0.7

383 68 3
                                    









14 Februari.

Hari Kasih Sayang, juga hari ulang tahun Jung Jaehyun. Jiho hanya dapat menghela napas saat memikirkan hal itu. Ia hanya mampu berdoa dan mengucapkan selamat ulang tahun pada foto Jaehyun.

Baru saja Jiho akan mandi, bel apartemennya berbunyi. Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini? Jiho bercermin sebentar, merapikan rambutnya dan berjalan membuka pintu apartemennya.

"Halo, Jiho," sapa seseorang di depan pintu dengan lesung pipinya.


















































Jung Jaehyun.






"J—jae?!" Jiho tidak memercayai penglihatannya, sudah pasti. Bagaimana mungkin Jaehyun yang sedang menjalani pelatihan berdiri di depannya seperti ini?

"Jaehyun?" tanya Jiho sekali lagi. Pemuda di depannya mengangguk.

"Ini aku, Jiho," jawab Jaehyun gemas. Jiho masih terpaku, mulutnya membuka dan menutup hendak mengatakan sesuatu, namun tidak ada kata yang keluar.

"Tampar aku," pinta Jiho.

Bukannya menampar, Jaehyun malah mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Jiho singkat. Senyuman simpul muncul di wajah tampannya.

Jiho segera tersadar.

"JUNG JAE!" gadis itu langsung melompat ke pelukan Jaehyun, membuat pemuda itu sedikit kewalahan, pasalnya ia membawa koper dan tas besar di punggungnya. Namun pemuda itu tetap tertawa.

"Ayo masuk," ucap Jaehyun. Jiho tidak menjawab, sedang terisak pelan—melepas kerinduan. Masih dengan Jiho yang ada dalam gendongannya, Jaehyun menyeret kopernya masuk ke apartemen.

Wah, Jaehyun memang benar-benar kuat.





Setelah meletakkan kopernya di dekat televisi, Jaehyun mendudukkan dirinya di sofa dengan Jiho yang ada di pangkuannya.

"Kau tidak ada pelatihan?" tanya Jiho pada Jaehyun, yang dibalas pemuda itu dengan tawa. Jaehyun menggeleng.

"Tidak ada pelatihan sama sekali," jawab Jaehyun. "Aku sudah selesai dengan pendidikanku, hanya tinggal mengurus beberapa berkas, lalu aku wisuda dan bisa kembali ke Korea untukmu."

Jiho tersenyum malu-malu saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Jaehyun. Namun seakan tersambar petir di siang bolong, Jiho langsung melonjak kaget begitu mengingat sesuatu.

"Jae," panggil Jiho pelan.

"Hm?"

"Selamat ulang tahun," ucap Jiho sambil menatap Jaehyun, yang dibalas pemuda itu dengan senyuman manis. Jaehyun mengangguk, lalu mengecup kening Jiho cukup lama.

"Terima kasih," ucap pemuda itu. Tiba-tiba, Jiho berdiri dan berkacak pinggang.

"Sekarang, kamu harus mandi dan beristirahat karena kamu pasti kena jet lag," ucap Jiho. "Aku akan berbelanja, mumpung hari ini aku tidak ada jadwal di rumah sakit. Nanti malam, aku akan memasak untukmu. Oke?"

Jaehyun mengangguk, "Oke. Tapi kau harus mandi dulu. Kau bau."

"JAE!" seru Jiho sambil melotot, yang membuat Jaehyun tertawa. Jaehyun pun berdiri dan mengambil koper.

"Aku tidak mau tidur sendiri," ucap Jaehyun. Jiho memicingkan matanya.

Memang orang tua Jaehyun tidak di Korea, dan orang tuanya sendiri ada di Jeju—tempat kelahirannya—namun bukan berarti ia mau berbagi kamar dengan Jaehyun. Selama di Amerika, mereka memang satu apartemen namun—tentu saja—beda kamar.

"Aku mau tidur sendiri," respon Jiho datar. Jaehyun cemberut.

"Selama di Amerika, kita pernah tidur berdua," ucap Jaehyun, mulai membujuk Jiho dengan puppy eyes.

"Itu hanya sekali, oke? Aku sedang sakit dan kau menemaniku," ucap Jiho. Jaehyun tersenyum.

"Baiklah, Nyonya Jung," ucap Jaehyun akhirnya, dari awal niatnya memang hanya menggoda Jiho. "Kamarku dimana?"

Jiho menunjuk sebuah pintu.

"Pakailah kamarku dulu, nanti akan kubereskan kamar satunya untukmu," jawab Jiho. Jangan salahkan ia, salahkan Jaehyun yang datang tiba-tiba sehingga ia tidak sempat membereskan kamar kosong yang satunya.

Airplane | Jung Jaehyun [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang