a/n. pada chapter ini ada sedikit kata makian dan adegan kekerasan, harap untuk tidak ditiru. terima kasih.
***
Demi apapun, ingin rasanya Mingyu memukul Jaehyun saat ini juga. Walaupun ia tidak tahu penyebab Jiho pingsan, namun perasaannya berkata bahwa Jaehyun pasti ikut andil dalam hal ini.
Mingyu berjalan ke taman rumah sakit. Jiho sudah dalam perawatan di kamarnya—tentu saja Mingyu langsung memesan kamar VIP untuk Jiho. Tangannya mengepal, pikirannya berkecamuk.
Sepertinya Tuhan menjawab doa Mingyu.
Di hadapannya, Jaehyun sedang berjalan cepat. Namun sepertinya, ia tidak melihat Mingyu. Hal itu dimanfaatkan Mingyu untuk memukul rahang Jaehyun, membuatnya langsung tersungkur ke lantai.
"Dasar brengsek," ucap Mingyu sambil terus memukuli Jaehyun yang tak melawan. "Lelaki macam apa kau, ha?! Meninggalkan kekasihmu di apartemen, tanpa tahu keadaannya."
Mingyu terus melayangkan pukulan dengan gigi bergemeletuk.
Namun mendengar kata 'tanpa tahu keadaannya', Jaehyun langsung menghentikan Mingyu, mencekal pergelangan tangan pria itu.
"Apa maksudmu?!" sentak Jaehyun. Mingyu tersenyum sinis.
"Kau tidak tahu Jiho pingsan, ha?! Kau tidak tahu ia kelelahan, menderita gastritis dan tekanan darah rendah gara-gara memikirkanmu terus menerus?!" seru Mingyu. "Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan hubungan kalian, tapi aku jelas tahu ada yang salah."
Untung saja taman ini jauh dari kamar rawat inap, sehingga mereka tidak memancing keributan di rumah sakit ini—walau mereka sendiri sebenarnya sudah ribut.
"B—benarkah itu?" tanya Jaehyun syok. Mingyu memutar bola matanya.
"Untuk apa aku berbohong? Tidak ada untungnya bagiku," ucap Mingyu. Jaehyun menelan ludahnya dengan susah payah.
"Antarkan aku ke Jiho," ucap Jaehyun. "Sekarang."
Mingyu berdecih.
"Aku mohon," ucap Jaehyun sambil memejamkan matanya.
Melihat hal itu, Mingyu berteriak frustrasi. Apakah mencintai seseorang memang sesulit ini?
Namun akhirnya, Mingyu mengantar Jaehyun ke ruangan Jiho. Jaehyun langsung mendekat ke ranjang Jiho yang ternyata sudah sadar.
"Selesaikan urusan kalian," ucap Mingyu datar dengan kedua tangan di saku celana. Ia langsung berbalik dan pergi dari ruangan itu.
"Maafkan aku," ucap Jaehyun pelan sambil meremas tangan Jiho yang bebas dari infus.
Jiho hanya menjawabnya dengan senyuman, lalu mengalihkan pandangannya dari Jaehyun.
Melihat hal itu, dada Jaehyun bergemuruh, jantungnya berdetak sangat kencang. Hatinya diliputi rasa bersalah saat melihat gadisnya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Maafkan aku," ucap Jaehyun dengan suara parau menahan tangis. Jiho meremas selimut rumah sakit, diam-diam menahan tangis.
Ia ingin membenci Jaehyun, ingin sekali membenci pemuda itu setelah apa yang Jaehyun lakukan kepadanya. Namun ia tidak bisa.
Ia tidak bisa membenci orang yang ia cintai terlalu dalam.
"Maafkan aku," ucap Jaehyun lagi. Kali ini, ia membiarkan air matanya menetes, luruh dalam penyesalannya. Tangannya mengusap sisi wajah Jiho dengan gemetar, membuat Jiho dapat merasakan betapa dinginnya tangan kekasihnya itu.
"Maafkan aku, Jiho," ucap Jaehyun. "Maafkan aku, Sayang. Aku memang bodoh dan tidak bisa membaca situasi, aku seorang idiot yang tidak paham akan diriku sendiri. Aku... akuㅡ"
Jaehyun tidak mampu menyelesaikan ucapannya, hanya ada isakan yang bergema di kamar itu.
Jiho tidak menjawab. Walau hatinya sudah memaafkan Jaehyun, namun melihat pemuda itu hanya membuatnya lebih sakit lagi.
"Sekarang, aku akan menceritakan semuanya," kata Jaehyun mantap dengan suara serak. Mata merahnya yang masih berair menatap Jiho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airplane | Jung Jaehyun [COMPLETED]
Historia Corta[REPUBLISH] Pesawat menjadi tempat pertemuan Jung Jaehyun dan Kim Jiho hampir sepuluh tahun lalu. Sama-sama berasal dari Korea dan bercita-cita untuk berkuliah di Amerika membuat keduanya dekat. Pesawat menyatukan mereka berdua, dan akankah mereka...