Dia, membingungkan 7

40 4 0
                                    

Entahlah, semuanya tampak suram. Seperti tidak ada cahaya sedikitpun. Itulah yang dirasakan Kalya. Mencoba untuk bersikap baik-baik saja, tapi sayang aktingnya tidaklah bagus. Selama menghabiskan weekend seharian di rumah, selama itu pula pikirannya tidak lepas dari Ayam Negeri, Rafa. Ada keinginan untuk menjelaskan semuanya, keberanian tidaklah dimiliki. Rafa pun tidak akan mau mendengarkan penjelasannya dan tidak akan peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi, percuma. Kejadian yang lalu belum tuntas, namun sekarang sudah ditambah lagi. Yah, Kalya lebih memilih untuk menyimpan semuanya sendirian, biarlah hanya ia, Sofie, dan Tuhan yang tau semuanya.

Matahari tampak tersenyum ramah kepada Kalya. Yah benar, jika alam saja memberi perintah untuk semangat, mengapa ia sombong dan tak mau menerimanya. Okeh, Kalya memilih untuk melupakan semuanya, berusaha lebih giat lagi agar aktingnya tampak sempurna.

"Pagi Sofiii.." sapa Kalya saat memasuki kelasnya, "Wadooo, udah nangisnya? Hahahah gua geli aja gitu, liat lo nangis cuma gara-gara Rafa" Sofi menghadap ke samping, tempat duduk Kalya, "Udahlah, hidup harus bahagia. Ngga usah mikiran hal yang ngga penting gitu, gak penting asli", "yah bagus sih kalo lo ngga sedih lagi". Berada di sekolah hari ini membawa angin segar untuk Kalya, sedikit demi sedikit pikirannya tentang Rafa sirna. "Lo pulang sekolah nanti mau ke mana Kal? Temenin gua yuk ke Gramedia?" Tanya Sofi, "Lo pikun, gua kan les hari ini" jawab Kalya, "Yaelah Kal, sekali aja lo ngga les, gua yakin ngga bakal dimarahin mama lo" rayu Kalya, "Jin Ifrit lo, sekali ngga ya tetep ngga" tegas Kalya, "Yaudah kalo ngga mau" Sofi menutup pembicaraan mereka.
••••

Setelah sampai di rumah, Kalya berganti pakaian dan bersiap-siap pergi ke tempat les. 10 menit waktu yang ditempuh Kalya untuk tiba di tempat lesnya, dengan langkah sigap, Kalya memasuki ruangan dimana tempat ia mendapatkan materi tambahan setiap harinya. Drettt...Dreetttt Hp Kalya bergetar.

Fario : Hii, Kal. Lo sibuk ngga hari ini? Kalo ngga,
             kita lanjutin yang kemarin yuk?

Dengan melihat notif saja, sudah membuat Kalya enggan untuk membukanya apalagi membalasnya.
Deettt.....dreettt... lagi-lagi ponsel Kalya berbunyi, dengan sabar Kalya mengeluarkan ponselnya dari saku celana, sontak mata Kalya membulat saat melihat notif yang masuk kali ini.

Rafa : Ngga usah minta maaf ke gua, udah gua
maafin kejadian kemaren. Sekarang lo ke
cafe Santa, temenin gua ngerjain tugas, buat
penebusan dosa lo yang udah segede
               gunung! Cepet!, gak usah mikir mau atau   
               ngga, ribet banget.
Tanpa berpikir lama, Kalya membalas.
Kalya : Ngga bisa gua les.
Rafa : Dasar bacud lo, dari kemaren bilangnya
gitu mulu. Sekali aja Kal.
Kalya : Otw!

•••

Matahari seolah ingin memberikan kehangatan kepada Kalya, padahal Kalya tidak sama sekali menginginkannya. Keringat mengucur deras di dahinya putihnya. Setibanya di cafe Santa, Kalya melangkah menuju seseorang yang hendak ditemuinya. "Sorry telat" kata singkat yang keluar dari mulut Kalya, rasa aneh pun memasuki pikirannya siapa perempuan cantik ini? Apa dia pacar Ayam? Atau gebetan? "Selow" sahut Rafa, "Oh jadi ini temen kamu itu" suara merendahkan perempuan cantik itu, "Kenalin ini Yusi" jelas Rafa, "Hai Kalya" sapa Kalya, "Yusi, pacarnya Rafa" Yusi memberikan penekanan dengan perkataannya. "Lo ngga keberatan kan? Kalo Yusi gabung disini? Yah sekalian kita diskusi bareng", Kalya hanya menganggukkan kepalanya. Mendengar hal itu, Rafa tampak tenang dengan semuanya, hal ini berbalik 360 derajat dengan Kalya. Gadis itu tampak bingung di dalam hati, tapi ia cukup tenang good Kalya, ayo tunjukkan bakat aktingmu batinnya bersuara. Sesekali, Yusi memberikan pengarahan kepada Rafa dengan lembut dan Rafa pun sebaliknya. Hanya mereka yang berdiskusi, sepertinya hanya mereka berdua yang ada di dalam cafe ini. Apakah disini, aku seperti udara yang tidak terlihat? Untuk apa dia mengundangku, jika aku hanya menyaksikan sepasang kekasih yang dimabuk asmara Batin Kalya. Uhuk, uhuk, Yusi tersedak saat menelan kentang goreng kesukaannya. Dengan spontan, Rafa berdiri dan mengambil air mineral yang ada di dalam lemari pendingin "Nih minum" beri Rafa. Tidak masalah Kalya, Yusi tersedak bisa jadi ia mati, jadi wajar Rafa panik dan memberinya minum pikir Kalya. Kalya mencoba menguatkan diri, tapi mengapa rasanya kesal. "Kayaknya pacar lo bisa ngajarin lo, lo juga kayaknya udah ngerti. Gua duluan yah, tugas gua juga numpuk ni dirumah" akhirnya kata-kata itu dapat keluar dari mulut Kalya. "Lo bisa kan pulang sendiri? Lo hafalkan jalan pulangnya?" Tanya Rafa, "Iya gua tau kok, udah gua duluan, bye" ucap Kalya. "Semoga lo bisa makan malam di rumah" tegas Rafa dengan nada datar. Kalya berdiri dengan kebingungan mendengar kalimat Rafa, tapi ia tidak mau ambil pusing. Dengan langkah cepet, Kalya pergi meninggalkan cafe Santa. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Semua terasa berat, seperti ada batu besar yang di letakkan di perasaannya, tak lama kemudian bulir air hangat pun menetes di tengah perjalanan pulangnya. Ada apa dengannya?



Sudah ku bilang bukan? meski sudah menutup pintu dengan rapat, angin yang masuk tidak dapat dicegah bukan? Tidak mungkin untuk menghentikan bumi yang berotasi bukan? Daun yang jatuh pun tidak mungkin bisa untuk di hentikan?
Setitik Rasa Datang, tanpa perlu meminta izin.

Tanda TanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang