"Aku cari beasiswa ke Amerika, salah satunya buat ketemu orang baru," ucap Jiho, mengingat masa-masa saat ia susah payah apply untuk beasiswanya. "Terus ketemu Jaehyun di sana. Yah, walaupun sama-sama orang Korea, sih. Hehe."

Mingyu tersenyum, lalu menjawab.

"Aku kuliah di Amerika empat tahun untuk menyempurnakan ilmu bisnisku, melanjutkan magister juga di sana. Aku hampir setiap tahun ada proyek atau undangan ke luar negeri. Ada banyak cabang perusahaan keluarga kami di beberapa negara," ucap Mingyu. Ia lalu menoleh ke arah Jiho dan membuat ekspresi menyebalkan yang dibuat-buat.






"Kamu menyombong pada orang yang salah, Nona."

Bukannya marah atau tersinggung, Jiho malah tertawa—membuat Mingyu merasakan darahnya yang berdesir lebih cepat.

Dan hari itu mereka habiskan dengan canda tawa tanpa henti.

Airplane | Jung Jaehyun [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang