Sequel : 2

815 89 121
                                    

"Jino sayang, makannya pelan-pelan dong!" ujar Jesun sambil melap mulut Jino yang belepotan.

Pria yang di panggil 'oppa' tersenyum melihat interaksi ibu dan anak.

"Jino, dengar perkataan mommy, oke? Kalo tidak nanti kamu tersedak" pria itu berucap sambil mengusap kepala bocah tersebut.

"Yes captain!" jawab Jino dengan semangat.

Jesun menggelengkan kepalanya saat melihat anaknya menurut dengan teman prianya itu.

"Aku heran, kenapa Jino sangat menurut padamu?"

Pria itu hanya tersenyum, "Bagus dong kalo begitu! Jadi aku ada kesempatan untuk menjadi ayahnya" jawabnya.

Jesun terdiam mendengar pernyataan yang baru saja terlontar dari mulut pria di hadapannya itu. Sedetik kemudian ia tersenyum sebagai tanggapan.

"Kau masih mengingatnya?" tanyanya.

Kembali Jesun diam mendengar ucapan itu.

Pria itu berjalan mendekat dan berlutut di hadapan Jesun dan menggenggam kedua tangan Jesun.

"Jung Jesun izinkan aku, Shin Wonho, membahagiakanmu juga Jino. Aku tau kau pasti masih mencintainya. Tapi jika kau terus terjebak di masa lalu itu tidak akan baik. Pikirkan juga Jino yang membutuhkan figur seorang ayah," jelasnya.

Senyuman tulus Jesun berikan sebagai jawaban. "Wonho oppa, aku sangat bersyukur bahwa kau sangat peduli padaku juga Jino. Tapi aku merasa ini masih terlalu cepat untuk semuanya."

Wonho mengerti dengan ucapan Jesun. Ia pun tak akan memaksa agar ibu satu anak ini menerimanya dengan cepat.

"Tak apa, aku mengerti dirimu. Kau masih perlu waktu untuk membuka kembali hatimu tapi izinkan aku untuk terus bersama Jino juga dirimu."

"Tentu saja oppa, karna selama ini kau yang selalu menemani Jino jika aku sibuk."

Pria bernama Wonho itu tersenyum lantas menatap Jino dengan senyuman yang masih tercetak jelas di bibirnya. Sementara Jino menatap mommy dan appa-nya dengan heran.

"Mom, appa, Jino ngantuk" ujarnya setelah ia selesai makan.

Wonho bangkit dari tempatnya dan mendekat ke arah Jino.

"Baiklah sayang, ayo kita pulang!" katanya sambil menggendong Jino.

"Ayo Jesun, kita pulang! Kasian Jino."

Jesun menurut dan mengikuti perkataan Wonho.

"Biar aku saja yang menggendong! Kau pasti lelah setelah seharian bekerja lalu menemani Jino. Lantas sekarang kau harus menggendongnya" ucap Jesun sambil berusaha mengambil Jino dari tangan Wonho.

"Tidak apa-apa, aku justru senang bisa menggendongnya."

"Kemari Jino, kasian appa jika harus menggendongmu. Biar mommy yang gendong Jino, ya?"

Jino menggeleng dengan kuat. "Gak mau mom! Jino pingin sama appa!" rengeknya.

Mau tak mau, Jesun harus membiarkan Jino di gendong oleh Wonho sementara dirinya membawa tas miliknya juga Jino. Mereka berjalan beriringan yang membuat semua mata memandang dengan tatapan iri. Sebuah potret kebahagiaan, itulah yang dipikirkan orang lain. Namun hati Jesun merasa teriris. Andai saja pria yang di sampingnya kini dan menggendong Jino adalah 'dia', pasti ini semua akan menjadi hal yang paling membahagiakan. Khayalan tetaplah khayalan, tak akan pernah menjadi kenyataan. Kecuali Tuhan menghendaki semuanya.

***

Joshua kembali ke rumah dengan perasaan yang tak bisa di jelaskan. Apalagi perkataan Mingyu selalu berputar di kepalanya.

Full House Season 2 ( Seventeen - Joshua ) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang