"Kamu nggak seharusnya jalan sama Jiho di saat ia sudah sama Jaehyun," ucap Dokyeom suatu malam di salah satu kafe. Mingyu menghela napas sambil mengaduk kopi hitam tanpa gula yang ia pesan. Pundaknya turun, tatapannya sayu.
Benar, selama beberapa minggu ini, Mingyu menghabiskan waktunya untuk menemani Jiho. Entah itu berbelanja, mengantar dan menjemput Jiho yang sudah kembali bekerja, mengajaknya makan, atau hanya menghabiskan waktu luang di apartemen Jiho."Tapi aku hanya berusaha menghibur dan menemani Jiho. Dia sendirian!" ucap Mingyu pada Dokyeom yang menggeleng, entah memberi pembelaan untuk dirinya atau Jiho.
"Dia sudah bersama Jaehyun," ucap Dokyeom. "Open your eyes, Kim. Mereka sedang LDR dan kalau kamu tiba-tiba datang seperti ini, kamu hanya akan menjadi penghalang bagi hubungan mereka yang bahkan sudah dihalangi jarak!"
Mingyu memejamkan matanya dan menghela napasnya.
Jujur saja, ia menyayangi Jiho. Ia begitu menyayangi gadisnya, ia mencintai gadis itu dengan sepenuh hatinya.
"Bukan maksudku untuk memojokkanmu," ucap Dokyeom, nadanya melembut. "Tapi sebagai sahabat, kusarankan kamu untuk menjauh. Kalau kamu nggak melakukannya sekarang juga, kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri, juga Jiho dan Jaehyun."
"Jika aku berhenti, siapa yang akan menemani Jiho?!" tanya Mingyu frustrasi.
"Berhenti membentengi dirimu sendiri dengan fakta bahwa Jiho sendirian," ucap Dokyeom dengan nada rendah.
"She smiles all day and cries all night, and you still thinking that she's a strong girl?" tanya Mingyu sinis. Dokyeom memutar bola matanya, berusaha menahan kesabaran untuk sahabatnya yang sedang jatuh cinta ini.
"Kamu bahagia kalau Jiho bahagia?" tanya Dokyeom. Mingyu mengangguk pasti.
"Tentu saja!"
"Walau tanpamu?" tanya Dokyeom lagi. Mingyu terdiam.
"Itu masalahnya," Dokyeom menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil menghela napas keras-keras.
"Manusia dengan munafik mengatakan bahwa ia akan bahagia saat melihat orang yang ia cintai bahagia tanpa dirinya, padahal sebenarnya ia sangat ingin orang itu bahagia dengan dirinya," ucap Dokyeom. "Belajarlah untuk menerima kenyataan dan bangkit dari fakta yang hanya membuatmu terpuruk lebih dalam, Kim."
Mingyu menggeleng.
***
"Sayang, maafkan aku, aku ada pelatihan selama dua minggu dan tidak diperbolehkan untuk berhubungan. Ponsel dan lainnya tidak diizinkan selama dua minggu," ucap Jaehyun dengan sedih. Jiho membelalakkan matanya tidak percaya.
"Pelatihan macam apa itu?!" ucap Jiho kaget. "Kita akan lost contact?!"
Di seberang sana, Jaehyun mengangguk. "Hanya dua minggu, mulai besok aku akan off. Aku janji, setelah dua minggu, orang yang pertama kuhubungi adalah kau."
Jiho masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Pasalnya, tiga hari lagi adalah ulang tahun Jaehyun. Ia tidak mungkin melewatkan ulang tahun kekasihnya itu. Apalagi, empat belas Februari juga bertepatan dengan hari Kasih Sayang. Rasanya, Jiho ingin menangis.
"Kau janji?" tanya Jiho dengan suara serak, menahan tangis.
"Apakah kau menangis?" bukannya menjawab pertanyaan Jiho, Jaehyun malah balik bertanya.
"Tidak," jawab Jiho sambil terisak. Jaehyun tertawa pelan, gemas dengan gadisnya.
"Sayang, ini takkan lama," ucap Jaehyun. "Kau tidak perlu khawatir."
Jiho ingin memercayai hal itu, namun hatinya masih nyeri. Walau begitu, mendengar kepastian yang ada pada suara Jaehyun, Jiho mengangguk.
"Baiklah."
![](https://img.wattpad.com/cover/151557427-288-k857377.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Airplane | Jung Jaehyun [COMPLETED]
Short Story[REPUBLISH] Pesawat menjadi tempat pertemuan Jung Jaehyun dan Kim Jiho hampir sepuluh tahun lalu. Sama-sama berasal dari Korea dan bercita-cita untuk berkuliah di Amerika membuat keduanya dekat. Pesawat menyatukan mereka berdua, dan akankah mereka...