Dulu saya memaksa kamu untuk tetap bersikap seperti sediakala.
Dulu saya meminta kamu untuk terus menyimpan rasa yang sama.
Sebegitu egoiskah?
Sampai saya pernah berharap kita sama-sama terjebak dalam nostalgia.
Lalu, saya menjadi masa lalu yang terus berkelana di ingatanmu.
Pada akhirnya saya berperan sebagai sosok yang menghambat masa depanmu.
Masih terdengar egoiskah?
Ketika dulu saya ingin menjadi yang abadi untukmu?
Ah, bodoh memang.
––Hei, masa depan. Tengoklah saya sebentar. Siapa tahu kau ingin bergabung dengan saya dan sang waktu yang kini tak berhenti menertawakan keegoisan masa lalu.
20 Juni 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Angan
PoetryIni bukanlah sajak dan puisi yang indah, melainkan hanyalah sebuah memori. Memori yang tak utuh lagi. Hanya menyisakan serpihan-serpihan yang bahkan sulit untuk dilukiskan.