15.

13.6K 1.3K 95
                                    


Pukul enam pagi saat baru terbangun dari tidurnya, Iqbal tidak menemukan sosok Nayla di dalam kamar. Ketika moment semalam teringat olehnya, Iqbal langsung merutuki diri karena tak sadar bahwa ia sudah melanggar janjinya untuk tak menyentuh Sang istri.

Lantas Iqbal pun bergegas pergi ke luar kamar menuju dapur. Di sanalah ia mendapati Sang istri yang tampak sibuk menata berbagai hidangan untuk sarapan di atas meja. Iqbal sengaja berdeham guna mengalihkan fokus Nayla.

Para pelayan wanita yang sejak tadi turut membantu Nayla langsung saja hengkang dari dapur ketika Iqbal memberikan mereka kode untuk pergi.

"Wah, kayanya enak nih," Iqbal mencoba keras menepis rasa canggung di antara mereka.

"Duh Mas bikin saya kaget aja."

Iqbal menyengir.

"Nay, saya minta maaf soal semalam."

Sesaat keheningan pun terjadi. Nayla meneguk saliva tatkala mengingat kejadian itu. Dengan gugup Nayla pun menanggapi,

“I-iya Mas. G-gak apa-apa. Hanya saja ja-jangan diulangi lagi ya Mas."

"Gak janji."

"Hah?" dahi Nayla berkerut.

Iqbal terkekeh geli.

"Bercanda."

Nayla menarik napas lega lalu menarik kursi untuk Iqbal duduki dan melayani Sang suami seperti biasanya.

"Oh iya, di mana Siska?"

"Masih tidur, Mas."

Nayla menyempatkan diri melirik Iqbal saat menyiapkan lauk-pauk di piring Sang suami.

"Mas belum mandi ya? Rambut Mas masih acak-acakan gitu loh."

Iqbal tersenyum lebar hingga hampir seluruh giginya terlihat.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Jorok ih."

"Biarin, yang penting ganteng, kan?"

Nayla tersenyum kecil.

“Apa hubungannya mandi sama ganteng.”

"Orang ganteng mau mandi atau tidak tuh sama saja loh Nayla. Oh iya lusa kamu sudah sekolah lagi ‘kan? Gak lama setelahnya ujian nasional? Omong-omong apa rencana kamu setelah lulus Nay?"

"Di rumah saja."

"Gak mau kuliah? Nanti biar saya yang urus semuanya. Kamu tinggal terima jadi.”

"Gak usah, Mas"

"Kenapa?"

"Kalau saya kuliah, Siska bagaimana?" tanya Nayla bersamaan dengan dirinya yang telah selesai melayani sarapan untuk Iqbal.

"Kamu gak perlu pikirin soal itu. Emangnya kamu gak punya cita-cita yang mau digapai?"

"Ada. Cita-cita saya sekarang adalah menjadi Ibu rumah tangga. Karena itu, saya hanya ingin berbakti sama kamu aja Mas supaya bisa mendapat ridho Allah dan masuk ke dalam surga-Nya karena telah menjadi istri shalihah.”

Iqbal terdiam beberapa detik. Ia tidak menyangka Nayla akan merespons seperti itu.

“Baiklah. Saya tidak akan paksa kamu untuk kuliah. Dan omong-omong tentang surga, tiba-tiba saya jadi tertarik ingin bahas sesuatu sama kamu. Boleh' kan?"

"Iya, Mas."

"Kenapa ada hadits yang bilang kalau Allah menjanjikan bidadari untuk laki-laki di surga? Dan saya pernah dengar kalau wanita tidak disiapkan sebagaimana laki-laki? Apa itu adil? Kalau ada wanita masuk surga, berarti dia tidak dapat apa-apa ya?"

"Allah menjanjikan bidadari untuk kaum Adam karena laki-laki bertugas mendidik istri mereka, Mas. Seorang suami akan dimintai pertanggung jawaban terhadap istri mereka. Ketika Si istri melakukan maksiat, maka suami juga akan ditanya di akhirat, 'Kenapa engkau biarkan istrimu bermaksiat? Kenapa tidak kau didik dia?' oleh karena itu, jika Si istri membangkang dan sulit dididik, maka balasan untuk para suami yang sabar yakni memiliki hiburan berupa bidadari di surga kelak. Menjadi suami itu tidak mudah, Mas. Beban yang harus dipikul seorang Imam itu berat. Mengenai kaum Hawa, kata siapa kami tidak mendapatkan apa pun? Wanita shalihah bahkan bisa mengalahkan kecantikan bidadari, Mas. Sehingga terkadang bidadari tersebut tidak ditoleh oleh suaminya sedikit pun. Wanita shalihah akan menjadi Ratu di surga. Tingkatan yang tentunya lebih tinggi dari bidadari."

"Tidak dilirik? Apa Para bidadari itu akan cemburu ketika suaminya berpaling?"

Nayla menggeleng.

"Di surga tidak ada perselisihan dan bahaya sebagaimana yang terjadi pada para madu atau istri-istri di dunia. Walau suaminya punya 1000 wanita, mereka tidak akan bersedih. Sebab semuanya berada dalam kebaikan, kenikmataan, kenyamanan dan ketenangan. Itulah surga, Mas. Sangat damai. Oh iya saya lupa bilang, wanita shalihah juga punya pasangan kok, bahkan bisa memiliki laki-laki ahli surga sebagai suaminya."

"Dan siapa laki-laki ahli surga itu?"

"Tentunya yang selama hidup di dunia selalu berbuat amal sholeh."

"Apa keduanya pasangan suami-istri saat di dunia?" tanya Iqbal.

"Belum tentu. Maksud saya, suami-istri yang berjodoh di dunia belum tentu akan berjodoh di akhirat."

"Berarti kita tidak akan berjodoh di akhirat?"

"Bisa Mas, asalkan kita mengamalkan ini; sebaik-baiknya suami adalah yang paling baik terhadap istrinya. Sebaik-baik istri adalah yang taat pada suaminya. Tapi keduanya juga harus beriman. Insya Allah dijodohkan lagi di akhirat Mas."

"Terus bagaimana dengan nasib para manusia yang lebih dulu meninggal dan belum sempat menikah atau sekiranya wanita yang suami atau laki-laki yang istrinya masuk neraka?"

"Mereka akan dipasangkan dengan penghuni surga lainnya, Mas."

"Berarti kalau kamu tidak menemukan saya di surga karena saya yang sampai sekarang ini belum sepenuhnya percaya akan agama, kamu bakal mendapatkan laki-laki lain sebagai jodoh kamu di surga sana?"

"Iya, tapi Mas bisa mencegah itu kalau memang mau kita tetap bersama sampai ke Jannah. Mas cukup menjadi laki-laki sholeh yang bisa membimbing saya--"

"Saya bukan ahli surga. Karenanya, saya tidak bisa berjanji tetap bersama kamu di akhirat. Maaf, Nayla."

Nayla tertegun. Dadanya mendadak berdenyut sakit karena mendengar kalimat itu.

Love You Till Jannah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang