Dia, membingungkan 13

57 2 0
                                    

Kalya memandang langit pagi. Sepertinya sudah cukup persaaan ini mempermainkan dirinya. Tidak ingin lagi tenggelam dalam sebuah harapan yang hanya akan menguras emosi. Semuanya sudah jelas. Hanya perempuan itu yang ada di hatinya. Hanya Yusi yang ada di hati Rafa. Ia bodoh terlalu berharap bahwa namanya dapat terukir di relung hati Rafa. Semua hal yang Rafa lakukan terhadapnya tidak akan pernah lebih dari kata teman. Tak dapat dipungkiri, hatinya berontak mengatakan jangan. Kembali, bulir air mata terjatuh di pipinya. Tidak bisa Kalya cerna. Benar Kalya bodoh menjadikan Rafa segalanya, sementara Rafa? tidak demikian.

Siang ini, Kalya berencana ingin mengunjungi Sofi untuk melepaskan semua beban pikirannya. Ia pun bergegas berganti pakaian lalu turun ke bawah. Seperti biasa Kalya berpamitan kepada mamanya. Dengan senang hati mamanya pun mengizinkan.

Motor Kalya telah mendarat di halaman rumah Sofi. Terlihat seorang gadis yang duduk di kursi teras sambil memainkan ponselnya. "Woi Kal, lama banget. Yuk kita langsung cus aja" ajak Sofi dengan tidak sabar, "Kemana? Kan gua mau ke rumah lo" Kalya tampak bingung. Benar, Sofi sahabat yang sangat mengerti dirinya. Semalaman suntuk Kalya bercerita panjang lebar dengan Sofi, hanya satu yang dapat disimpulkan Sofi bahwa sahabatnya tengah patah hati. Tidak perlu diucapkan, dia mengerti bagaimana suasana hati Kalya. Mereka pun bergegas menuju sebuah mall yang berada di pusat kota. "Kita naik mobil gua aja. Nanti Pak Udin yang anter motor lo pulang. Lo nanti gua anter pulang", Sofi bergegas menarik Kalya untuk masuk ke dalam mobilnya.

Mall tampak sepi hari ini. Entah apa yang terjadi. Kalya mensyukuri, dengan demikian ia akan lebih leluasa berjalan di dalamnya. Mereka berjalan bergandengan tangan. Sofi tidak akan membahas obrolan semalam. Hanya satu misi Sofi, membuat sahabatnya melupakan sakitnya rasa patah hati. "Kal, gua laper ni" rengek Sofi, "Yaudah ayok makan". Mereka berjalan menuju sebuah tempat makan yang berada di dalam mall. "Nih pesen" Kalya memberikan menunya. Sofi memesan sebuah hidangan makan siang. Tidak heran, sekarang memang sudah jam makan siang, tapi tidak dengan Kalya. Ia lebih memilih jus mangga hanya untuk menghilangkan rasa haus.

Seusai santap siang, Kalya bersama Sofi melanjutkan langkah kakinya menuju sebuah arena bermain. Yah benar, Kalya ingin menghibur diri dan menumpahkan semua kekesalan yang ada di hatinya. Kalya sekarang berdiri di depan permainan basket sendirian, Sofi tidak suka bermain basket. Jadi, mereka memilih jalan yang berlainan. Ia mengambil bola basket dan melemparnya. Tidak satu pun lemparannya membuahkan hasil. "Bukan seperti itu" suara seseorang terdengar dari belakang Kalya. Kini ia telah berdiri di samping Kalya dan bersiap melempar bola ke dalam ring basket. "Lohh, kok kakak bisa disini?" Kalya terkejut melihat Rio tengah berdiri di sampingnya. "Jodoh mungkin" Rio menaikkan alis dan tersenyum. Sofi datang menghampiri mereka "Kak Rio, kok ada disini? Mau gabung sama kita ya?" Sofi memberikan penawaran kepada Rio. Sontak Kalya mencubit Sofi. Namun, hal itu dihiraukannya. "Wihh kebetulan banget. Yaudah kalo lo ngajak. Ngga mungkin kan gua nolak" jawa Rio. Yah tidak masalah. Mungkin dengan adanya Rio, Kalya bisa melupakan semuanya.

     Sehabis puas menjelajahi seisi mall tersebut. Kini Kalya memutuskan untuk pulang mengingat hari sudah beranjak sore. "Kak, kita pulang duluan yah. Udah sore ni", "Kal, lo pulang sama Kak Rio aja yah. Soalnya gua mau jemput mama dulu di salon" Sofi seraya memohon kepada Kalya agar ia setuju, sambil mengedipkan mata ke arah Rio. "Yaudah, Kalya biar gua yang urus" tanpa ragu Rio dengan senang hati membalas kedipan mata Sofi tanpa Kalya sadari. Kalya tak menyangka, Sofi akan mengkhianatinya. Kalya memanyunkan bibir. Bayang-bayang Sofi telah menghilang dan sekarang hanya tinggal mereka berdua. "Yuk Kal" ajak Rio. Dengan langkah gontai Kalya mengikuti langkah kaki Rio. Kalya terkejut melihat sebuah tangan menarik lengangya. Yah benar tangan Rio lah yang menarik lengannya untuk menyajarkan langkah kaki mereka.

     "Kal kayaknya ada pasar malem di sekitar sini. Kita kesana yuk bentar, gua mau liat-liat aja? Mau yah" ajak Rio sambil mengemudi. Tidak ada yang salah bukan? Hanya sekedar jalan-jalan sore. "Oke kak". Sudut bibir Rio tertarik ke atas mendengar jawaban dari Kalya. Mobil yang dikendarai mereka melesat membelah jalanan ibu kota yang nampak sepi sore ini. Tidak ada obrolan terjadi di dalam mobil, hanya alunan musik yang memecah keheningan.

     Biang lala yang menjadi primadona pasar malam telah terlihat dari kejauhan. Rasanya baru kemarin malam, ia menjadi orang yang paling bahagia di dunia hanya sekedar menaiki biang lala bersama seseorang yang spesial. Kini, dalam sekejap mata semuanya berubah. "Hey Kal, ayok turun. Lo mau disini terus" suara Rio berhasil memecah lamunan Kalya. Kalya hanya tersenyum dan langsung menurunkan langkah kakinya dari mobil. Mereka berjalan menelusuri isi dari pasar malam ini. Kalya tidak terlalu histeris mengingat ini kali keduanya menginjakkan kaki di pasar malam ini. Namun tidka untuk Rio. Rio sangat histeris mengingat ia ke pasar malam dengan seorang Kalya. Rio mengajaknya untuk membeli gulali "Lo mau?" tawar Rio, tanpa menjawab Kalya mengangguk seperti anak kecil yang sangat menginginkan sesuatu. Rio terpanah melihat Kalya gila, lo cantik banget Kal hati Rio berbicara. "Kakak ngapain ngeliatin aku? Aku kayak anak kecil yah?", "Ngga, lo cantik" spontan Rio menajwab. Hemm kenapa gua ngga ngerasa degdegan, apa jantung gua udah normal? Kemarin jalan sama Ayam Negeri rasanya mau lepas ni jantung Kalya membatin. Kini di hadapan mereka berdiri kokoh sebuah biang lala yang mengingatkan Kalya tentang sebuah kebahagiaan. "Kal naik yok satu puteran aja?", "Ngga deh Kak. Aku ngga minat" bukannya tidak ingin, Kalya hanya tidak mau tenggelam dalam memori yang ingin ia lupakan. Oke, kali ini Rio mengajak Kalya untuk menghampiri arena mainan yang lain. Tetapi langkah kaki Kalya terhenti, matanya membulat melihat siapa yang sedang berdiri di depan mereka. "Hai Kalya. Kamu Kalya kan?" Tanya seorang wanita. "Hai Yusi" jawab Kalya singkat. "Itu pacar kamu yah?", "Bu..." baru saja Kalya ingin membuka mulut, tiba-tiba terhenti melihat seorang lelaki yang membawakan sebuah tiket wahana biang lala, "Ini, aku udah dapet" tatapan lelaki itu hanya fokus ke Yusi, "Duh, baik banget si. Ini ada temen kamu", "Oh hai Kalya. Lo kesini sama siapa? Oh sama pacar yah"  sebuah kalimat yang sangat menusuk di hati Kalya, seharusnya Kalya yang melontarkan kalimat itu tetapi sekarang Kalya bungkam dan membatu tak mampu berkata "Yuk Yus, 5 menit lagi dimulai. Ntar kita telat. Nih pake jaket gua. Disini dingin" Rafa menyelimuti tubuh Yusi dengan jaketnya setelahnya menarik lengan Yusi tanpa berpamitan kepada Kalya "Kal, kita duluan yah. Duh Rafa jangan tarik-tarik dong" mereka berlalu meninggalkan Kalya dan Rio. "Kal, itu temen lo yang waktu itu kan? Cantik yah pacarnya" Rio masih memakan gulalinya yang mulai meleleh. "Sekarang aku mau pulang kak" pinta Kalya tanpa membalas Rio.

     Sepertinya takdir sedang mempermainkan Kalya. Sekuat apapun ia menolak, tapi tidak berhasil. Takdir memang senang bercanda tanpa tahu batas. Kini hanya rasa sesak yang ada di hati. Sekuat tenaga untuk melupakan ada-ada saja yang membuat usaha itu menjadi sia-sia. Lo jahat Raf, kenapa mesti di depan gua. Kenapa lo ngga ngilang aja? Kenapa mesti ketemu lagi? Kenapa? Yah memang salah Kalya yang sudah bermain rasa. Terlalu naif bukan? Jika ada orang yang memberi tanpa mengharap balasan. Yah, begitulah yang Kalya rasa sekarang. Ada sebuah rasa yang ingin dibalas dengan rasa namun ini diluar dugaannya. Rasa yang ia dapatkan hanya sebuah rasa yang membuat air matanya tak henti-hentinya mengalir.

     Mobil Rio telah mendarat mulus di depan rumah Kalya. Kalya turun dan bergegas masuk ke rumahnya. Tapi sebuah tangan menghentikannya. Kalya berbalik dan melihat Rio yang memegang sebuket mawar hitam. "Kal ada yang mau gua omongin" Rio tampak gugup memandang Kalya. "Kal, gua udah suka sama lo sejak pertama kita ketemu. Gua ngga tau kenapa gua bisa suka sama lo. Gua tau, kalo kita baru aja kenal. Tapi, rasa ini ngalir aja dengan sendirinya. Gua tau, mungkin cuma gua disini yang ada rasa. Tapi gua janji Kal, gua ngga bakal nyakitin lo. Lo mau ngga jadi pacar gua?" Kalya meneteskan air mata, bukan sebuah air mata bahagia namun air mata mengingat rasa yang ia miliki bukan untuk membalas Rio tetapi hanya untuk seseorang yang telah bahagia bersama wanita lain, bodoh bukan? Tidak mungkin bukan, satu hati ada dua nama. Itulah jawaban untuk Rio saat ini. "Lo kenapa nangis? Gua ngga maksa. Lo bisa mikir dulu Kal. Ini lo terima aja bunga dari gua. Yah itung-itung tanda terima kasih gua, lo udah mau jalan sama gua hari ini" Rio menyodorkan buket bunga mawar hitam itu ke Kalya, Kalya pun menerimanya dengan tersenyum. Tidak Kalya sangka, ada seseorang lelaki yang rela melakukan apapun demi dirinya. "Makasih yah kak. Maaf aku belum bisa jawab sekarang", "No, prob Kal. Gua pulang dulu yah". Jawab Rio santai lalu berbalik memasuki mobilnya. Kalya memasuki rumah dengan langkah sigap mengingat hari sudah semakin gelap. Namun, tampak dari kajauhan ada sepasang mata yang berada di dalam mobil sedari tadi mengamati dari kejauhan, Rafatiar Bahar.




Jatuh cinta? Jika memang kau jatuh cinta. Kau harus siap untuk akibat dari sebuah pilihan. Karena, tidak semua rasa harus berbalas. Terkadang untuk menghasilkan mutiara, kau harus rela menunggu lama.

.
.
.
.
.
.
.

Haiiiiii. Terimkasih yang sudah baca. Semoga terhibur. Seeyou🌞🌞

Tanda TanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang