0.1

1K 112 1
                                    

Selama dua tahun ini, Kim Jiho menghabiskan hidupnya di Korea Selatan, mengabdi di rumah sakit milik pamannya sebagai seorang dokter umum. Rencananya, ia akan mengambil spesialisasi tahun depan karena saat ini, ia masih menikmati hidupnya sebagai dokter umum.

Selama dua tahun ini juga, Jiho hidup sendiri di apartemennya. Jaehyun, kekasihnya sejak enam tahun lalu sedang menempuh pendidikan spesialisasi di Amerika. Perpisahannya kala itu memang sangat berat (oh, ayolah, setiap perpisahan memang berat) karena mereka berdua sudah lama berhubungan dan sekarang mereka harus melakukan hubungan jarak jauh.

Tidak ada senyuman Jaehyun setiap pagi, sapaan hangatnya sebelum mengecup keningnya dengan lembut.

Tidak ada Jaehyun yang menghiburnya kala ia sedang bersedih atau lelah dengan pekerjaannya, tidak ada sentuhan Jaehyun pada kepalanya ketika ia mau tidur.

"Jangan menangis, aku pasti akan menemuimu."

Walau Jaehyun menelponnya setiap pagi, melakukan panggilan video secara rutin, namun tetap saja ada yang berbeda.

Walau sudah cukup terbiasa, tapi Jiho merasa ini puncak kerinduannya. Ini tahun keduanya melewatkan malam tahun baru tanpa Jaehyun.

Gadis cantik berambut panjang itu mengusap ujung matanya yang berair sambil menatap salju yang turun di luar jendela. Lengkungan tipis tercipta di bibirnya, sembari membisikkan kata-kata yang menguatkan dirinya sendiri.

"Jiho!" gadis itu melonjak kaget kala ia mendengar seseorang menyerukan namanya. Jiho segera menoleh dan mendapati Lisa, sahabatnya, berjalan cepat ke arahnya dengan senyum lebar. Poninya bergoyang seturut langkah kakinya, menggemaskan sekali.

"Jangan bersedih. Tadi pagi, 'kau, kan sudah ditelepon oleh Jaehyun," ucap Lisa sambil menaikkan kedua alisnya. Gadis yang merantau dari Thailand itu lantas menggandeng lengan Jiho dan menariknya ke ruang tengah rumah Koo Junhoe yang begitu besar.

"Nikmati pestanya, Jiho. Jangan bersedih, Jaehyun tidak kemana-mana," ucap Rosé yang sedang bergelung calon suaminya, siapa lagi kalau bukan sang pemilik rumah, Junhoe.

"Kalian berdua sangat dekat, berada di bawah langit yang sama, dinaungi oleh bulan yang sama," ucap Junhoe sambil tersenyum. Jiho tersenyum geli, tumben sekali pria ini benar dan terlihat begitu bijaksana saat berucap.

"Pengalaman pribadi!" tuding Rosé sambil menyilangkan tangannya di depan dada, melaskan diri dari rangkulan kekasihnya. Junhoe nyengir tanpa dosa.

"Kau tahu saja," ucap Junhoe sambil mengedipkan mata kanannya dengan ekspresi genit. Rosé mendengus kesal dan langsung meninggalkan Junhoe.

"Ah, gadisku marah rupanya. Aku duluan, Jiho, Lisa," ucap Junhoe terburu-buru sambil mengejar Rosé. Jiho tertawa pelan.

"Good girl, kau terlihat jauh lebih cantik saat tertawa daripada murung seperti tadi," ucap Lisa sambil mengusap puncak kepala Jiho yang lantas tersenyum.

"Terima kasih," ucapnya. Lisa mengangguk.

"Aku harus menemui Jungkook sebentar. Kau mau ikut atau tinggal?" tanya Lisa. Jiho langsung menggeleng sambil tertawa pelan.

Ia harus ceria malam ini, setidaknya berpura-pura sebentar.

"Aku harus tinggal, aku tidak mau menjadi nyamuk di sana. Haha," ucapnya. Lisa nyengir, ia pun mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jiho.

Kim Jiho menghela napas dan berjalan mencari tempat duduk. Hari ini, Junhoe mengadakan pesta malam tahun baru dan mengundang semua teman masa SMA-nya, sekaligus mengumumkan bahwa ia dan Rosé akan segera menikah.

Tentu saja kabar itu membuat semuanya bersorak penuh sukacita. Di usia mereka yang sudah menginjak angka dua puluh tujuh, menikah merupakan pilihan yang tidak salah. Bahkan, ada beberapa teman SMA Jiho yang sudah memiliki anak.

"Kim Jiho."

Sebuah suara mengagetkannya, membuatnya menoleh dan menemukan seseorang yang pernah mengisi hatinya semasa SMA dulu, seseorang yang ternyata masih mampu membuat jantungnya berdebar dan dadanya berdesir kencang.

Kim Mingyu.

Airplane | Jung Jaehyun [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang