“Dibalik istri yang hebat, pasti ada suami yang hebat. Contohnya seperti Khadijah binti Khuwailid, beliau hebat karena ada Rasulullah di sampingnya. Atau Fatimah Azzahra, beliau hebat karena ada Ali bin Abi Thalib,” ucap Nayla sembari mengusap lembut pipi Iqbal dan tersenyum. “Tetapi Mas, maukah engkau kuberitahu wanita yang lebih hebat dari itu?”Iqbal mengangguk tanpa ragu. Nayla meraih tangannya dan menggenggamnya erat-erat.
“Adalah dia yang berusaha untuk tetap hebat meski pun memiliki suami yang tak hebat.”
Iqbal terdiam. Nayla menatapnya dengan sendu.
“Kisah kita memang tidak seunik bunda Khadijah dengan Rasulullah, atau Fatimah dengan Ali. Tidak pula sedramatis Asiyah binti Muzahim dengan Fir'aun. Atau semenarik Zulaikha dengan Nabi Yusuf yang mana ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, makin jauh Yusuf darinya. Dan ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf untuknya. Tetapi Mas, kisah kita setidaknya cukup menyentuh seperti Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah yang telah menjadikan 'Islam' sebagai maharnya. Dan aku bersyukur dengan takdir kita ini. Karena bagiku, tiada skenario yang lebih indah dari takdir-Nya.”
Nayla menghambur ke pelukan Iqbal dan menenggelamkan wajahnya pada dada Sang suami yang bidang, yang tertutupi baju koko putih.
“Mas, terima kasih karena engkau sudah mencintaiku dan menerima Islam dengan mata yang memancarkan semangat untuk kembali melangkah di jalan kebenaran.”
Mulanya, Nayla pikir Iqbal akan membalas pelukannya. Tapi ternyata ia terpaksa harus menelan kenyataan pahit saat Iqbal justru mendorong sedikit tubuhnya hingga tautan mereka terlepas.
“Saya adalah Iqbal,” balasnya dingin. “Saya tidak pernah menjadi siapa pun.”
“Ma-Mas?”
Iqbal mengelus surai Nayla dengan manik berkaca-kaca.
“Nay, saya tidak yakin bisa membawamu ke surga. Karenanya, saya melepaskan kamu. Carilah laki-laki lain yang seharusnya menjadi Imam untuk wanita sebaik kamu.”
Napas Nayla tertahan. Kenapa? Kenapa Iqbal berkata begitu?
“Mas, apa kamu sadar bahwa kalimat itu---”
“Ya, Nay. Dengan ini saya menjatuhkan talak padamu.”
Deg!
Nayla mengerjapkan mata berkali-kali. Peluh sudah membanjiri keningnya. Bahkan saat ia mengusap wajah, ia menemukan dua tetes air mata yang baru saja jatuh dari pelupuk. Nayla lantas beristighfar atas mimpi buruk yang datang di bawah alam sadarnya dan itu terasa sangat nyata. Nayla tidak tahu kenapa bisa mendapat mimpi seperti tadi. Mimpi di mana ia dan Iqbal berpisah, mimpi di mana Iqbal menjatuhkan talaq padanya.
Ya Allah ...
Nayla mengusap dadanya dan mencoba untuk menjernihkan pikiran. Setelah itu ia mencoba untuk menguatkan diri sendiri.
“Cuma mimpi! Mungkin efek dua hari belakangan ini dia gak ada di rumah, Nay. Besok juga sudah pulang kok. Sabar, okay?”
Pada dasarnya bunga tidur memang dibagi menjadi tiga. Yang pertama, mimpi sebagai kabar gembira dari Allah, yakni yang baik dan benar. Kedua, mimpi permainan syetan. Ketiga, mimpi yang terjadi akibat angan-angan diri sendiri. Dan Nayla pikir, mimpinya adalah perkara yang ketiga. Nayla terlalu takut Iqbal tidak kembali. Karenanya mimpi itu pun datang tanpa bisa dicegah.
Ketika Nayla sedang sibuk melamun, sinar mentari yang menerobos dari celah-celah jendela kamar menampar wajahnya. Hal itu pun menyadarkan ia akan suatu hal. Nayla menoleh ke arah jam di dinding. Pukul sudah menunjukkan setengah tujuh pagi. Nayla menepuk dahi dan berjengit,

KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Till Jannah
SpiritualPertemuan mereka kerap di warnai perdebatan. Iqbal Alfakhri merupakan seseorang yang menjadikan sains sebagai pedoman hidupnya. Sedangkan Nayla Kinanti merupakan muslimah ta'at yang hidup berlandaskan dalil. Ketika takdir mempersatukan mereka dalam...